1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tangani Sampah di Lautan

Stephanie Höppner15 April 2013

Rata-rata kantung plastik digunakan hanya 25 menit. Tetapi untuk hancur dan terurai di alam dibutuhkan hingga 500 tahun. Di lautan, ini jadi masalah serius. Apa tindakan yang bisa diambil?

https://p.dw.com/p/18Ftk
Foto: Gavin Parson/Marine Photobank

Bagi banyak orang yang berwisata di tepi pantai, skenario ini tentu tidak asing lagi. Sesuatu menyentuh kaki, tetapi bukan ikan langka melainkan sobekan kantung plastik. Itu kebetulan saja? Tidak, kata para pakar. 100 hingga 150 ton sampah yang ditemukan di laut adalah sampah plastik. Jumlahnya terus bertambah, sekitar 6,5 juta ton per tahunnya. Menurut keterangan program lingkungan PBB, sekitar 13.000 partikel plastik bisa ditemukan di setiap kilometer persegi areal laut. Arus menyebarkannya ke seluruh dunia.

Dalam Konferensi Perlindungan Laut Internasional di Berlin beberapa waktu lalu sekitar 200 pakar mendiskusikan masalah ini. Jumat (12/04) Ikatan Lingkungan Hidup dan Perlindungan Alam Jerman (BUND) menyerahkan pernyataan bersama dari sejumlah organisasi perlindungan alam Eropa kepada Menteri Lingungan Hidup, Peter Altmaier.

Dengan moto "Meer ohne Plastik" (lautan tanpa plastik) mereka menuntut agar sampah di lautan Eropa dikurangi 50 persen hingga 2020. Masalah paling besar ditimbulkan kantung plastik dan bola-bola plastik berukuran kecil, yang sering terdapat pada produk untuk peeling seperti sabun mandi. Karena bola-bola itu begitu kecil hingga tidak tersaring instalasi pemurnian air.

Racun di Piring Makan

Bagaimana kantong plastik, botol dan pengemas lain sampai ke lautan? 80 persen sampah itu berasal dari daratan. Tempat penampungan sampah yang terbuka seperti di Inggris dan Belanda menyebabkan sampah bisa terbawa angin. Lewat sungai sampah kemudian sampai ke laut, kata Nadja Ziebarth, pakar perlindungan laut pada BUND, dalam wawancara dengan Deutsche Welle. Sektor perikanan juga menyebabkan sampah di laut, misalnya dengan membuang jaring yang sudah tidak dipakai ke lautan.

Dampaknya bagi penghuni laut dramatis. "Hewan laut tidak melihat sampah, sehingga bisa terperangkap dan mati," kata Ziebarth. Sampah berukuran kecil bisa termakan ikan dan menyebabkan kematian. Plastik di perut ikan juga mengandung racun sehingga juga bisa merugikan manusia jika termakan. "Racun bisa ditemukan di mana-mana pada jaringan ikan", kata Kim Detloff dari organisasi perlindungan lingkungan Jerman, Naturschutzbund (NABU).

Das Foto zeigt Nadja Ziebarth, Meeresschutz-Expertin vom BUND, 09.03.2008. Redaktion BUNDmagazin, Bund für Umwelt und Naturschutz Deutschland e.V. (BUND), Friends of the Earth Germany . Copyright: BUND
BUNDmagazin Nadja ZiebarthFoto: BUND

Langkah Perbaikan

Badan Perlindungan Lingkungan Jerman dan organisasi perlindungan lingkungan kini mengusulkan agar semua supermarket dan toko-toko tidak lagi memberikan kantung plastik secara gratis kepada konsumen. Itu sudah jadi kenyataan di banyak negara lain. Di negara, di mana daur ulang dan pengolahan sampah belum berkembang baik, kantung plastik harganya mahal atau dilarang sama sekali. Misalnya di Kenia dan Uganda. Di negara-negara Afrika Timur, seperti Ruanda dan Tansania, kantung plastik sudah tidak diperdagangkan sejak tujuh tahun lalu. Demikian halnya di Bangladesh dan Bhutan.

Sebagai perbandingan, menurut Badan Perlindungan Lingkungan Jerman, setiap orang rata-rata menggunakan 71 kantung plastik setahunnya, dan rata-rata di Eropa bahkan 198. Bagi organisasi perlindungan alam itu belum cukup. Desain produk sudah harus bersifat tak hanya sekali pakai atau setidaknya dapat diperbaiki. Sistem daur ulang dan pengolahan sampah juga harus diperbaiki.