1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nenek untuk Masa Depan: 'Cinta Mendorong Saya'

Natalie Muller | Neil King
8 September 2021

Ketika dampak krisis iklim mulai disadari oleh Cordula Weimann, dia memutuskan untuk membuat perubahan. Dia berhenti mengendarai mobil sport, jalan-jalan naik pesawat, lalu memulai gerakan "Nenek untuk Masa Depan".

https://p.dw.com/p/40148
Cordula Weimann mengatakan para lansia memiliki peran besar untuk menjaga masa depan bumi.
Cordula Weimann mengatakan para lansia memiliki peran besar untuk menjaga masa depan bumi.Foto: Katrin Schwurack

Cordula Weimann tidak ingin masa pensiunnya dihabiskan hanya untuk berdiam diri saja. Nenek berusia 62 tahun itu justru memilih untuk mengabdikan hidupnya mengedukasi para lansia tentang dampak lingkungan yang timbul akibat gaya hidup mereka selama ini.

“Tentu saja, kami para lansia juga berperan (terhadap perubahan iklim) untuk waktu yang cukup lama,” ucapnya dalam wawancaranya kepada DW dalam podcast lingkungan, On the Green Fence.

“Tapi anda baru benar-benar merasa bersalah jika anda tahu apa yang anda lakukan itu salah. Kami tidak pernah diberi tahu sebelumnya betapa buruknya dampak budaya konsumerisme kami bagi planet ini. Anda tidak bisa menyalahkan kami untuk itu.”

Ibu dari tiga anak dan tiga cucu yang tinggal di Leipzig ini lalu membentuk gerakan "Omas for Future" (Nenek untuk Masa Depan) di tahun 2019 sebagai dukungan terhadap gerakan global anak muda untuk iklim, Fridays for Future.

“Saya berpesan kepada diri saya sendiri, ‘jika lansia tidak ikut serta, maka anak muda tidak bisa berbuat apa-apa.’ Untuk itulah Omas for Future hadir.”

Weimann berharap, gerakan ini bisa meningkatkan kesadaran lansia dan memotivasi mereka untuk mengambil langkah konkrit dalam mengurangi jejak karbon — demi masa depan anak cucu mereka.

Berbicara dari pengalaman sendiri

Populasi Jerman yang semakin menua dapat diartikan bahwa para lansia akan memiliki suara terbesar dalam pemilu federal yang berlangsung 26 September mendatang. Dari total 60,4 juta pemilih yang memenuhi persyaratan, hanya 15% di antaranya yang berada pada usia di bawah 30 tahun. Sekitar 60% pemilih justru berusia di atas 50 tahun.

“Ini adalah kenyataan yang menyedihkan bahwa kami para kakek nenek justru yang memutuskan masa depan anak-anak kami — tidak hanya dalam pemilu, tetapi juga dalam hal kebiasaan konsumsi sehari-hari,” ujar Weimann.

“Tentunya ini juga kenyataan, ketika nanti anak-anak sudah keluar dari rumah dan masa pensiun sudah di depan mata, banyak para lansia mengatakan, ‘Sekarang saya akan memanjakan diri saya.’ Dan ketika mereka lebih sering berjalan-jalan keliling dunia, mengendarai mobil besar, dan mengkonsumsi barang-barang yang tidak perlu selain untuk memanjakan diri mereka.”

Weimann, dengan wajah bersahabat dan terbuka yang dibingkai rambut beruban sepanjang pundak, berbicara dari pengalamannya sendiri. Sebelum menjadi seorang aktivis lingkungan, dia adalah seorang entrepreneur di Paderborn dalam bidang renovasi bangunan tua untuk dijadikan rumah baru. Dia dulu mempunyai mobil sport dengan atap terbuka dan mengambil penerbangan saat berlibur. Ketika sudah memiliki tiga orang anak dan karir yang bagus, dia dulu berpikir, “‘Jika saya sudah bekerja sebanyak ini, maka saya ingin sesuatu dari itu — saya harus memanjakan diri saya.’ Semakin banyak saya bekerja, semakin banyak pula saya ingin keseimbangan ini. Saya juga dulu berpikir mengendarai mobil dengan atap terbuka akan terasa elegan.”

Omas For Future
Para Omas (dan Opas) untuk Masa Depan berpartisipasi dalam kampanye iklim di seluruh negeriFoto: Katrin Schwurack

Lalu apa yang berubah?

Weimann tumbuh dan besar di wilayah barat Jerman Niederrhein dan mengatakan dia selalu peduli dengan alam dan lingkungan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak dia menyadari bagaimana gaya hidup dan kebiasaannya mengkonsumsi ternyata berdampak buruk terhadap planet bumi, semakin dia menyadari pula pentingnya membuat perubahan. Kemudian dia pun mengingat mirisnya ketika melihat angka yang mengkhawatirkan di tahun 2017, lalu membuatnya semakin fokus terhadap gentingnya krisis yang sedang dihadapi.

“Saya dulu tidak mengetahui bahwa kepunahan spesies berlangsung sangat cepat, 75% serangga terbang hilang, 68% spesies burung berkicau kita sudah berkurang,” ujarnya. “Saya dulu tidak tahu itu angka konkritnya.”

Weimann mengatakan dirinya kini tinggal dalam rumah kayu yang bebas karbon di Leipzig. Dia juga mengganti mobil sportsnya dengan mobil listrik. Dia juga tidak membeli pakaian baru lagi sebagai sebuah aturan, makan sedikit daging dan belanja produk organik sebanyak mungkin. Dia juga tidak lagi bepergian dengan pesawat, meski memiliki anak yang tinggal di luar negeri.

“Dan jika saya terpaksa harus naik pesawat untuk suatu alasan, saya tentunya akan mengganti hal tersebut dengan berinvestasi terhadap upaya-upaya pengurangan karbon,” imbuhnya.

Mengubah pola pikir dan kebiasaan

Perubahan itu terjadi secara bertahap. Sekarang Weimann sedang mencoba membantu sesama di kelompok usianya agar berbuat hal yang sama. Namun dia mengakui terdapat sejumlah tantangan, seperti contoh, meyakinkan sebuah generasi yang bertahan hidup melewati — dan mengatasi — krisis sebelumnya seperti Perang Dingin dan lubang di laposan ozon dan perubahan iklim ini berbeda.

“Dan itu bahayanya, karena sekarang sangat serius! Tidak hanya pemanasan global; ini juga tentang kepunahan spesies kita, yang bisa saja mengancam kita lebih parah jika tidak segera kita hentikan.”

Sejak diluncurkan, Omas for Future telah memiliki 40 perwakilan sektor regional yang tersebar di seluruh Jerman. Meski bernama “Omas”, mereka juga menyerukan Opas, atau kakek-kakek, untuk ikut serta terlibat.

Kelompok ini kerap menghadiri unjuk rasa iklim dan menggelar kampanye untuk mendekati kelompok penduduk lansia, yang tidak banyak aktif di media sosial seperti anak muda. Weimann juga membuat podcast dengan tips terkait bagaimana cara memiliki gaya hidup yang lebih ramah iklim — seperti beralih ke listrik hijau atau mendaur ulang pakaian.

‘Kita harus membangun jembatan’ antar generasi

Berbeda dengan gerakan Fridays for Future yang dimulai Agustus 2018 lalu, para Omas tidak banyak berupaya mengubah kebijakan, tapi lebih menyadarkan sikap dan aksi individu dalam mengatasi persoalan perubahan iklim. Weimann juga menekankan bahwa ini bukan tentang membagi kesalahan atau mengambil sesuatu dari orang lain.

“Omas for Future tidak menyuarakan veganisme, seperti yang diperjuangkan beberapa anak muda. Tentu, kita sebaiknya mengurangi konsumsi daging. Tapi kami tidak dogmatis dan mengatakan semuanya harus menjadi vegan,” jelasnya.

“Menyerang seseorang dan mengatakan apa yang harus mereka lakukan itu problematis. Meski begitu saya juga memahami kemarahan anak-anak muda. Kita harus membangun jembatan, datang bersama dan berbicara pada tingkat personal tanpa harus takut.”

Sementara gerakan iklim dianggap selalu didominasi aktivis muda, menurut Weimann, hal itu tidaklah selalu antara hitam dan putih. Gerakan Omas for Future adalah buktinya.

Weimann ingin melihat kelompok ini terus tumbuh — tidak hanya di Jerman — untuk menyebarkan pesan yang membuatnya ingin terjun dalam aksi ini: “Apa yang mendorong saya adalah cinta yang saya miliki untuk anak-anak saya. Dan apa yang bisa saya perbuat sekarang untuk mereka dan masa depan mereka ialah menyelamatkan sebanyak mungkin yang saya bisa.” (th/hp)