1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sabuk Logam, Teknologi Murah untuk Rumah Tahan Gempa

Lars Bevanger3 Maret 2014

Sebuah teknologi murah dan mudah diimplementasikan mampu mencegah jatuhnya korban akibat gempa bumi dan membuat rumah tetap aman ditinggali pasca bencana. Cukup kencangkan ikat pinggang.

https://p.dw.com/p/1BISp
Foto: University of Sheffield

Ribuan nyawa bisa diselamatkan setiap tahun apabila bangunan dibuat tahan gempa. Namun baru sedikit negara berkembang yang memiliki akses terhadap teknologi rumit yang kerap mahal yang dibutuhkan untuk membuat bangunan anti-gempa.

Kini sebuah tim dari Universitas Sheffield di Inggris mengaplikasikan teknik baru yang tengah diujicobakan pada sebuah bangunan yang diberi tekanan serupa dengan gempa bumi yang menggoncang Haiti tahun 2010 lalu – dan tidak runtuh.

Mengikatkan sabuk logam pada kolom beton sebuah bangunan mencegah keretakan material dan runtuhnya bangunan meski mendapatkan tekanan sepanjang tes.

“Cara kerjanya sangat menyerupai sabuk atlet angkat besi. Semuanya dikompresi sehingga mengurangi tekanan pada kolom beton,” jelas Profesor Kypros Pilakoutas, yang mengepalai tim di Sheffield.

Bak sabuk atlet angkat besi: "Semuanya dikompresi sehingga mengurangi tekanan."
Bak sabuk atlet angkat besi: "Semuanya dikompresi sehingga mengurangi tekanan."Foto: University of Sheffield

Tetap aman pasca gempa

Uji coba yang dipublikasikan Journal of Earthquake Engineering, melibatkan sebuah simulasi gempa bumi. Struktur beton yang dilindungi sabuk logam tetap bergoyang, namun tidak pernah runtuh.

"Metode kami tidak hanya membuat bangunan kembali stabil dengan cepat, tapi juga meningkatkan kemampuan bangunan untuk melakukan deformasi, sehingga tidak lebih rentan terhadap gempa susulan," katanya.

Membuat rumah yang rusak atau runtuh sebagian kembali aman pasca bencana akan memungkinkan warga untuk lebih cepat kembali menghuni rumah.

Hanya dua orang yang dibutuhkan untuk memasang sejumlah sabuk logam dalam waktu beberapa jam, dan para periset di Sheffield memperkirakan biaya yang dibutuhkan per rumah sekitar 250 Euro.

Profesor Kypros Pilakoutas (kiri) dan kandidat PhD Reyes Garcia dengan sampel sabuk logam
Profesor Kypros Pilakoutas (kiri) dan kandidat PhD Reyes Garcia dengan sampel sabuk logamFoto: Lars Bevanger

Masalah negara berkembang

Gempa bumi besar terakhir melanda provinsi kepulauan Bohol di Filipina bulan Oktober 2013. Lebih dari 200 orang tewas dan 900 lainnya terluka.

"Penyebab utama kematian adalah tertimpa runtuhan bangunan," ungkap Christine Casser, seorang sukarelawati yang dikirim ke Bohol oleh Disaster Aid UK.

Wilayah yang rentan gempa bumi di negara maju, seperti Tokyo dan Kalifornia, telah menanamkan investasi besar dalam melindungi bangunan baru dan tua dari aktivitas seismik.

Sebaliknya, negara-negara berkembang kerap tidak siap menghadapi gempa bumi terutama karena dua alasan: kurangnya dana dan kecenderungan untuk lupa terlalu cepat.

"Kami masih melihat beberapa bangunan yang rusak di Kota Meksiko. Namun warga sudah lupa betapa rentannya gedung-gedung ini," papar Reyes Garcia, seorang kandidat PhD dari Meksiko yang turut membantu Profesor Pilakoutas di Universitas Sheffield. Kota Meksiko dihantam gempa berkekuatan 8,1 skala Richter tahun 1985. Gempa ini menewaskan lebih dari 10 ribu orang.

"Kami tidak sadar kalau kami berada dalam zona seismik, kalau kami akan terkena gempa bumi dan kalau bencana semacam ini pasti akan terjadi entah kapan dalam masa hidup kami," pungkas Garcia.