1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiAsia

Inflasi Picu Minyak Zaitun Jadi Komoditas Mewah di Lebanon

Dario Sabaghi
9 Mei 2023

Harga minyak zaitun tak lagi terjangkau bagi banyak orang di Lebanon yang sedang dilanda krisis. Seiring dengan inflasi yang tinggi, orang-orang miskin terpaksa berpisah dengan makanan tradisional lokal mereka.

https://p.dw.com/p/4R32K
Foto ilustrasi minyak zaitun
Harga minyak zaitun meroket di LebanonFoto: Colourbox/expressiovisual

Imad Waresbi adalah seorang penduduk Tripoli berusia 43 tahun di utara Lebanon yang memproduksi dan memperdagangkan minyak zaitun sebagai sumber mata pencahariannya. Ia menjual minyaknya dengan harga grosir $5 atau 73 ribu rupiah per liter. Sementara, di toko-toko, harga satu liternya saat ini mencapai sekitar 150 ribu rupiah atau bahkan lebih, katanya kepada DW. "Orang-orang membeli minyak zaitun dari saya sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan atau menghemat uang atau karena mereka mencari minyak zaitun yang murah saat ini."

Lebanon memiliki sejarah yang kaya dalam memproduksi dan mengkonsumsi minyak zaitun. Tidak hanya merupakan komponen penting dalam banyak hidangan tradisional Lebanon, seperti Tabbouleh, Fattoush, dan Mujadara Hamra, tetapi pohon zaitun itu sendiri sudah mendarah daging dalam budaya Lebanon. Selain itu, sebagai negara yang sangat bergantung pada impor, minyak zaitun adalah salah satu dari sedikit komoditas yang dapat diekspor oleh Lebanon.

Inflasi membuat harga-harga meroket

Krisis ekonomi yang sedang berlangsung di Lebanon, termasuk jatuhnya mata uang yang membuat dolar AS menjadi alat pembayaran yang sah, telah mendorong jutaan orang ke jurang kemiskinan. Hal ini secara signifikan berdampak pada daya beli, terutama bagi mereka yang terus mendapatkan penghasilan dalam mata uang lokal, bukan dolar.

Waresbi mengatakan bahwa meskipun menjual minyak zaitun kepada puluhan klien, ia hanya mendapatkan sekitar 500 dolar AS atau sekitar 7,3 juta rupiah per bulan. Dengan biaya hidup di Lebanon yang semakin melangit dari hari ke hari, ia terkadang kesulitan untuk membeli minyak zaitun untuk dirinya sendiri dan terpaksa menggunakan minyak goreng yang lebih murah. "Penghasilan yang saya peroleh tidak cukup karena saya harus membayar tagihan, sewa rumah, makanan, dan pengeluaran lainnya," katanya.

Angka inflasi terbaru yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Lebanon menunjukkan tingkat inflasi tahunan untuk makanan dan minuman nonalkohol telah melampaui 350%. Pada bulan Maret, angka tersebut melonjak sebesar 264% sepanjang tahun, meskipun ada keputusan resmi di bulan Februari untuk mendevaluasi pound Lebanon sebesar 90%.

Mereka yang tidak mampu membeli minyak zaitun di toko-toko menggunakan minyak goreng lain, misalnya minyak bunga matahari atau membeli minyak zaitun di pasar grosir. Harga minyak zaitun grosir bervariasi mulai dari 65 dolar AS atau 950 ribu rupiah per kaleng ukuran 16 kilogram, hingga lebih dari 100 dolar AS atau 1,5 juta rupiah.

Warga membeli buah dan sayur di toko dekat pasar tua Sidon, kota terbesar ketiga di Lebanon
Harga makanan melonjak hingga 400% pada Desember 2020, karena inflasi tahunanFoto: Dario Sabaghi/DW

Keterikatan tinggi dengan minyak zaitun

Penjual minyak zaitun mengiklankan produk mereka di grup Facebook dan platform media sosial lainnya dan mengirimkan minyak zaitun ke seluruh negeri. Mereka juga dapat dikenal melalui rekomendasi dari mulut ke mulut.

Orang-orang yang memiliki lahan untuk pohon zaitun, terutama yang tinggal di desa-desa kecil, sering kali membawa buah zaitun mereka ke pabrik untuk diperas menjadi minyak untuk digunakan sendiri. Namun, biaya transportasi dan perawatan lahan membuat hal ini bukanlah pilihan yang murah.

Meskipun harga minyak zaitun telah meningkat, masyarakat Lebanon tidak melepaskan keterikatan historis mereka dengan minyak zaitun, dan terus bangga dengan keunggulan bahan-bahan tradisional negara ini.

Pada bulan April, sebuah merek Lebanon bernama Darmmess, yang bermarkas di desa Deir Mimas dan didirikan oleh Rose Bechara, memenangkan medali emas di NYIOOC World Olive Oil Competition, kontes kualitas minyak zaitun terbesar dan paling bergengsi di dunia. Bechara mengatakan kepada DW bahwa minyak zaitun Lebanon tidak dikenal secara global.

"Ini menjadi tantangan tersendiri karena salah satu misi kami adalah membangun branding teritorial untuk minyak zaitun Lebanon. Jadi, cukup sulit untuk mengatakan kepada seluruh dunia bahwa kami dapat memiliki minyak zaitun yang luar biasa," katanya.

Bechara mengaitkan keberhasilan minyak zaitun 'extra virgin' fenolik Darmmess dengan pohon zaitun berusia ratusan dan ribuan tahun, kolaborasi dengan petani lokal yang menggunakan pertanian organik dan pemanenan awal untuk memastikan zaitun berkualitas tinggi, serta tanah dan ketinggian kawasan Deir Mimas yang unik, yang membuatnya mendapat julukan "Bordeaux-nya Minyak Zaitun." Minyak zaitun Darmmess dijual di dalam dan luar negeri, dengan harga 15 dolar AS atau 220 ribu rupiah per 500 ml di Lebanon dan antara 300-400 ribu rupiah di luar negeri.

Namun, kisah sukses Darmmess tidak datang tanpa tantangan. Perusahaan Bechara yang berorientasi sosial ini sempat kehilangan uang saat krisis ekonomi mulai terjadi, karena dana di rekening banknya dibekukan. Selain itu, perusahaan ini juga mengalami berbagai masalah terkait produksi.

Ongkos bahan bakar menjadi jauh lebih mahal setelah pemerintah mencabut subsidi, dan Bechara menghadapi kekurangan gelas kaca untuk pembotolan, yang diimpor. Selain itu, Bechara mengatakan bahwa ia kesulitan menemukan tenaga kerja yang berkualitas di desa, karena banyak orang yang telah meninggalkan desa dan tidak lagi tertarik dengan pertanian.

Harga minyak zaitun melonjak
Tingginya harga minyak zaitun kualitas terbaik membuat orang miskin beralih ke minyak goreng yang kurang sehat, tapi lebih murahFoto: Dario Sabaghi/DW

Tantangan lain juga mengintai

Masalah lainnya adalah pemadaman listrik yang sering terjadi. "Kekurangan listrik membuat saya frustrasi karena orang-orang di desa saya tidak mampu membeli generator yang bekerja 24 jam, dan kami harus mengatur pekerjaan sesuai dengan ketersediaan listrik, dengan fokus pada organisasi daripada kualitas produk," katanya.

Bechara mengatakan bahwa alasan utama kenaikan harga minyak zaitun di Lebanon adalah melonjaknya inflasi, baik di Lebanon maupun di dunia internasional. Pada saat yang sama, ia memperingatkan agar tidak menggunakan minyak biji yang lebih murah untuk memasak karena "minyak ini dimurnikan selama proses pengolahannya dan menghilangkan semua nutrisinya."

"Jika Anda ingin merawat tanah Anda, Anda harus mempertimbangkan bahwa harga pupuk dan bahan bakar telah meningkat. Hal ini terjadi bersamaan dengan menurunnya daya beli masyarakat Lebanon. Jadi, jika dulu orang bisa membeli tiga atau empat kaleng minyak zaitun dalam setahun, sekarang mereka hanya mampu membeli satu kaleng saja, dan itu tidak cukup untuk sebuah keluarga," katanya.

(ap/yf)