1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan Balik Koalisi Prabowo

Hendra Pasuhuk8 Oktober 2014

Kubu Prabowo yang kalah dalam pemilu presiden berusaha membalas dendam dengan berbagai jurus di parlemen. Mereka ingin menggagalkan agenda presiden terpilih Joko Widodo.

https://p.dw.com/p/1DRW8
Foto: Reuters

Para elit Koalisi Prabowo seperti sedang terluka dan berusaha melakukan pukulan balik terhadap Joko Widodo alias Jokowi, bekas anak pinggir kali yang memenangkan pemilu presiden di Indonesia Juli lalu.

Jokowi memang mengalami kenaikan bak meteor di langit politik Indonesia, yang akhirnya mengantar dia menuju kursi presiden, sebagai pemimpin pertama yang muncul dari luar kalangan elit militer atau oligarki politik yang menguasai panggung politik Indonesia sejak mundurnya Suharto tahun 1998.

Mantan eksportir mebel itu berhasil mengalahkan pesaing politiknya, mantan jendral Prabowo Subianto, dengan citra seorang politisi pilihan rakyat, yang tengah bertarung melawan pesaing yang punya banyak uang.

Ketika Mahkamah Konstitusi bulan Agustus lalu menolak gugatan kubu Prabowo terhadap hasil pemilu presiden, banyak yang berharap pertarungan politik bisa berakhir, dan jajaran politisi lama akan digantikan oleh wajah-wajah baru, yang menjanjikan pemerintahan bersih dari korupsi.

Manuver menghapuskan pemilu langsung

Ternyata, kenyataannya jauh dari itu. Kubu Prabowo melakukan berbagai manuver untuk melakukan serangan balik dan mendominasi pemilihan ketua parlemen. Langkah ini membangkitkan kekhawatiran banyak pihak tentang masa depan sistem demokrasi di negara demokrasi ketiga terbesar dunia itu.

Indonesien Prabowo Subianto und Aburizal Bakri 14.07.2014
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images

Para pengamat menerangkan, Koalisi Prabowo tidak hanya bermaksud memblokir agenda politik Jokowi. Mereka punya agenda yang jauh lebih sinis, yaitu mengubah konstitusi dan menghapuskan pemilihan presiden langsung dan kembali ke sistem pemilu masa orde baru.

"Ini langkah mundur bagi demokrasi Indonesia", kata Alexius Jemadu, Dekan Jurussan Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Pelita Harapan dekat Jakarta.

Koalisi Prabowo memang menguasai lebih dari setengah kursi di parlemen, sedangkan partai-partai pendukung Jokowi hanya punya lebih sepertiga kursi. Bulan lalu, Koalisi Prabowo berhasil menggolkan UU Pilkada di parlemen yang menghapus sistem pilkada langsung.

Ini dianggap sebagai cara mereka membendung munculnya tokoh-tokoh populer dari kalangan rakyat, seperti Joko Widodo.

Mendominasi parlemen

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian membatalkan UU itu dengan mengeluarkan Perpu yang kembali pada sistem pilkada langsung. Tapi parlemen dalam beberapa bulan bisa menggagalkan Perpu itu.

Langkah terbaru Koalisi Prabowo adalah mencoba mendominasi pemilihan Ketua MPR, lembaga yang punya mandat melakukan perubahan konstitusi dan mengganti sistem pemilu presiden.

Masa-masa kritis

Sebagian pengamat berpendapat, Koalisi Prabowo juga sedang menyusun langkah untuk menggagalkan pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden tanggal 20 Oktober mendatang.

Beberapa minggu ke depan akan menjadi masa-masa menentukan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

"Ini masa-masa kritis bagi Indonesia, yang sebenarnya harus menemukan cara keluar dari kekalutan politik, sebab itu adalah yang terkahir yang kami inginkan", kata Keith Lovreard, seorang konsultan bisnis dari Concord Consulting di Jakarta.

hp/rn (afp)