1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Singapura Larang KRI Usman Harun

18 Februari 2014

Singapura, Selasa (18/2) melarang kapal perang Indonesia yang diberi nama dua marinir yang membom perkantoran negara itu saat konflik 1960an -- untuk berkomunikasi atau berlatih bersama angkatan bersenjata Singapura.

https://p.dw.com/p/1BAzl
Foto: Reuters

Menteri Pertahanan Ng Eng Hen mengatakan kapal itu akan dilarang masuk terkait konflik yang sedang terjadi menyusul keputusan memberi nama kapal frigate yang telah diperbaharui dengan nama dua marinir, Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said, yang dihukum mati di Singapura atas kasus pemboman perkantoran MacDonald di pusat kota pada Maret 1965.

Pemboman kala itu menewaskan tiga orang dan melukai 33 lainnya.

Serangan itu adalah bagian dari upaya Presiden Sukarno dalam konfrontasi melawan republik federasi Malaysia yang saat itu baru terbentuk, yang termasuk di dalamnya adalah Singapura.

Singapura tidak akan memperbolehkan kapal militer yang diberi nama Usman Harun ini untuk mengontak pelabuhan-pelabuhan serta basis angkatan laut kami,“ kata Ng di hadapan parlemen hari Selasa.

“Tidak akan dimungkinkan pula bagi Angkatan Bersenjata Singapura SAF sebagai pelindung bangsa ini untuk berlayar bersama atau mengadakan latihan bersama kapal ini.“

Dalam pidato yang emosional, Ng mengatakan bahwa kementerian pertahanan dan SAF “kecewa dan terkejut dengan langkah yang tidak bisa dijelaskan ini“.

“Bahkan tanpa niat buruk, bagaimana mungkin memberi nama kapal dengan dua pembom itu bisa membangun hubungan baik atau menambah rasa saling hormat diantara kedua negara,“ kata dia.

Tak ada kebencian

Menanggapi pelarangan itu, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan: "Kapal itu belum juga sampai, jadi buat apa ribut-ribut?“

“Lagipula, siapa yang bilang kapal ini akan dibawa ke Singapura?” kata dia kepada wartawan AFP melalui pesan SMS.

Dua marinir yang dijadikan nama kapal itu terlibat dalam serangan 1965, adalah anggota pasukan khusus angkatan laut Indonesia yakni Korps Komando Operasi atau KKO, yang kini bernama Korps Marinir, yang diperintahkan untuk menginfiltrasi Singapura.

Menteri Ng mengatakan kehadiran kapal Indonesia di laut lepas itu akan menjadi ”pengingat terus menerus atas agresi militer dan kejahatan mengerikan yang dilakukan angkatan laut Indonesia yang membunuh dan menciptakan kerusakan yang tidak bisa diperbaiki, atas kehidupan rakyat sipil yang tak berdosa dan keluarga mereka di Singapura“.

Bagaimanapun, ia menambahkan bahwa Singapura tidak akan “membesar-besarkan dan melompat ketakutan“ atas langkah Indonesia, dan ingin membangun kembali hubungan militer yang baik dengan negara tetangga terbesar mereka itu.

Dalam pernyataan terpisah di parlemen, Menteri Luar Negeri Singapura K. Shanmugam mengatakan bahwa negara kota itu telah mengirimkan nota protes resmi kepada Jakarta terkait isu ini.

Ia mengatakan Singapura akan memegang kata-kata Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa “bahwa tidak ada permusuhan dan tidak ada kebencian dan bahwa hal itu (penamaan kapal) adalah keputusan yang diambil pada tingkat profesional“.

ab/hp (afp,rtr,ap)