1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikRusia

Para Istri Tentara Rusia Tuntut Suami Mereka Dipulangkan

Alexey Strelnikov
12 Desember 2023

Meskipun ada intimidasi dari pihak berwenang, para ibu dan istri tentara Rusia yang menjalani wajib militer berkampanye agar suami dan anak mereka dibawa kembali dari medan perang di Ukraina.

https://p.dw.com/p/4a3nL
Rekrutan baru militer Rusia yang siap dikirim ke garis depan
Rekrutan baru militer Rusia yang siap dikirim ke garis depan dalam perang di UkrainaFoto: Donat Sorokin/dpa/TASS/picture alliance

Kerabat warga Rusia yang dimobilisasi dan dikirim untuk berperang di Ukraina berkumpul untuk membentuk gerakan protes. Mereka mengorganisir aksi unjuk rasa dan flash mob, mengajukan permohonan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin menuntut kembalinya suami maupun anak laki-laki mereka dari garis depan perang di Ukraina. Pihak berwenang berusaha menghentikan tindakan mereka karena khawatir aksi protes akan meluas.

Militer Rusia mengatakan, mobilisasi di Rusia tetap berlaku sampai diakhiri oleh presiden. Dengan demikian, anggota wajib militer akan tetap berada di garis depan tanpa batas waktu dan tanpa ketentuan untuk merotasinya.

Aksi protes semakin meningkat menyusul berita bahwa Presiden Putin telah mengamnesti terpidana kriminal yang dihukum karena pelanggaran serius, jika mereka ikut serta dalam perang melawan Ukraina.

Tanggal 14 Desember 2023 akan dilangsungkan sesi tanya jawab tahunan Vladimir Putin "Direct Line," yang disiarkan di televisi. Kanal aplikasi Telegram "Put' domoi" ("Way Home"), yang memiliki 30.500 pengguna dan berfokus pada isu-isu seputar mobilisasi, melaporkan bahwa lembaga penyiaran itu telah dibanjiri dengan pertanyaan-pertanyaan dari keluarga para tentara Rusia yang putus asa dengan mobilisasi.

Lelah dan tidak ada motivasi

"Suami dan saudara laki-laki saya berada di garis depan. Mereka dipanggil pada awal mobilisasi, dan mereka tidak mendapat cuti selama sembilan bulan – mereka harus tetap berada di zona pertempuran,” kata Tatiana. "Anak saya bertanya mengapa hanya ayahnya yang harus berjuang. Dari semua ayah yang memiliki anak seusianya, hanya dia yang dipanggil.”

Tatiana setuju untuk berbicara dengan DW, tapi dia tidak mau mengungkapkan informasi pribadi apa pun, dan namanya disamarkan. "Bukan saya takut dengan keselamatanku, tapi suami dan saudara laki-laki saya – hal ini bisa membahayakan mereka,” tegasnya.

Tatiana mengatakan, perwakilan gubernur di wilayahnya menawarkan kontrak kepada suami dan saudara laki-lakinya dengan militer Rusia. "Tapi mereka semua sudah lelah, kehabisan tenaga, mereka tidak punya kekuatan dan motivasi," katanya. Semua pertanyaannya kepada pihak berwenang tidak dijawab.

Sementara itu, media melaporkan bahwa para pejabat teras militer Rusia sedang berusaha mencapai kesuksesan di garis depan sebelum penampilan besar Putin di televisi.

Acara tahunan "Direct Line" dengan Presiden Putin disiarkan live
Acara tahunan "Direct Line" dengan Presiden Putin disiarkan live ke seluruh negeriFoto: Alexander Nemenov/AFP/Getty Images

"Bawa mereka pulang”

Kerabat tentara Rusia yang bertugas di Unit Militer No. 95411 (Distrik Militer Barat) mengklaim, pasukan wajib militer yang luka-luka ringan juga ikut dikirim untuk menyerbu kota Avdiivka, dekat Donetsk, pada November lalu. Setelah itu, lebih dari 100 orang menandatangani surat kepada Putin yang meminta Putin menarik pulang keluarga mereka dari garis depan.

Pada September 2023, setahun setelah mobilisasi dimulai, anggota keluarga personel militer di banyak wilayah Rusia mulai menjadi sorotan pihak berwenang. Mereka menyuarakan kritik terhadap apa yang mereka gambarkan sebagai "mobilisasi tanpa batas,” dan menyerukan agar tentara dirotasi. Di Krasnoyarsk, Novosibirsk, St. Petersburg, dan Moskow, pihak berwenang melarang perempuan mengadakan demonstrasi, di Chelyabinsk dan Nizhnevartovsk mereka berusaha meredam protes dengan janji untuk meneruskan tuntutan para pemrotes kepada otoritas di Moskow.

Sejumlah perempuan memanfaatkan pawai tradisional Partai Komunis di monumen Karl Marx di Moskow tanggal 7 November lalu untuk menggelar aksi tanpa menunggu izin. Foto-foto perempuan yang memegang plakat menyebar dengan cepat di jejaring sosial.

Tokoh oposisi Rusia Leonid Gosman meyakini protes tersebut adalah masalah rumit bagi Kremlin, dan dapat mengakibatkan perubahan politik di negara tersebut. Namun dia tidak berharap pihak berwenang akan menuruti tuntutan para perempuan, karena hal ini akan dianggap sebagai kelemahan pemerintah.

"Jika negara menuruti keinginan mereka, perempuan lain juga akan menuntut pengembalian suaminya. Jika tidak diikuti, tidak akan ada protes massal, tapi reputasi pemerintah pusat akan terus terpuruk,” kata Leonid Gosman.

(hp/as)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.