1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Siapa Yang Bisa Menjegal IS di Suriah?

Kersten Knipp28 Januari 2015

Dunia internasional sibuk mencari sekutu dalam perang melawan ISIS. Ketika oposisi Suriah, FSA, terbentur kedekatannya dengan kelompok Islamis, Kurdi malah menempatkan diri sebagai kekuatan moderat yang bisa dipercaya

https://p.dw.com/p/1DJf1
Peschmerga-Kämpfer nahe Mosul 15.04.2014
Foto: Reuters/Ahmed Jadallah

Tidak ada yang bermimpi bisa mengalahkan kelompok teror Islamic State cuma dengan mengandalkan serangan udara. Ketika gerilyawan garis keras itu bersembunyi di antara warga sipil, jet tempur dan pesawat nirawak cuma akan menimbulkan korban sipil.

Terlebih dengan tuntasnya misi di Afghanistan dan Irak, Amerika Serikat dan sekutu lamanya kehabisan modal politik untuk mengirimkan pasukan ke kawasan krisis. Di sinilah pasukan Kurdi, Peshmerga memainkan peranan penting.

Berkat kehadiran mereka, puluhan ribu kaum Yazidi masih bisa bernafas. Peshmerga tidak cuma menjaga proses evakuasi, mereka juga memberikan tempat perlindungan di wilayah yang dikuasainya, yakni di utara Irak.

Kerumitan di Suriah

Sebaliknya di Suriah situasinya lebih rumit. Setelah perang pemberontakan yang berlangsung selama tiga setengah tahun, kelompok oposisi terpecah ke dalam sederet fraksi bersenjata yang membawa kepentingan sendiri. Menurut perkiraan, lebih dari 1000 kelompok berperang melawan rejim Assad di Suriah.



Kerumitan tersebut diperparah dengan kebiasaan menggalang koalisi singkat di antara fraksi di Suriah. Belum lagi desertir yang berpindah kubu dengan berbagai macam alasan.

Mitra terpenting barat saat ini adalah Tentara Pembebasan Suriah atau FSA. Kelompok pemberontak bersenjata tertua di Suriah itu bekerjasama dengan "Front Islam" yang juga memerangi IS di Suriah.

Namun lantaran banyak pejuang FSA yang berganti haluan ke Nusra Front, AS selama ini menahan diri untuk mempersenjatai FSA.

Berharap pada Kurdi di Suriah

Sebab itu, AS dan Eropa lagi-lagi berpaling pada kelompok bersenjata Kurdi, "Satuan Pertahanan Rakyat" alias YPG di Suriah. Mereka adalah sayap militer Partai Uni Demokratik, yang berafiliasi dengan Partai Buruh Kurdi, PKK, di Turki.

Perkara terbesar pada YPG adalah kedekatannya dengan PKK. Organisasi sayap kiri itu oleh Turki, Eropa dan AS telah dideklarasikan sebagai organisasi teror. Terlebih buat Arab Saudi, YPG yang berhaluan sekuler dan marxistis dinilai bersebrangan secara ideologi.

Solusinya adalah normalisasi hubungan Turki dan Kurdi. Sejak beberapa bulan terakhir PKK rajin melakukan dialog langsung dengan pemerintah di Ankara. PKK juga sudah mendeklarasikan perjuangan tanpa senjata awal 2013 silam.

PKK kini tidak lagi menuntut kemerdekaan, melainkan "otonomi demokratis" dari Turki. Selain itu Ankara juga menjamin kebebasan suku Kurdi untuk menjalankan dan merawat kebudayaannya. Sesuatu yang mustahil terwujud sepuluh tahun silam.