1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Otak Warga Perkotaan "Diprogram" Hadapi Stres

Anja Galonska
6 Februari 2024

Apakah stres ditanggapi secara negatif atau tidak sangat tergantung pada lingkungan sekitar. Hasil pemindaian otak menunjukkan, semakin hijau kawasan di sekitar pemukiman, bagian otak yang meregulasi stres semakin aktif.

https://p.dw.com/p/4asxS
MRI Scan Gehirn
Foto: IMAGO/Cover-Images

Peneliti stres dan psikiater Mazda Adli menjelaskan, emosi, stres dan ancaman diolah di bagian otak yang disebut amigdala. Bagian otak itu berreaksi makin aktif terhadap stres, jika kota tempat kita tinggal semakin besar.

Artinya, otak warga kota besar secara faktual sangat peka terhadap stres. Selain itu ada pula bagian otak yang disebut "cingulate cortex." "Bagian otak ini mengolah stres dan emosi," jelas Mazda Adli.

Bagian otak ini bereaksi lebih kuat pada orang-orang yang tidak hanya tinggal di kota besar, tapi juga dibesarkan di sana. Jadi, otak penduduk kota besar, ibaratnya diprogram untuk stres. Namun demikian, tidak semua warga kota jatuh sakit. Tubuh kita ternyata punya kemampuan mengimbagi stres.

Mekanisme di Dalam Otak Ikut Dipengaruhi Lingkungan Hidup

Uji coba dengan pencitraan resonansi magnetik

Untuk meneliti fenomena itu,  Mazda Adli dan timnya menganalisis otak warga kota besar dengan pencitraan resonansi magnetik (MRI). Para relawan ini dihadapkan pada situasi stres yang tidak direkayasa. Para relawan mendapat tugas memecahkan soal matematika. Liciknya, tugas ini tidak akan bisa dipecahkan dalam batasan waktu yang diberikan. Mereka juga mendapat tanggapan negatif atas hasil tes. Sepenuhnya situasi stres.

Tim peneliti kemudian mengamati, dalam lingkungan apa relawan ini bermukim. Apakah faktor ini punya pengaruh pada tingkat stres? Mereka melihat ada bukti tegas, kuota lahan hijau di kawasan pemukiman, memainkan peranan besar pada seberapa aktif kawasan otak yang meregulasi emosi, dan membantu menyeimbangkan stres. "Kami bisa mengatakan: semakin hijau kawasan pemukiman, semakin aktif kawasan peregulasi stres di otak," kata Mazda Adli.

Semakin banyak pohon, dan jika ada taman serta lahan hijau di kawasan pemukiman, otak bisa terlindungi dari stres terus-menerus. Sebagai tambahan, ini juga tempat yang membantu melawan rasa kesepian. Taman mendorong kontak antar manusia, mengundang kita untuk mengamati dan rileks.

Lahan hijau mendukung interaksi sosial

Oleh sebab itu, peneliti stres Mazda Adli menuntut agar lahan hijau di perkotaan yang mendorong interaksi dan komunikasi diperbanyak. Di sela-sela blok pemukiman yang menjemukan, sering terdapat lahan hijau yang kondisinya menyedihkan dengan tanaman yang tidak cantik. Tidak ada yang mau berhenti di sini.

Karena terutama dibangun berdasarkan aspek ekonomi, kawasan sekitar pemukiman seringkali tidak memainkan peranan apapun. Para perancang perkotaan kini punya tanggung jawab lebih, mengubah aspek ini.

Penelitian terbaru menemukan, sebuah lahan hijau kecil yang asri di antara blok pemukiman urban, bisa mendorong interaksi sosial. Di lahan hijau seperti itu percakapan pendek selalu terjadi.

Interaksi sosial berfungsi lebih baik lagi jika rukun tetangga mengelola lahan hijau secara mandiri. Taman terbuka di perkotaan memang kini sedang ngetren dan banyak dibagun di kota-kota besar di dunia. (ml/as)