1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Thailand tak mampu memprotes Myanmar untuk menghentikan pengungsi Rohingya

5 Desember 2013

Kondisi pengungsi Rohingya membuat dunia prhatin. Namun apa sebabnya sampai Thailand tak mampu memprotes Myanmar untuk menghentikan arus pengungsi?

https://p.dw.com/p/1ATZi
Foto: Reuters

Untuk menghindari penyiksaan, ribuan muslim Rohingya pergi mengungsi ke Thailand. Investigasi yang dilakukan oleh Reuters melaporkan pemerintah Thailand telah memindahkan para pengungsi tersebut dari pusat-pusat penahanan imigrasi (IDC) dan menyerahkan mereka pada jaringan pedagang manusia. Pengungsi Rohingnya tersebut kemudian dibawa ke kamp-kamp yang terletak di bagian selatan Thailand berdekatan dengan perbatasan Malaysia.

Para pengungsi harus tinggal disana sampai sanak saudara mereka mau membayar biaya tebusan senilai antara 115 sampai 1.550 dollar Amerika. “Harganya bervariasi tergantung pada kemampuan mereka“ kata seorang pelaku perdagangan manusia, yang tak mau disebutkan namanya. Para pengungsi Rohingya yang tak mampu membayar uang tebusan akan berakhir di sebagai penjaga atau tukang masak di kamp-kamp tersebut, kata Chris Lewa, direktur Arakan Project, grup pembela pengungsi Rohingya di Thailand.

Sebab Pengungsian Muslim Rohingya

Rohingnya adalah warga Muslim yang berasal dari Myanmar dan Bangladesh. Warga ini biasanya tak mempunyai kewarganegaraan dan dipandang sebagai pengungsi ilegal. Tahun 2012 lalu, terjadi dua peristiwa kekerasan antara golongan Rohingya dan mayoritas umat Budha di Rakhine State yang ada di bagian barat Myanmar. Kekerasan ini telah mengakibatkan setidak-tidaknya 192 orang mati dan membuat sekitar 140.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Setelah kekerasan ini terjadi warga muslim Rohingya berbondong-bondong pergi meninggalkan Myanmar melalui jalur laut. Robertson, wakil direktur organisasi hak asasi manusia mengatakan “Mereka adalah orang-orang yang hilang“. Pengungsi Rohingya laki-laki, perempuan dan anak-anak pergi menyebrangi teluk Bengal menumpangi kapal penangkap ikan atau kapal barang.

Negara tujuan mereka adalah Malaysia, dimana sekitar 31.000 orang warga Rohingya telah hidup disana. Kantor berita Reuters menulis, pada bulan Juli dalam perjalanan menuju Malaysia para pengungsi ini dicegat oleh angkatan laut Thailand yang bekerjasama dengan para penyelundup untuk mendapatkan uang dari para pengungsi tersebut.

Pengungsi Rohingya di Thailand
Foto: AP

Para pengusi tersebut kemudian ditempatkan ke IDC di Sadao. Karena jumlahnya yang terlalu banyak, pemerintah Thailand akhirnya memindahkan para pengungsi tersebut ke sejumlah IDC lain yang ada di Thailand. Jumlah pengungsi Rohingya di Thailand mencapai 1700 orang. Hal ini akhirnya membuat pemerintah Thailand menetapkan tenggat waktu deportasi.

Kepentingan Bisnis Thailand

Pemerintah Thailand melakukan pembicaraan dengan pemerintah Myanmyar terkait tata cara deportasi . Sayangnya pembicaraan tersebut menemui jalan buntu. Pemerintah Mynamar menolak mengambil alih tanggungjawab terhadap para pengungsi Rohingya di Thailand. Karena menganggap para pengungsi tersebut sebagai imigran illegal Bangladesh.

Seorang pejabat senior Thailand yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, Thailand tak mampu melakukan protes dan mendesak pemerintah Myanmar untuk memperbaiki kondisi hidup muslim Rohingya dan menghentikan arus pengungsi, sebab pemerintah Thailand takut hal tersebut akan merusak hubungan diplomasi antara Thailand dan Myanmar. Serta bisa membahayakan akses perusahaan- perusahaan Thailand yang ingin berinvestasi ke Myanmar. Pemerintah Thailand juga tak bisa menahan, mengadili dan menahan para pengungsi Rohingya dengan tuduhan pelangaran aturan imigrasi Thailand karena jumlah mereka yang terlalu banyak.

Pengungsi Rohingya Menghilang

“Tak akan ada tempat di sel tahanan kami“ kata Maj-Gen Chatchawal, seorang polisi Thailand. Permasalahan pengungsi Rohingya yang semakin rumit membuat pemerintah Thailand Oktober lalu akhirnya memberlakukan sebuah kebijakan rahasia, yakni pendeportasian para pengungsi kembali ke Myanmar. Sebuah kebijakan yang akhirnya berujung pada tindakan penjualan para pengungsi Rohingnya kepada jaringan pedagang manusia.

Tanda-tanda perubahan terkait kebijikan politik pengungsi Rohingya muncul 13 September lalu ketika Polisi Lt. Gen. Panu Kerdlarppol, pemimpin kantor imigrasi Thailand bertemu dengan sejumlah pejabat instansi Thailand lainnnya di pulau Koh Samui untuk membahas masalah pengungsi Rohingya. Usai melakukan pertemuan, Kerdlarppol mengumumkan bahwa pihak imigrasi akan mengambil pertanyataan dari para pengungsi Rohingya terkait kesediaan mereka untuk dideportasi. Pemerintah Thailand akan menunggu reaksi mereka dan akan mengatur deportasi bagi mereka yang menyatakan mau dideportasi.

Menurut badan keamanan nasional Thailand, awal Oktober lalu jumlah pengungsi Rohingya mencapai 2.058 orang . Mereka ditahan di 14 IDC diseluruh Thailand. Sebulan setelahnya, beberapa organisasi kemanusiaan mengatakan jumlah mereka telah jauh berkurang dan hanya tinggal 600 orang. Departemen imigrasi Thailand mengatakan awal Desember jumlah mereka hanya tinggal 154 orang. Pengungsi Rohingya menghilang dengan sangat cepat dari pusat-pusat penahanan Thailand tanpa seorangpun tahu dimana mereka berada.

asb/rn (rtr, ape)