1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rupiah Anjlok, Investor Cari Dolar

Hendra Pasuhuk16 Desember 2014

Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang AS US$ makin terpuruk, mencapai nilai terendah sejak krisis moneter 1998. Dolar AS terus menguat di pasaran global, Rubel Rusia terjun bebas.

https://p.dw.com/p/1E5Ua
Foto: Reuters

Mata uang dolar AS kembali menguat di pasaran Asia dan mencatat rekor terbaru di Rusia dan Indonesia. Di Indonesia, nilai tukar Rupiah makin medekati Rp. 13.000 per dolar AS. Inilah nilai tukar terendah Rupiah terhadap dolar sejak krisis moneter tahun 1998.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, rupiah terus anjlok karena menguatnya dolar terhadap semua mata uang dunia.

"Situasinya sama seperti pertengahan tahun kemarin, saat muncul isu tapering the Fed (Bank Sentral AS). Kita akan susun langkah-langkah yang akan dilakukan bersama Bank Indonesia," kata Bambang hari Selasa (15/12).

Tapi Menteri Keuangan tidak menerangkan langkah apa saja yang akan disiapkan.

"Kalau masalah tindakan melakukan intervensi, itu hanya BI yang bisa melakukannya. Kita lihat bagaimana ke depan dan akan terus berkoordinasi," katanya.

Bambang menambahkan, bukan hanya mata uang Rupiah yang anjlok.

"Yang terjadi saat ini, Rusia mata uangnya kolaps. Itu berpengaruh terhadap kita. Karena Rusia itu kan juga dianggap negara berkembang seperti kita, " ujarnya.

Investor kejar dolar

Mata uang dolar memang terus menguat beberapa minggu terakhir, karena para investor berharap Bank Sentral AS, The Fed, akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat dan mengakhiri program stimulasi pasar uang.

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil di Jakarta menerangkan: "Karena ekonomi AS membaik, dolar kembali ke AS. Juga antisipasi pertemuan the Fed.”

Rupiah bukan satu-satunya mata uang yang mengalami tekanan. Dalam satu tahun terkahir, kurs Rupiah tercatat turun 4,9 persen, sedangkan nilai tukar Ringgit Malaysia misalnya, sudah turun 7,2 persen.

Situasi paling drastis dihadapi Rusia, yang juga terkena sanksi ekonomi karena konflik di Ukraina. Selama setahun terakhir, nilai tukar Rubel anjlok sampai 45 persen. Bank Sentral Rusia hari Selasa terpaksa menaikkan suku bunga dari 10,5 menjadi 17 persen untuk menahan larinya modal ke luar negeri. Perekonomian Rusia juga terancam karena harga minyak terus turun.

Euro bertahan

Nilai tukar mata uang Eropa Euro hari Selasa mampu bertahan dan sedikit menguat, dari 1.2446 ,menjadi 1.2435 per satu dolar.

Bank Sentral AS, The Fed, melakukan pertemuan dua hari mulai Selasa ini untuk menentukan kebijakan selanjutnya. Sebagian besar pengamat mengharapkan, Fed akan mengumumkan kenaikan suku bunga, setelah beberapa lama menerapkan tingkat suku bunga sangat rendah mendekati 0 persen. Sekalipun Presiden Bank Sentral Janet Yellen beberapa kali mengatakan, masih tetap akan mempertahankan politik suku bunga rendah "untuk beberapa waktu ke depan".

Ekonom Stan Shamu dari IG Markets menerangkan, investor masih menunggu sinyal dari Cina, yang belum mencanangkan program stimulasi ekonomi seperti yang sudah-sudah.

"Beberapa pihak berharap pada Cina setelah data-data pertumbuhan yang mengecewakan, mereka berharap ada program stimulasi ekonomi, tapi sejauh ini belum tampak. Jadi kekhawatiran investor makin besar", katanya.

hp/rn (rtr,afp,dpa)