1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

SBY Minta Australia Klarifikasi Laporan Wikileaks

1 Agustus 2014

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Australia mengklarifikasi laporan yang dirilis Wikileaks. Situs besutan Julian Assange itu menyebut Yudhoyono dan Megawati terlibat kasus korupsi pencetakan uang di Australia.

https://p.dw.com/p/1CnFL
Abbott mit Yudhoyono in Jakarta 30.09.2013
PM Australia, Tony Abott saat berkunjung ke Jakarta, September 2013Foto: Reuters

Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mendesak Australia agar mengklarifikasi tudingan terhadapnya dan Megawati Soekarnoputri yang muncul di situs Wikileaks ihwal dugaan korupsi.

Dalam laporan 29 Juli lalu, Wikileaks menyebut mahkamah agung Australia melarang pemberitaan kasus dugaan korupsi percetakan negara tahun 1999 silam.

Selain nama Yudhoyono dan Megawati, skandal seputar otoritas perbankan dan perusahaan percetakan uang negara itu melibatkan 17 nama pejabat tinggi di Malaysia dan Vietnam. Tudingan berpusara pada upaya Bank Sentral Australia (RBA) mengamankan kontrak percetakan uang untuk negara-negara tersebut.

Di Masa Pemerintahan Habibie

Dalam jumpa pers di kediamannya di Cikeas, Bogor, Kamis (31/07), Presiden Yudhoyono mengatakan informasi yang dirilis Wikileaks itu telah merugikan namanya. "Saya meminta Australia segera mengeluarkan pernyataan jelas agar nama Megawati dan nama saya tidak tercemar," katanya.

Yudhoyono juga mengatakan Australia tidak sepantasnya berdiam diri atas informasi Wikileaks agar tidak mengundang spekulasi dan kecurigaan yang tidak perlu.

Pendiri Wikileaks, Julian Assange menyebut perintah mahkamah agung itu adalah "yang terparah dalam ingatan" dan membodohi publik Australia.

Yudhoyono sendiri mengklaim Bank Indonesia sebagai pihak yang memiliki otoritas, memerintahkan pencetakan 550 juta lembar uang pecahan Rp. 100.000, tahun 1999 lalu. Presiden Indonesia saat itu adalah B.J. Habibie.

Tidak jelas dalam kapasitas apa Megawati dan Yudhoyono terlibat dalam kasus tersebut.

Reaksi Kedubes Australia

Kedutaan Besar Australia di Jakarta mengeluarkan pernyataan, perintah mahkamah agung dikeluarkan untuk melindungi pejabat terkait dari spekulasi.

"Penyebutan nama-nama tokoh tersebut dalam perintah itu tidak mengimplikasikan kesalahan pada pihak mereka. " catat Kedubes Australia dalam pernyataan persnya.

"Pemerintah Australia menekankan bahwa Presiden dan mantan Presiden Indonesia bukan pihak yang terlibat dalam proses pengadilan Securency."

rzn/hp (dpa,rtr)