1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Taliban Berhak Ikut Pemilu Presiden

2 November 2012

Komisi Pemilu Afghanistan menyatakan Taliban berhak ikut serta dalam pemilihan presiden tahun 2014. Keputusan yang dipandang para pakar sebagai pedang bermata dua di negara konflik tersebut.

https://p.dw.com/p/16bzx
Foto: picture-alliance/dpa

Pemilihan presiden Afghanistan berikutnya dijadwalkan digelar 5 April 2014. Pemilu yang dianggap banyak pengamat sebagai salah satu pemilu paling penting dalam sejarah Afghanistan karena menentukan arah bangsa menuju stabilitas atau terjerembab lebih dalam menuju kekacauan.

Hamid Karzai yang saat ini menjalani masa jabatan kedua sebagai presiden Afghanistan dilarang konstitusi untuk mencalonkan diri ketiga kalinya, dan hingga kini belum ada kandidat pengganti yang cukup populer.

Pemilu dapat merugikan masa depan Afghanistan seraya pasukan internasional pimpinan NATO siap mundur Juni 2014 setelah lebih dari satu dekade memerangi militan Islam di Afghanistan, terutama bekas penguasa Afghan, Taliban.

"Kami bahkan siap membuka jalan bagi oposisi bersenjata, baik itu Taliban maupun Hezb-e-Islami (dipimpin militan Gulbuddin Hekmatyar), untuk berpartisipasi dalam pemilu, baik sebagai pemberi suara ataupun kandidat," Fazil Ahmad Manawi, kepala Komisi Pemilu Independen Afghanistan (IEC) kepada media. "Tidak akan ada diskriminasi," tambahnya.

Taliban memboikot pemilu 2009 yang dimenangkan kembali oleh Presiden Karzai usai mengalahkan mantan Menteri Luar Negeri Abdullah Abdullah. Pemilu 2009 diwarnai dugaan kecurangan. Kelompok pengawas nasional dan internasional senada dalam mengkritik pemerintahan Karzai.

Upaya rekonsiliasi

Pakar Afghanistan Thomas Ruttig dalam perbincangannya dengan DW menjelaskan bahwa undangan bagi Taliban untuk berpartisipasi dalam pemilu bukanlah sesuatu yang baru dan tawaran yang sama juga diberikan tahun 2009 lalu. Taliban saat itu memilih untuk menolak tawaran. Ruttig berharap kali ini Taliban mau mempertimbangkannya.

"Saya harap Taliban menyadari bahwa tidak ada solusi militer bagi konflik Afghanistan."

Ruttig menambahkan bahwa Afghanistan tengah berada di tahap awal proses politik yang panjang dan melibatkan sejumlah pelaku dalam konflik, termasuk pemerintah Afghanistan, Amerika Serikat dan Taliban.

Sejumlah pasukan internasional pimpinan NATO akan tetap berada di Afghanistan setelah 2014
Sejumlah pasukan internasional pimpinan NATO akan tetap berada di Afghanistan setelah 2014Foto: picture-alliance/dpa

Pemerintah Afghanistan dan Amerika Serikat memulai upaya rekonsiliasi dengan Taliban secara terpisah tahun lalu namun masih belum membuahkan hasil hingga sekarang. Ruttig yakin pemerintah Afghan dan Amerika membutuhkan sebuah "strategi yang jelas" untuk memulai dialog perdamaian dengan kelompok-kelompok bersenjata di Afghanistan.

Abdul Hakim Bari dari redaksi Afghanistan DW mengungkapkan bahwa Taliban hanya diperbolehkan berpartisipasi dalam pemilu apabila mereka menyetujui sejumlah prinsip mendasar dari konstitusi Afghanistan yang menjamin perlindungan hak asasi manusia. Namun Taliban tidak mengakui konstitusi Afghanistan.

"Saya pikir pengumuman ini tidak akan banyak membantu Taliban masuk ke arus utama perpolitikan Afghanistan," ujar Bari. "Saya tidak optimis bahwa Taliban mau ikut serta dalam pemilu ataupun proses perdamaian."

Bari yakin bahwa meski sejumlah pimpinan Taliban secara individu dapat berpartisipasi dalam pemilu, sangatlah tidak mungkin bagi Taliban sebagai sebuah kelompok atau organisasi akan melakukan hal yang sama. Ia menilai kelompok militan tersebut kemungkinan besar memilih melanjutkan pemberontakan bersenjata mereka.