1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sengketa Kepulauan antara Cina-Jepang Memanas

Ruth Kirchner/Esther Felden14 September 2012

Cina mengirim enam kapal patroli ke Kepulauan Diaoyu atau Senkaku yang dipersengketakan dengan Jepang. Kedua negara berkeras mengklaim kepulauan yang kaya minyak dan gas bumi itu.

https://p.dw.com/p/169EZ
(Foto: ap)
Foto: AP

Setiap hari terjadi hal serupa. Puluhan demonstran meneriakkan jargon anti Jepang di depan kedutaan Jepang di Beijing dan di depan kediaman duta besar Jepang di Cina. “Kepulauan Diaoyu milik kami,“ kata mereka. Atau “Runtuhkan imperialisme Jepang.“

Aparat keamanan yang biasanya langsung membubarkan kerumunan demonstrasi di ibukota, membiarkan aksi para demonstran dan malah membuat zona media untuk para wartawan.

"Jepang yang kerdil harus meninggalkan Kepulauan Daioyu. Kita harus cepat menyatakan perang," kata seorang demonstran.

Tentu permintaan demonstran itu tidak langsung dipenuhi pemerintah. Namun Beijing mengirimkan kapal patroli ke kepulauan tak berpenghuni itu. Seluruhnya enam kapal memasuki perairan teritorial Jepang, Jumat (14/09).

Menurut Cina, pemicu pengiriman kapal pertolinya adalah keputusan pemerintah di Tokyo, yang dinilai ilegal, untuk membeli tiga pulau di kepulauan yang jadi silang sengketa itu.

“Poin yang menentukan adalah, menurut pandanagan Cina, Jepang telah melanggar kedaulatannya. Jepang membeli tanah yang bukan haknya,“ kata Markus Tidten, pengamat politik dari Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Politik Berlin.

"Kami harap Jepang membatalkan kembali keputusan keliru itu dan menghentikan semua aktivitasnya yang mencederai kedaulatan Cina, " kata jurubicara kementerian luar negeri Cina Hong Lei.

Dalam kesempatan yang sama, Hong Lei mengatakan Cina akan melakukan tindakan jika pemerintah Jepang terus bersikukuh pada keputusannya. Tapi Hong Lei tidak menyebutkan apa tindakan itu.

Konflik Aktual Berakar Sejarah

Sengketa kepemilikan Kepulauan Diaoyu dalam bahasa Mandarin atau Senkaku dalam bahasa Jepang. terkait sumber daya alam dan sejarah. Pada tahun 1885, Jepang mengambil alih kepulauan itu. Sementara Beijing mengklaim bahwa Kepulauan Diaoyu merupakan bagian wilayah Cina sejak Dinasti Ming (1368-1644). Kepulauan itu didokumentasikan dalam peta dan buku.

Demonstrasi anti Jepang di Hongkong memprotes sengketa Kepulauan Daioyu atau Senkaku. (Foto: ap)
Demonstrasi anti Jepang di Hongkong memprotes sengketa Kepulauan Daioyu atau Senkaku.Foto: dapd

“Peta bisa menjadi indikasi, tapi tentu itu juga tergantung apakah peta ini juga diakui oleh pihak lain,” ujar Prof. Stefan Talmon, pakar hukum internasional Universitas Bonn. Agar peta itu berfungsi sebagai bukti, peta itu harus bisa diakses semua orang dan dikenal oleh pihak lain.

Dua Milyar Yen untuk Beberapa Tebing Hijau

Pemerintah Jepang membeli tiga dari empat pulau itu dari pemilik swasta saat ini yang juga orang Jepang. Harga seluruhnya dua milyar Yen (sekitar 243 trilyun rupiah).

Harga itu dinilai luar biasa mahal untuk gugusan tebing yang timbul di tengah Laut Cina Timur. “Pada tahun 1970an diketahui bahwa perairan di sekitar kepulauan itu mengandung cadangan gas dan minyak bumi,” kata Markus Tidten. Sumber daya alam yang bernilai tinggi itu tentu menarik minat Beijing dan Tokyo.

Solusi konflik berkepanjangan ini masih belum terbayangkan. Satu-satunya kemungkinan adalah mengajukannya ke mahkamah internasional. “Kedua pihak bisa membuktikannya dengan arsip dan barang bukti lainnya, bahwa gugusan kepulauan itu termasuk wilayah kedaulatan mereka," ujarnya.

Berdasarkan hukum internasional, mahkamah bisa memutuskan, milik siapa kepulauan itu.“ Tapi kasus itu punya sandungan. Menurut Talmon, mahkamah internasional hanya bisa memproses kasus itu jika mendapatkan persetujuan dari kedua pihak yang bersengketa. Tapi persetujuan atau pengajuan dari Jepang dan Cina diperkirakan tidak akan terjadi.