1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Taktik Pembunuhan ala Taliban

Gabriel Dominguez10 Agustus 2013

Menjelang kepergian pasukan internasional, kelompok Taliban makin aktif melakukan serangan dengan cara-cara yang semakin canggih dan mematikan.

https://p.dw.com/p/19Mwu
Foto: ARIF KARIMI/AFP/Getty Images

“Kami sedang berpatroli di provinsi bergolak Baghlan, saat tiba-tiba mendengar suara tembakan dari jalan sebelah. Kami tiarap, sebagaimana yang kami pelajari dalam latihan, dan tak butuh waktu lama bagi kami untuk membalas tembakan. Serangan itu berakhir tiba-tiba, secepat ketika itu dimulai. Bagaimanapun, para gerilyawan itu telah berbaur dengan orang yang lewat, membuat tidak mungkin bagi kami untuk membedakan mereka dari masyarakat sipil.”

Kesaksian Letnan Christian B., asal Jerman yang bertugas di Afghanistan sebagai bagian dari misi pasukan internasional, memberikan wawasan tentang salah satu taktik gaya gerilya yang dipakai Taliban: penyergapan. Para ahli percaya kemampuan adaptasi perang membuat para militan ini sangat berbahaya. ”Strategi mereka berkembang semakin brutal dan canggih,” kata Rolf Tophoven, direktur Institut Riset Terorisme dan Kebijakan Keamanan yang berbasis di Jerman.

Dan serangan mereka juga semakin mematikan, karena Taliban semakin menyasar warga sipil dalam upaya kembali meraih kontrol atas wilayah yang ditinggalkan oleh pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jumlah korban sipil di Afghanistan naik 23 persen selama enam bulan pertama 2013, dibanding tahun sebelumnya.

Laporan itu mengatakan bahwa kelompok pemberontak dipersalahkan atas 74 persen korban sipil. Sebagian besar korban adalah karena apa yang disebut alat peledak yang telah diimprovisasi (IEDs). Para ahli mengatakan bahwa bom buatan sendiri itu menjadi senjata utama Talilban saat berperang dengan pasukan keamanan Afghanistan dan internasional.

Faksi berbeda

Bagaimanapun, Taliban yang dalam bahasa Arab berarti “pelajar”, bukanlah kelompok perang yang homogen. Marvin Weinbaum, seorang ahli Afghanistan dari Institut Timur Tengah yang berbasis di Washington menjelaskan bahwa sebagian besar dari mereka adalah jaringan para pemberontak lokal yang beroperasi baik di Afghanistan maupun Pakistan, dengan menggunakan merek Taliban.

Ketika Amerika menginvasi Afghanistan pada 2001, Taliban terlempar dari kekuasaan. Beberapa diantara mereka tetap tinggal di negara itu, sementara lainnya pergi ke Pakistan, mendirikan Quetta Shura, yang beroperasi di bawah Mullah Omar. Kelompok lain dari Taliban Pakistan muncul dan kini terhubung secara longgar di bawah struktur organisasi Tehrik-e-Taliban Pakistan (TTP).

Meski kedua kelompok ini memiliki doktrin keagamaan yang sama, namun ada perbedaan diantara Taliban Afghanistan dengan Pakistan. Kelompok Afghanistan ingin menggulingkan pemerintahan Kabul, sementara grup Pakistan ingin menegakkan hukum Syariah di Pakistan.

“Jika Taliban Pakistan membantu pemberontakan di Afghanistan, maka Taliban Afghanistan menahan diri tidak menyerang Pakistan.“

Taliban tidak beropeeasi di bawah struktur komando yang sama dengan tentara bangsa. “Bukti menunjukkan bahwa kelompok pemberontak tidak punya kontrol organisasi yang ketat. Sebagian besar operasi dilakukan secara mandiri, dan direncanakan serta dieksekusi oleh para komandan lokal,“ tambah Weinbaum.

Penyesuaian taktik

Taliban telah menyesuaikan taktik perang mereka. ”Targetnya adalah instalasi militer dan polisi serta berbagai target lunak lainnya,“ kata Weinbaum.

Serangan itu didesain untuk mengkooptasi struktur otoritas lokal dan mengintimidasi warga desa. Para ekstrimis kini jarang menyerang posis-posisi yang dijaga ketat. Sebaliknya, mereka semakin banyak menggunakan penembak jitu, pembom bunuh diri serta bom-bom di jalan.

Para ahli percaya bahwa aspek kunci tentang bagaimana Taliban berperang adalah kemampuan mereka untuk mempelajari musuh-musuh mereka.

Dukungan lokal

Meski mereka didukung oleh kelompok militan dari Uzbekistan dan Chechnya, namun sebagian besar anggota Taliban dipercaya telah direkrut dari berbagai madrasah dan kamp-kamp pengungsi yang berada di perbatasan Afghanistan-Pakistan.

Serangan Taliban tidak terbatas pada serangan terhadap barat. Kelompok ini juga melancarkan berbagai serangan kepada siapapun atau apapun yang punya pandangan yang berbeda dengan mereka. Ini termasuk kantor-kantor pemerintah, mesjid, rumah sakit dan sekolah. Kasus terkenal adalah penembakan atas Malala Yousafzai, seorang remaja perempuan Pakistan yang ditembak Taliban karena memperjuangkan hak pendidikan bagi anak-anak perempuan.

Weinbaum percaya bahwa dukungan lokal, yang juga diperoleh dengan cara intimidasi dan paksaan fisik, adalah hal yang krusial dalam strategi Taliban, khususnya karena pemerintahan Kabul dianggap tidak sah oleh banyak warga Afghanistan.