1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Saatnya menghentikan Diving"

3 Januari 2014

Maraknya diving alias berpura-pura jatuh membuat pelatih-pelatih Eropa kehabisan sabar. Menyusul sejumlah insiden di Liga Primer Inggris dan Liga Champions Eropa, FIFA didesak untuk segera bertindak.

https://p.dw.com/p/1Aktk
Kartu merah buat striker Hannover Mamme Diouf usai melakukan diving dalam laga versus HoffenheimFoto: Imago

Diving alias menjatuhkan diri dengan sengaja sering membuat penonton dan pelatih geregetan. Betapa tidak, aksi tersebut sering mengecoh wasit yang kemudian memberikan keuntungan cuma-cuma, seperti penalti atau kartu merah buat pemain lawan.

Diving pun dianggap masalah pelik yang perlahan menggerogoti sepakbola.

Pelatih Everton FC, Roberto Martinez misalnya mendesak FIFA mengakhiri tindakan yang menurut Presiden Sepp Blatter sebagai aksi "yang sangat tidak adil dan absurd." Martinez menilai tanggungjawab terbesar berada di tangan pelatih dan klub.

Budaya "Diving adalah kesalahan kita sendiri," kata pelatih 40 tahun itu. "Tindakan semacam itu semakin marak sejak beberapa musim terakhir. Adalah tugas kita untuk menghentikannya."

Mourinho pun Malu

Contoh termutakhir muncul dalam laga di Liga Primer Inggris antara Chelsea versus Southhampton. Saat itu gelandang Brasil, Oscar menyodorkan kakinya ke arah kiper yang sedang berlari dan terbang beberapa meter seakan telah terjadi pelanggaran. Beruntung wasit melihat jeli dan mengganjar sang pemain dengan kartu kuning.

Biasanya pelatih jarang mengritik pemain dalam kasus diving, terlebih Jose Mourinho, pelatih Chelsea yang sering terlibat adu mulut dengan wasit itu. Tapi kali ini pun Mourinho terkesan malu atas upaya Oscar mencuri penalti, "ia sebenarnya punya kesempatan mencetak gol," kata pelatih Portugal itu. Sebaliknya Oscar memilih menjatuhkan diri.

Martinez mendesak, wasit membutuhkan "simpati" dalam kasus-kasus pelik ketika mereka harus membuat keputusan yang penting dalam waktu cepat. "Sulit untuk membuat keputusan besar karena banyak pemain sering menjatuhkan diri dengan sengaja," tuturnya.

Bergantung pada Wasit

Contoh serupa terjadi di Bundesliga ketika wasit Tobias Stieler mengganjar striker Hannover, Mame Diouf dengan dua kartu kuning. Sang penyerang berupaya memprovokasi tendangan penalti ketika berlaga melawan Hoffenheim.

Sebaliknya wasit menjadi kambing hitam dalam laga antara Barcelona versus Chelsea di Semi Final Liga Champions Eropa, 2009 silam. Saat itu Wasit Norwegia Henning Övrebö melewatkan tindakan bek Barcelona, Gerard Piqué yang menahan tembakan dengan tangan di depan gawang sendiri. Sang wasit juga menolak memberikan penalti buat Chelsea ketika Didier Drogba dijatuhkan di kotak penalti.

Övrebö lantas mengakui kesalahan fatal di hadapan funsgionaris FIFA. Pelatih Chelsea, Guus Hiddink menyebutnya sebagai wasit "terburuk sepanjang karir saya."

Diving "membuat keputusan wasit menjadi lebih sulit," kata Martinez. "Kita harus menyadari, wasit tidak akan memberikan keputusan jika ia tidak yakin sepenuhnya." Martinez yang malang melintang di Liga Primer Inggris sejak 1995 itu pun menuding pemain-pemain saat ini berupaya "membeli keputusan" dengan berpura-pura.

Presiden FIFA, Sepp Blatter bereaksi dengan mendesak wasit menggunakan kewenangannya untuk menghukum pemain-pemain yang kedapatan menjatuhkan diri. "Mengakhiri tindakan curang seperti itu adalah soal rasa hormat terhadap lawan dan pendukung, serta rasa hormat pemain kepada diri sendiri sebagai seorang profesional dan panutan," tulisnya dalam kolom mingguan FIFA.

rzn/ap (sid,ap,fifa)