1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Riset dan Ilmu Pengetahuan Indonesia Masih Tertinggal

Hendra Pasuhuk27 Mei 2015

Ilmu pengetahuan merupakan dasar penting bagi sebuah negara. Tokoh-tokoh pergerakan seperti Soekarno, Hatta dan Sutan Sjahrir adalah kaum pemikir dan terpelajar. Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain.

https://p.dw.com/p/1FWYN
Jusuf Habibie Global Media Forum 2012
Foto: DW/K.Danetzki

Mantan Presiden Indonesia BJ Habibie mengatakan, jumlah ilmuwan di Indonesia masih jauh dari memadai untuk bisa mengembangkan kapasitas sumber daya manusia yang bisa menjadi ujung tombak pembangunan. Hal itu disampaikan Habibie dalam pertemuan dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), di kediamannya kawasan Patra Kuningan Jakarta, hari Minggu (24/05).

Menurut Habibie, peningkatan keterampilan sumber daya manusia yang menghasilkan keunggulan bangsa, adalah salah satu fungsi AIPI yang memiliki dasar hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1990. Akademi ini wadah ilmuwan guna memberikan pendapat dan pertimbangan terkait iptek kepada pemerintah.

Habibie mengatakan, AIPI saat ini baru beranggotakan 70 ilmuwan. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat dengan 150 juta penduduk, punya 2000-an anggota di Akademi Ilmu Pengetahuannya.

"Saya minta 13 Oktober mendatang jumlah anggota AIPI bisa 1.000 orang, tetapi tetap memperhatikan kualitas," ujarnya. Tanggal 13 Oktober adalah puncak perayaan ulang tahun ke-25 AIPI.

Dalam acara jamuan makan malam itu, BJ Habibie bersama dua profesor lain, yaitu Prof Fuad Hasan (alm), Prof Samaun Samadikun (alm), dikukuhkan sebagai pendiri AIPI.

Masih tertinggal jauh

Selama kurun waktu 1996-2010, Indonesia hanya berada di peringkat ke-64 dunia dalam jumlah artikel ilmiah yang terbit di jurnal internasional. Hal itu disampaikan ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Sangkot Marzuki dalam sebuah acara di Jakarta hari Senin (25/05).

Ia selanjutnya mengatakan, pada usianya yang ke-25 tahun, AIPI menginisiasi sejumlah program yang diharapkan bisa menggiatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya ilmiah. Menurut Sangkot, selama ini perhatian bangsa Indonesia terlalu tercurah pada isu-isu ekonomi dan politik yang dirasa lebih genting.

Padahal, ilmu pengetahuan menjadi dasar bagi kemajuan bangsa, terutama untuk menjamin tersedianya sumber daya manusia berkualitas unggul untuk berkreasi dan menghasilkan produk inovatif.

AIPI juga mendorong pembentukan sebuah akademi bagi para ilmuwan muda. Ilmuwan muda perlu terus dibina agar meneruskan budaya keilmuan. "Kami juga meminta ilmuwan muda menyusun agenda sains hingga tahun 2045," kata Sangkot.

Belanja riset rendah

Salah satu masalah utama adalah belanja riset yang masih rendah. Menurut data 2013, total belanja penelitian dan pengembangan (litbang) pada tingkat nasional hanya 0,09 persen dari produk domestik bruto (PDB). Indonesia masih kalah jauh dari Malaysia, yang total belanja litbangnya mencapai 0,6 persen dari PDB.

Untuk itu, kata Sangkot Marzuki, AIPI mengusulkan pembentukan Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Science Fund/ISF). Badan ini bisa menyediakan pendanaan kompetitif bagi ilmuwan dan insinyur Indonesia untuk melakukan penelitian kelas dunia dan selanjutnya mendukung daya saing bangsa.

Acara itu dihadiri akademi-akademi ilmu pengetahuan luar negeri yang bekerja sama dengan AIPI, antara lain dari Amerika Serikat, Belanda, dan Australia. Sekretaris Jenderal AIPI Budi Suyitno mengatakan, AIPI tidak boleh hanya menjadi mitra kerja sama internasional, tetapi juga harus bisa berkontribusi bagi kemajuan global.

hp/vlz (kompas, tempo, antaranews)