1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiEropa

Inflasi Tinggi Untungkan Mata Uang di Kawasan Eropa Timur

Jo Harper
11 Mei 2023

Sementara banyak negara mengeluh dengan inflasi tinggi, negara-negara di Kawasan Eropa Timur (KET) justru menarik keuntungan, karena nilai tukar mata uangnya menguat. Tapi bukan tidak ada risikonya.

https://p.dw.com/p/4RCx8
Foto ilustrasi mata uang Zloty, Polandia
Foto ilustrasi mata uang Zloty, PolandiaFoto: Artur Widak/NurPhoto/picture alliance

Nilai tukar mata uang Hungaria, Forint, terhadap dolar AS tahun ini saja sudah naik 10%. Nilai tukar mata uang Zloty Polandia, Koruna Cek, dan leu Rumania juga melonjak. Mengapa nilai tukar mata uang Kawasan Eropa Timur (KET) justru menguat di tengah inflasi yang melanda dunia?

Mata uang koruna di Cek misalnya, mencapai level tertinggi dalam 14 tahun terakhir, didorong oleh suku bunga yang tinggi, penurunan harga energi, dan penguatan mata uang euro. Mata uang zloty dan leu juga menguat, meskipun aktivitas ekonomi di Polandia dan Rumania menyusut.

Bagaimana ini bisa terjadi, dan berapa lama tren ini akan bertahan? Semua mata uang di KET yang tidak bergabung dengan euro, kecuali Slovakia, diuntungkan dari kondisi inflasi karena mereka selama ini menerapkan suku bunga tinggi. Ketika Amerika Serikat dan zona euro menerapkan suku bunga rendah, mata uang KET menjadi menarik karena adanya perbedaan suku bunga.

Kesenjangan laju inflasi dan tingkat suku bunga

Setelah inflasi melonjak ke tingkat dua digit di negara-negara KET tahun lalu, sekarang tampaknya situasi telah mencapai puncaknya. Tetapi suku bunga tetap tinggi dan bank sentral tidak terburu-buru melonggarkan kebijakannya sampai pertumbuhan harga benar-benar terkendali.

Karena itu, ada kesenjangan lebar antara tingkat  inflasi dan tingkat suku bunga, yang membuat kawasan ini jadi menarik bagi modal yang sedang mencari tempat yang bisa memberikan keuntungan besar dalam penyimpanan uang. AS dan zona euro menjadi tidak menarik bagi ipemodal karena lama sekali menerapkan suku bunga nol persen, dan belakangan baru naik dalam tingkat yang sangat rendah.

Piotr Arak, direktur Institut Ekonomi Polandia PIE menjelaskan, tumbuhnya ekspor dan harga energi yang lebih murah membuat arus masuk modal lancar, terutama karena suku bunga yang lebih tinggi telah "menghasilkan mata uang yang stabil."

"Selama beberapa kuartal terakhir, ada peningkatan nyata dalam neraca transaksi berjalan dan ekspor, karena negara-negara di kawasan ini terus tumbuh, sementara penurunan harga komoditas menyebabkan beban impor lebih rendah," kata Arak kepada DW.

Zloty mengalami 'masa-masa keemasan'

Di Polandia, bank sentral pada 10 Mei lalu mempertahankan suku bunga utamanya pada kisaran 6,75%, yang sudah diberlakukan sejak sejak September lalu, sementara inflasi turun dari 16,1% pada Maret menjadi 14,7% pada April.

Dalam wawancara dengan mingguan Gazeta Polska, Gubernur Bank Nasional Polandia, Adam Glapinski mengatakan, dia memperkirakan inflasi akan terus turun menjadi satu digit pada awal September. Ini memungkinkan penurunan suku bunga pada akhir tahun, asalkan inflasi mereda lebih lanjut.

Inflasi inti tetap tidak berubah secara luas, yang menunjukkan bahwa perusahaan membebankan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen  dan bahwa disinflasi terutama disebabkan oleh meredanya kejutan energi dan harga makanan yang lebih rendah.

Mata uang Zloty di Polandia mengalami "masa keemasan"
Mata uang Zloty di Polandia mengalami "masa keemasan"

Nilai tukar mata uang forint di Hungaria telah menguat sejak awal tahun sebesar 6,6% terhadap euro dan naik 9,3% terhadap dolar. Bank Nasional Hungaria (NBH) telah membiarkan suku bunga tidak berubah pada kisaran 13% sejak Oktober tahun lalu. Sebagian besar analis percaya Hongaria dapat melihat penurunan suku bunga pertama pada akhir tahun.

Di Rumania, bank sentral mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 7%. Perekonomian Rumania telah menunjukkan ketahanan relatif dibandingkan dengan rekan-rekan Eropa Tengahnya. Bank sentral Rumania memperkirakan inflasi akan naik menjadi 7% pada bulan Desember mendatang. Karena itu, penurunan suku bunga "kemungkinan tidak akan terjadi" sebelum tingkat inflasi sesuai dengan tingkat suku bunga, kata laporan Bank Sentral baru-baru.

Ada risiko yang mengancam

Piotr Arak dari PIE meyakini, sebagian besar perkembangan nilai tukar mata uang KET bergantung pada situasi inflasi, yang diperkirakan akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama daripada di zona euro.

"Hal ini dapat menyebabkan pelemahan daya beli. Selain itu, perlambatan ekonomi dapat mengakibatkan investasi asing yang lebih rendah dan defisit pemerintah yang lebih tinggi. Kedua hal tersebut akan menjadi faktor negatif," katanya.

Selanjutnya, dia mengatakan penguatan zloty saat ini dan mata uang KET lainnya tidak akan bertahan lama. "Proyeksi jangka panjang kami menunjukkan bahwa mata uang ini kemungkinan akan terdepresiasi. Tapi mungkin ada variasi antar negara."

Yang juga perlu diantisipasi adalah kemungkinan resesi di Amerika Serikat, yang juga akan berpengaruh pada nilai tukar mata uang KET. Selain itu, masih ada ketidakpastian tentang kesehatan sistem perbankan global, setelah keruntuhan sejumlah ternama bank baru-baru ini. Setiap gangguan ekonomi di AS akan menyebabkan melemahnya arus masuk modal, terutama ke pasar negara-negara berkembang seperti negara-negara KET.

(hp/as)