1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Vaksin Malaria yang Paling Menjanjikan

Brigitte Osterath26 Mei 2014

Kandidat vaksin malaria selama ini berusaha mencegah parasit masuk ke dalam sel darah merah manusia. Sebuah antibodi yang baru ditemui mendorong pendekatan baru: menjebak parasit di dalam sel darah.

https://p.dw.com/p/1C5FD
Foto: Paula Bronstein/Getty Images

Kalau tidak dapat dibasmi - kurung mereka.

Inilah ide di balik penemuan terbaru oleh periset malaria di Amerika Serikat.

Kandidat vaksin malaria keluaran mereka yang bisa dibilang paling menjanjikan adalah sebuah antibodi, yang bertugas melawan sebuah protein yang disebut PfSEA-1.

Parasit malaria membutuhkan protein ini untuk dapat keluar dari sel darah merah manusia begitu selesai bereplikasi di dalamnya.

Relevansi bagi manusia

Antibodi melawan PfSEA-1 dapat mencegah parasit malaria bereproduksi, setidaknya di dalam laboratorium, seperti yang ditunjukkan tim pimpinan Jonathan Kurtis dari Rumah Sakit Rhode Island. Lebih jauh, disuntikkan sebagai vaksin, antibodi semacam ini dapat memperpanjang hidup tikus percobaan ketika mereka terinfeksi oleh malaria tikus yang paling mematikan, yang menyerupai jenis malaria yang umumnya fatal bagi anak kecil.

Kurtis mengatakan hingga kini belum ada kandidat vaksin yang berhasil melindungi tikus dari penyakit mematikan ini.

"Yang benar-benar membedakan cara kerja kami adalah: kami mulai dari manusia," ujar Kurtis. "Meski sebagian risetnya memakai tikus, eksperimen untuk menemukan vaksinnya dilakukan pada sampel manusia - jadi kami yakin hasilnya juga akan efektif bagi manusia."

Parasit malaria terjebak di dalam sel darah merah manusia
Parasit malaria terjebak di dalam sel darah merah manusiaFoto: J. Kurtis

Kebal malaria

Peneliti mempelajari 785 anak-anak di Tanzania, semuanya hidup di kawasan berisiko tinggi.

Tubuh sejumlah anak telah mengembangkan kekebalan atas malaria ketika mereka masih berusia sekitar dua tahun: mereka membawa parasit, sehingga tidak jatuh sakit.

"Di laboratorium kami menggelar apa yang kami sebut senam DNA," jelas Kurtis. "Kami menggunakan biologi molekuler untuk mengidentifikasi gen parasit dan protein parasit yang hanya dijumpai pada antibodi anak-anak yang kebal, bukan pada antibodi anak-anak yang rentan."

Mereka menemukan PfSEA-1.

Setelah menggelar eksperimen di laboratorium dengan hewan percobaan, peneliti kembali ke eksperimen lapangan di Tanzania dan menemukan apa yang Kurtis sebut sebagai hasil yang "mengejutkan."

"Anak-anak yang terdeteksi memiliki antibodi atas protein antigen ini tidak pernah terkena malaria parah - ada juga yang tidak pernah sakit malaria sama sekali."

Temuan mereka dapat berperan penting menuju vaksin yang efektif.

Periset di berbagai penjuru dunia masih mencari vaksin malaria yang ampuh
Periset di berbagai penjuru dunia masih mencari vaksin malaria yang ampuhFoto: DW/G. Manco

Satu vaksin cukup?

Di seluruh dunia, banyak periset yang tengah menyelidiki sekitar seratus kandidat vaksin malaria yang berbeda.

Kandidat terdepan adalah RTS,S. Vaksin ini dikembangkan untuk anak-anak, dan menarget sel hati serta mencegah reproduksi parasit malaria.

RTS,S dapat segera dilempar ke pasar begitu disetujui oleh otoritas kesehatan terkait.

Namun, vaksin ini hanya memiliki efisiensi sekitar 50 persen - separuh dari anak-anak yang divaksin masih akan jatuh sakit - dan meninggal sebagai akibatnya. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa efisiensi RTS,S turun setelah empat tahun.