1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Madiba dan Sejarah Gelap AS

6 Desember 2013

Nelson Mandela yang kini dipuja sebagai pahlawan, suatu ketika pernah masuk dalam daftar teroris. Inilah kisah gelap pergulatan Amerika dalam menafsirkan tentang kejahatan dan kepahlawanan.

https://p.dw.com/p/1AU8s
Foto: AP

Pada 2008, sesaat sebelum ulang tahunnya yang ke-90, Amerika Serikat memberi Nelson Mandela hadiah istimewa, mencoret dia dari daftar teroris yang telah berumur puluhan tahun dan mengakhiri apa yang disebut para pejabat AS sebagai “masalah yang agak memalukan“.

Pada saat itu, simbol anti-apartheid itu telah lama meninggalkan sel yang memenjarakannya selama 27 tahun, dan sudah menikmati masa pensiun dengan status sebagai salah satu negarawan paling dihormati abad-20 setelah menjadi presiden berkulit hitam pertama di Afrika Selatan.

Setelah wafat, Presiden Barack Obama memujinya sebagai milik “zaman” dan memerintahkan bendera di gedung-gedung pemerintah AS untuk dinaikkan setengah tiang – sebuah penghormatan yang langka bagi seorang pemimpin asing.

Padahal, beberapa dekade yang lalu banyak orang di AS tidak sepakat dengan pujian atas Mandela dan partai yang ia pimpin, African National Congress (ANC), yang dimasukkan dalam daftar organisasi teroris baik oleh Afrika Selatan serta Amerika Serikat. Para pengeritik beratnya dari sayap kanan melukiskan Mandela sebagai seorang teroris yang sudah tobat dan simpatisan komunis.

Bahkan dilaporkan bahwa CIA telah membantu penangkapan Mandela pada tahun 1962, ketika seorang mata-mata mereka yang disusupkan ke dalam ANC, memasok para pejabat keamanan Afrika Selatan petunjuk rahasia untuk melacak keberadaan Mandela.

Pembangkangan kongres

Namun bagaimanapun pada 1980an, bekas senator AS dari partai Demokrat Ted Kennedy menyusun undang-undang bersama senator Lowell Weicker yang pada akhirnya menjadi salah satu penggerak yang mempercepat kejatuhan sistem apartheid.

Presiden Ronald Reagan berusaha memveto undang-undang anti-apartheid yang bertujuan untuk menjatuhkan sanksi ekonomi atas Afrika Selatan, sambil mengatakan bahwa ia percaya bahwa undang-undang itu akan membawa lebih banyak kekerasan dan represi bagi orang kulit hitam Afrika Selatan.

Namun untuk kali pertama dan satu-satunya dalam abad itu, Kongres membangkang dan mengesampaingkan veto Presiden Reagan atas kebijakan luar negeri, dengan meloloskan undang-undang yang memberi tamparan sanksi bagi Pretoria, memutuskan jalur udara langsung dan memotong dana bantuan penting bagi rezim Apartheid.

Beberapa pengamat berpendapat bahwa kasus itu adalah sebuah pelajaran unik yang penting bagi Washington dalam pergulatan atas isu hak asasi manusia di dunia.

Brian Dooley, yang ikut bekerjasama dengan Kennedy dalam pembuatan undang-undang yang mengubah aturan main itu kini adalah direktur Human Rights First, jengkel dengan rasionalisasi bahwa AS mengejar ”keterlibatan konstruktif” dengan rezim-rezim otokratik demi kebaikan yang lebih besar dan menjamin kepentingan dalam bidang keamanan.

“Pembenaran untuk mendukung rezim apartheid, kini hampir sama dengan alasan yang kita dengar ketika kita bicara mengenai kenapa AS tidak lebih keras dalam menanggapi pelanggaran hak asasi manusia di Arab Saudi atau Bahrain atau di sejumlah bagian dunia lainnya,” kata Dooley.

“Lupakan moralitas sejenak jika anda mau, dan melihat hanya kepentingan nasional, kepentingan diri sendiri. Berdiri bersama orang-orang jahat tidak hanya akan terlihat buruk – itu jahat. Dan nantinya mereka jatuh, dan akhirnya ada kebencian yang mengerikan.”

Contoh bagi dunia

Sampai lima tahun yang lalu, Mandela dan para anggota ANC lainnya masih masuk ada dalam daftar teroris Amerika karena perjuangan bersenjata mereka melawan rezim apartheid.

Hal yang membuat Departemen Luar Negeri AS, harus mengeluarkan ijin khusus untuk mengabaikan larangan masuk ke negara itu bagi Mandela dan para elit ANC untuk menghadiri pertemuan Majelis Umum PBB, sesuatu yang disebut oleh bekas Menlu AS Condoleezza Rice sebagai hal yang "memalukan."

Ketika Mandela akhirnya dihapus dari daftar itu pada 2008, senator yang kini menjadi Menlu AS John Kerry, mengatakan: “Ia tidak punya tempat dalam daftar teroris pemerintahan kita, dan saya senang melihat rancangan undang-undang ini akhirnya menjadi aturan hukum.”

Dalam pidato televisi dari Gedung Putih, Obama mengatakan Mandela adalah “seorang laki-laki yang memegang sejarah di tangannya dan merentangkan busur moral semesta menuju keadilan.”

“Afrika Selatan yang bebas, yang berdamai dengan dirinya sendiri, adalah sebuah contoh bagi dunia, dan itu adalah warisan Madiba kepada bangsa yang ia cintai,” kata Obama merujuk pada nama klan Mandela.

ab/hp (afp,ap,rtr)