1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ukraina, Moldova Dapat Lampu Hijau Proses Aksesi Uni Eropa

15 Desember 2023

Ukraina dan Moldova akhirnya mendapat lampu hijau untuk memulai perundingan keanggotaan Uni Eropa setelah sebelumnya ditentang keras oleh Hongaria. Sekarang Negara memveto penyaluran bantuan €50 miliar untuk Kyiv.

https://p.dw.com/p/4aBFE
Ukraina pada 21 November 2023 memperingati Pemberontakan Maidan atau Maidan Upraising yang menginginkan ikatan lebih erat ke Uni Eropa
Ukraina pada 21 November 2023 memperingati Pemberontakan Maidan atau Maidan Upraising yang menginginkan ikatan lebih erat ke Uni EropaFoto: Sergei Supinsky/AFP

Ada kabar baik tak terduga datang dari KTT Uni Eropa (UE) di Brussel di tengah masa suram perang Rusia-Ukraina. Kyiv akan segera memulai perundingan resmi untuk bergabung dengan UE setelah mendapat lampu hijau dari para pemimpin blok tersebut pada Kamis (14/12). Hongaria, yang mengancam akan memveto keputusan tersebut, melakukan walk out pada menit-menit terakhir.

"Ini adalah kemenangan bagi Ukraina. Kemenangan bagi seluruh Eropa. Kemenangan yang memotivasi, menginspirasi, dan menguatkan," tulis Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di X, sebelumnya dikenal dengan nama Twitter.

Keputusan in sama sekali tidak diprediksi sebelumnya. Menjelang pertemuan puncak yang berlangsung selama dua hari tersebut, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban menyampaikan bahwa Ukraina belum siap untuk membuka negosiasi aksesi. Ini adalah pertama dalam perjalanan yang panjang, berliku dan tidak pasti untuk bisa bergabung dengan UE.

Bahkan setelah dimulai, perundingan aksesi UE sering kali membutuhkan waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun untuk diselesaikan. 

PM Hongaria walk out dan keluarkan ancaman

PM Hongaria Viktor Orban tiba di pertemuan tersebut dengan penuh semangat dan mengulangi pernyataan bahwa negaranya menentang pembukaan pembicaraan dengan Ukraina. Hongaria menjadi satu-satunya penentang di antara 27 negara anggota.

"Tidak ada alasan untuk menegosiasikan keanggotaan Ukraina saat ini," kata Orban kepada wartawan. Ia beralasan Kyiv belum memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan oleh Komisi Eropa pada Juni 2022 di berbagai bidang seperti pemberantasan korupsi, penjaminan hak-hak minoritas, dan pengurangan pengaruh oligarki.

PM Viktor Orban juga mengatakan tidak akan menandatangani penambahan anggaran Uni Eropa, termasuk €50 miliar (sekitar Rp850 triliun) bantuan dana segar untuk Kyiv selama empat tahun. Ia menambahkan akan mempertimbangkannya jika hal tersebut dibiayai dari luar anggaran.

Namun sembilan jam kemudian, Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengumumkan hal mengejutkan ini di platform X: Dewan Eropa memutuskan untuk membuka negosiasi aksesi dengan Ukraina dan Moldova dan memberikan status kandidat kepada sesama calon Georgia, sebuah pendahuluan penting untuk membuka negosiasi aksesi. 

KTT Uni Eropa di Brussel, Belgia
PM Hongaria Viktor Orban punya hubungan paling dekat dengan Moskow di UE dan sering menyerukan perundingan gencatan senjata.Foto: Yves Herman/REUTERS

Satu jam setelahnya, Orban pun memposting pesan video di platform yang sama. "Ini adalah keputusan yang sangat tidak masuk akal dan salah untuk memulai perundingan dengan Ukraina," katanya. "Di sisi lain, 26 negara lainnya bersikeras agar keputusan ini dibuat… karena alasan ini, Hongaria tidak berpartisipasi dalam keputusan ini.”

Seorang sumber diplomatik mengatakan kepada DW bahwa Orban meninggalkan ruangan atas usulan Kanselir Jerman Olaf Scholz. Hal ini untuk membuka jalan bagi 26 negara bagian lainnya dalam memberikan suara tanpa ada seorang pun yang keberatan dengan keputusan tersebut.

Namun, setelah keputusan mengenai perundingan aksesi, Orban kembali bergabung dalam perundingan dan mencegah blok tersebut menyetujui pembiayaan sebesar €50 miliar untuk Kyiv, sehingga menunda diskusi lebih lanjut hingga bulan Januari.

Orban ‘dibayar' €10 miliar supaya walk out?

Banyak yang berspekulasi mengenai apa yang Orban inginkan dengan cara mengancam akan memveto perundingan aksesi tersebut.

Namun menjelang KTT, Komisi Eropa membuka blokir dana sekitar €10 miliar untuk Hongaria yang sebelumnya dibekukan sebagai hukuman atas dugaan kemunduran demokrasi di bawah pemerintahan Orban. Sisanya yakni sebesar €12 miliar masih dibekukan.

Pencairan dana ini juga tidak begitu diterima banyak kalangan karena beberapa pihak mengklaim Budapest belum memenuhi kriteria yang diperlukan.

"Von der Leyen memberikan suap terbesar dalam sejarah UE kepada otokrat dan teman Putin, Viktor Orban," kata anggota parlemen Uni Eropa dari Jerman, Daniel Freund, di media sosial, Rabu (13/12). "Sinyalnya buruk: pemerasan oleh Orban membuahkan hasil."

Terlepas dari bagaimana kesepakatan itu terjadi, banyak pemimpin UE menyambut baik keputusan untuk memulai perundingan aksesi pada hari Kamis. Salah satunya adalah Perdana Menteri Polandia Donald Tusk yang baru dilantik.

Tahun depan masih tampak suram bagi Ukraina

Berdasarkan peraturan UE, negara-negara anggota harus sepakat dengan suara bulat mengenai hal-hal penting seperti aksesi ke dalam blok. Meskipun abstain secara teknis diperbolehkan berdasarkan aturan kebulatan suara ini, 27 negara anggota sering kali berdiskusi hingga larut malam untuk mencari konsensus di pertemuan puncak. Absennya Orban merupakan penyimpangan yang jarang terjadi dari norma ini.

Pada bulan November, Komisi Eropa merekomendasikan dimulainya pembicaraan dengan Ukraina. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan negara ini telah memenuhi 90% kriteria. 

Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo mengatakan di X bahwa keputusan baru-baru ini adalah "pesan yang sangat jelas kepada Moskow" dan Presiden Rusia Vladimir Putin. "Kami, orang Eropa, kami tidak akan melepaskan Ukraina."

Bagi Kyiv, perkembangan ini terjadi pada saat semangat mereka berada di titik rendah setelah hampir 22 bulan Rusia melancarkan invasi besar-besaran. Senjata dan uang tunai semakin berkurang. Ada kekhawatiran apakah sekutu utama di Eropa dan Amerika Serikat akan lanjutkan bantuan militer dan finansial mereka.

"Ukraina menghadapi tahun yang suram di masa depan. Saat suhu turun, Rusia meningkatkan intensitas pengebomannya dan menunjukkan keyakinan bahwa mereka dapat bertahan lebih lama dari Ukraina dan negara-negara Barat. Pasokan senjata Ukraina telah habis untuk melakukan serangan balasan, dan sekutu-sekutunya sedang berjuang untuk segera meningkatkan produksi," Alissa de Carbonnel, analis di Lembaga nonpemerintah Crisis Group, mengatakan kepada DW.

ae/hp

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.