1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

200710 Aids Gentherapie

30 Juli 2010

Penyakit HIV-AIDS hingga kini tetap belum dapat disembuhkan. Terapi kombinasi obat-obatan memang secara medis dapat mengendalikan serangan penyakit AIDS, namun efeknya hanya untuk memperpanjang umur penderita.

https://p.dw.com/p/OYLC
Seorang petugas kesehatan di Afrika Selatan mengambil darah untuk pemeriksaan HIV/AIDSFoto: picture alliance/dpa

Kini sejumlah ilmuwan dari Amerika Serikat melakukan uji coba pengobatan HIV-AIDS menggunakan terapi rekayasa genetika. Hasilnya amat menjanjikan dan diharapkan dapat berfungsi memberantas virus HIV. Jurnal ilmiah Science Transnational Medicine melaporkan para peneliti virologi di City of Hope California, berhasil melakukan terapi dengan sel punca yang kebal terhadap virus HIV.

Data yang diungkapkan dalam konferensi internasional penyakit AIDS yang digelar baru-baru ini di ibukota Austria, Wina tetap amat mencemaskan. Di seluruh dunia tercatat sekitar 34 juta orang pengidap HIV-AIDS. Walaupun dilaporkan menurunnya prevalensi kasus infeksi HIV, namun pada tahun 2009 lalu masih tercatat sekitar 2,7 juta penderita baru. Setiap tahunnya rata-rata dua juta orang meninggal sebagai akibat mengidap HIV-AIDS.

Satu Harapan untuk Perangi HIV/AIDS

Seiring dengan menurunnya kekebalan tubuh, para penderita AIDS lebih mudah diserang penyakit mematikan. Yang paling umum menyerang adalah kanker kelenjar getah bening. Kini sejumlah ilmuwan dari Amerika Serikat melakukan uji coba pengobatan HIV-AIDS menggunakan terapi rekayasa genetika. Hasilnya amat menjanjikan dan diharapkan dapat berfungsi memberantas virus HIV.

Dalam penelitian di pusat riset City of Hope di California, tim medis di bawah pimpinan pakar virologi John Rossi mula-mula melakukan penelitian untuk mengatasi kanker kelenjar getah bening ini. Metode yang lazim digunakan untuk memberantas sel kankernya adalah dengan Chemoterapy dosis tinggi. Namun metode ini sama seperti obat-obatan anti kanker lainnya, juga menimbulkan dampak samping merugikan. Karena obatnya juga membunuh sel-sel sumsum tulang belakang yang amat penting bagi kehidupan.

Membangun Kekebalan terhadap HIV

Rusaknya sumsum tulang belakang berarti juga runtuhnya seluruh sistem pembangun sel darah. Karena itulah para dokter biasanya mengambil jaringan sel punca pembentuk sel darah sebelum pasien mendapat pengobatan chemoterapy. Sel punca ini diharapkan dapat membangun jaringan sumsum tulang belakang baru dan sistem pembentukan darah setelah pasiennya mendapat pengobatan chemoterapy.

Agar target dari pengobatannya tercapai, John Rossi dan tim risetnya melangkah lebih jauh lagi. Mereka hendak membuktikan bahwa dengan teknik rekayasa genetika, sistem pembentuk sel darah dan sumsum tulang belakang yang baru dicangkokan ke tubuh pasien, juga kebal terhadap virus HIV-AIDS. Atau juga tidak memberikan peluang atau kemungkinan bagi virus HIV untuk menginfeksi dan kemudian menghancurkan sel tubuh manusia tersebut.

John Rossi menggambarkan metodenya, “Kami menyisipkan informasi genetika tambahan pada sel punca darah. Sel punca yang direkayasa secara genetika itu diharapkan berpindah ke sumsum tulang belakang, dan secara bertahap membentuk berbagai sel pertahanan tubuh. Semua sel ini juga mengandung informasi genetika tambahan tsb. Dari uji coba di laboratorium dan pada binatang percobaan, kami mengetahui bahwa sel yang direkayasa secara genetika ini, memiliki resistensi tinggi terhadap infeksi HIV“

Menghancurkan Virus

Sebagai sarana transportasinya, Rossi menggunakan virus Lenti yang tidak berbahaya. Virus ini mengangkut kode genetika yang telah direkayasa ke dalam sel dan mendorong agar kode genetika baru itu menjadi bagian dari kode DNA sel. Yang disisipkan adalah kode genetika yang memproduksi potongan RNA fungsional. Potongan RNA ini terus menerus melakukan patroli dalam sel tubuh untuk mencari RNA pembawa pesan dari virus HIV.

Jika menemukan target yang dicari, RNA patroli itu langsung melekat pada unsur pembawa pesan virus HIV. Dengan itu, potongan RNA maupun keseluruhan virusnya ibaratnya sudah diberi tanda agar langsung dikirim ke bagian pemusnah sel. Artinya, virus HIV-nya langsung dihancurkan sebelum melakukan serangan terhadap sel yang sehat.

Terapi Tanpa Efek Samping

Sebuah kode genetika tambahan yang direkayasa oleh para peneliti, juga berfungsi untuk menjaga jangan sampai virus HIV-AIDS dapat menembus masuk ke dalam sel tubuh manusia. Dua tahun setelah para peneliti melakukan terapi genetika ini, jejak kode genetika tambahan yang disisipkan masih terlacak dalam sel pasien. Diperkirakan sel-sel yang mengandung kode genetika yang telah direkayasa juga mampu bertahan hidup dan memperbanyak diri di dalam tubuh pasien.

Laporan positif lainnya, baik setelah melakukan terapi genetika maupun beberapa bulan sesudahnya, tidak muncul reaksi atau dampak samping yang merugikan. Walaupun begitu, terapi genetika itu dilaporkan tidak memicu efek yang menguntungkan dalam memblokir proses perkembangan infeksi HIV. Akan tetapi para peneliti dari California itu juga menyatakan, tidak memperhitungkan keuntungan terapi itu bagi proses blokade infeksi HIV. Karena para peneliti hanya merekayasa sebagian kecil dari sel punca pembentuk sel darah tersebut.

Tidak Tertumpu pada Satu Cara Pengobatan

John Rossi menegaskan, proses perawatan penyakit AIDS tidak bolah hanya digantungkan pada terapi rekayasa genetika saja. Hal itu supaya tidak menimbulkan ancaman bahaya yang tidak perlu pada pasien. Metode yang digunakan adalah gabungan dari berbagai teknik kedokteran yang dewasa ini lazim digunakan memerangi HIV-AIDS, kata Rossi menambahkan.

Paling tidak dengan uji coba pertama pengobatan HIV-AIDS menggunakan rekayasa genetika, para peneliti dari pusat riset City of Hope di California itu hendak menunjukkan, bahwa sel punca pembentuk darah yang mengalami rekayasa, dalam jangka panjang tetap imun terhadap serangan virus HIV-AIDS. Namun belum diketahui, apakah sel yang mengalami rekayasa genetika itu juga dapat berfungsi serupa pada pasien yang tidak mendapat chemoterapy. Karena dengan chemoterapy dosis tinggi, fungsi pembentukan sel darah dan sumsum tulang belakang ibaratnya dinon-aktifkan.

Masih Perlu Dikembangkan

Para peneliti mengingatkan, metode pengobatan dengan rekayasa genetika sejauh ini belum merupakan pengganti dari metode pengobatan konvensional HIV-AIDS, berupa pemberian cocktail obat-obatan. Tentu saja berbagai riset dan inovasi dalam upaya memerangi atau jika bisa, menyembuhkan penyakit AIDS, tetap harus dihargai. Sebab data dari organisasi kesehatan dunia WHO dan UNAIDS yang amat memprihatinkan, sudah membunyikan tanda bahaya bagi semua umat manusia.

Selain itu, dampak dari krisis global juga semakin terasa terutama di benua Afrika kawasan selatan Sahara. Jika krisis berlanjut, perang melawan HIV-AIDS diperkirakan akan mengendor, karena warga lebih terfokus pada upaya mempertahankan kehidupan sehari-hari. Selain itu berita mencemaskan dari kawasan Eropa Timur, dimana prevalensi pengidap HIV-AIDS terus meningkat, terutama di kalangan pecandu narkoba pengguna jarum suntik, harus segera diantisipasi.

Virus HIV-AIDS memang akan tetap menjadi ancaman serius bagi kesehatan umat manusia di dekade mendatang, terutama di kawasan di mana ekonominya ringkih.

Martin Winkelheide/Agus Setiawan

Editor: Yuniman Farid