1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rivalitas Maut AirAsia dan Lion Air

Rizki Nugraha2 Januari 2015

Persaingan antara pemilik Air Asia, Tony Fernandes dan Rusdi Kirana dari Lion Air terbentur realita pahit di lapangan. Kelangkaan personil dan infrastruktur ujung-ujungnya ikut beperan pada situasi keamanan penerbangan.

https://p.dw.com/p/1EE81
Foto: picture-alliance/dpa/BARBARA WALTON

Pada titik tertentu, "ego selalu berperan besar dalam bisnis penerbangan," kata Brendan Sobie, seorang analis pasar kepada Financial Times. Kalimatnya itu diarahkan pada dua sosok yang merevolusi industri penerbangan murah di Asia Tenggara, Tony Fernandes dengan Air Asia dan Rusdi Kirana yang menunggangi Lion Air.

Kedua CEO tidak pernah berusaha menutupi rivalitas yang terus berkembang seiring dengan melejitnya Lion Air dan Air Asia. "Saya kira, Lion Air mengunyah lebih banyak dari yang bisa mereka telan," kata Fernandes mengomentari ekspansi Rusdi dengan pembelian ratusan pesawat Airbus dan Boeing pada 2013 silam.

Pemilik Lion Air itu sebaliknya membalas, "Tony selalu mengira ia penyedia layanan penerbangan murah terbesar. Tapi saya katakan itu tidak benar. Ketika mereka menangguhkan pemesanan (pesawat), kami malah membeli banyak," ujar Rusdi Kirana.

Dua yang Berbeda

Fernandes dan Kirana adalah dua pribadi yang terpaut jauh.

Tony yang berasal dari keluarga kelas menengah Malaysia menempuh pendidikan dasar di sekolah ekspatriat Inggris di Kuala Lumpur. Ia pun melanjutkan pendidikan tingginya di Inggris dan kemudian mengawali karirnya di industri penerbangan sebagai pegawai menengah di maskapai Virgin Atlantic.

Ia juga bukan figur yang pemalu. Tony misalnya gemar bermandikan sorotan publik dan aktif berceloteh di media sosial. Sebagai pemilik klub sepakbola liga utama Inggris, Queens Park Rangers, Tony pun jarang absen dalam pesta kelas atas di London atau Kuala Lumpur.

Ketika pesawat Air Asia QZ8501 dilaporkan menghilang di langit Indonesia, Tony bergegas menemui keluarga korban di Surabaya dan sabar menjawab hujan pertanyaan dari wartawan.

Berawal dari Mesin Ketik

Rusdi Kirana sebaliknya pribadi yang cenderung tertutup. Ia jarang memberikan wawancara atau aktif di media sosial.

AirAsia Airbus 320-200 vermisst 29.12.2014
Direktur Utama Air Asia, Tony FernandesFoto: Reuters/Beawiharta

Awal karirnya juga tidak mentereng. Bersama saudara laki-lakinya Kusnan, ia bertahan hidup dengan menjual mesin ketik buatan Amerika 'Brother'. Awalnya mereka membangun sebuah perusahaan biro perjalanan bersama, lalu kemudian mendirikan maskapai penerbangan dengan modal satu pesawat jet pada Juni 2000.

Persaingan Tony dan Rusdi, atau lebih tegasnya antara Air Asia dan Lion Air, menjadi wajah bisnis penerbangan, Low Cost Carrier di Asia Tenggara. Ekspansi besar-besaran yang dibarengi penghematan buat mengoptimalkan keuntungan adalah jurus yang dirapal oleh kedua maskapai.

Ini adalah industri di mana keuntungan bersih berbanding tipis dengan pengeluaran. Hidup mati sebuah maskapai sering bergantung dari dinamika pasar dan sejumlah faktor eksternal seperti harga minyak dunia atau kecelakaan pesawat.

Lion Air berbuat banyak untuk memangkas pangsa pasar Air Asia, terutama di Malaysia. Bersama Malindo Air, Rusdi kini terus menguntit ketat di belakang Air Asia. Selama setahun terakhir, Malindo menghujani pasar dengan tiket yang lebih murah ketimbang pesaing terbesarnya itu.

"Di enam bulan pertama, angka yang mereka cetak luar biasa. Tapi mereka tiba di satu titik di mana mereka harus mencatat keuntungan dan tidak lagi cuma fokus pada volume penumpang," kata Shukor Yusof, analis penerbangan dari Standard and Poor's Capital IQ kepada Financial Times.

Ambisi Terbentur Realita

Geliat kedua maskapai bukan tanpa sisi gelap. Ekspansi yang digenjor Rusdi dan Tony tidak dibarengi dengan ketersediaan pilot dan fasilitas perawatan yang memadai. "Ini adalah satu-satunya wilayah di dunia, di mana pesawat yang dipesan sama banyaknya dengan yang berada dalam perawatan, ungkap Brendan Sobie.

Produsen pesawat AS, Boeing, tahun lalu menelurkan laporan mengenai prespektif bisnis di kawasan. "Dalam 20 tahun kedepan, kelangkaan pilot terbesar akan tercipta di kawasan Asia Pasifik yang membutuhkan 216.000 pilot baru."

Ego kadang tidak mengenal batas. Tapi di Asia Tenggara, Tony Fernandes dan Rusdi Kirana harus mengakui betapa ambisi mereka terbentur realita, berupa infrastruktur dan tenaga kerja yang tidak memadai.

Karena selain kedua pengusaha kelas kakap itu, "tidak ada yang pernah mengira bisnis penerbangan murah akan mendominasi pasar secepat ini," kata Yusof.


rzn/hp (dpa,rtr,ft,ap,nytimes)

Fluggesellschaft Lion Air Indonesien
Pemilik Lion Air, Rusdi Kirana (ki)Foto: Reuters