1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Taiwan Präsident

16 Januari 2012

Ma Ying-Jiu memenangkan suara mayoritas dalam pemilihan presiden Taiwan dan bisa memasuki masa jabatan kedua. Komentar Matthias von Hein

https://p.dw.com/p/13kHq
Foto: Reuters

Rakyat Taiwan telah membuka jalan bagi Presiden Ma Ying-Jiu untuk memasuki masa jabatan kedua. Persaingan ketat dengan penantangnya Tsai Ying-Wen tidak terjadi. Kemenangan profesor berusia 61 tahun itu ditandai perbedaan 6% suara. Hasil itu tidak hanya dirayakan di markas besar partai Kuomintang yang berkuasa. Beijing dan Washington bernafas lega menyambut hasil pemilu Taiwan.

Pasalnya, tema besar pemilu masih tetap hubungan Taiwan dengan tetangganya di seberang selat, Republik Rakyat Cina. Ma adalah perlambang status quo, yang bercirikan negara berdaulat, tapi tanpa pernyataan kemerdekaan dari Cina, dan secara praktis tersisih dari semua majelis internasional. Karena begitulah tuntutan „Mempertahankan Kesatuan Negara“, sisa ideologi partai Komunis Cina yang kerap miris dikumandangkan.

Beijing tetap memandang Taiwan sebagai bagiannya. Itulah yang menjadi dasar perundangan Cina tahun 2005, yang mengatur persatuan kembali secara paksa, apabila Taiwan resmi mendeklarasikan kemerdekaan. Meski tak terucap, ribuan roket di dataran Cina diarahkan ke pulau Taiwan.

Taiwan berpotensi mendorong konfrontasi antara negara pelindungnya, Amerika Serikat dengan Cina. Di masa Washington tengah membutuhkan Beijing, bukan saja sebagai donatur, tetapi juga untuk mencari solusi krisis dengan Iran dan Korea Utara, tak mengherankan bahwa dukungan Gedung Putih adalah untuk presiden Taiwan yang lama, yang kini telah menang lagi.

Selama empat tahun pemerintahan Ma yang lalu, Taiwan menjalankan pendekatan kepada Cina yang tidak ada duanya. Hasilnya, tidak ada persatuan kembali, tidak ada kemerdekaan, dan juga tidak ADA kekerasan. Tak terhitung jumlah kesepakatan yang merevolusi hubungan kedua negara.

Perdagangan bilateral melejit, bagi Taiwan yang berpenduduk 23 orang naik menjadi 130 miliar dollar. Tujuh juta orang setiap tahunnya menyebrangi Selat Taiwan, dan belakangan ada 1000 mahasiswa RRC yang kuliah di Taiwan. Secara global, ekonomi Taiwan berada di peringkat ke-24.

Taiwan meraup keuntungan ekonomis dari kedekatannya dengan Cina, pun menjadi lebih tergantung pada negara itu. Sebaliknya, demokrasi di Taiwan juga mempengaruhi cara pandang di Cina. Misalnya, saat kelas menengah Cina berlibur ke Taiwan dan melihat penyelesaian konflik melalui perdebatan publik. Atau, menonton demonstrasi pendukung Falun Gong yang berlangsung tanpa gangguan. Atau sekedar menyimak independensi hukum di Taiwan, yang memenjarakan mantan Presiden Chen Shui-Bian setelah terbukti korup. Semua itu bisa mendorong rakyat Cina mempertanyakan kebijakan negaranya.

Singkatnya: model demokrasi di Taiwan mendorong kesadaran Beijing dan negara-negara lain yang mendengungkan nilai-nilai Asia, bahwa demokrasi bisa berfungsi dalam masyarakat Cina dan tidak bertentangan dengan keberhasilan ekonomi. Makna dari pemilihan Taiwan pada dasarnya, adalah bahwa sebuah pemilihan umum bisa terlaksana.

Deutsche Welle Zentrale Programmredaktion Matthias von Hein
Matthias von HeinFoto: DW

Komentar : Matthias von Hein
Alih Bahasa: Edith Koesoemawiria