1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Regionalisasi" Games Online

11 Februari 2014

Kini semakin banyak perusahaan yang mengadaptasi video games online agar sesuai dengan kebiasaan para gamer di Asia Tenggara. Mulai dari bahasa, budaya, hingga gadget yang digunakan.

https://p.dw.com/p/1B6fh
Foto: picture-alliance/ dpa

Terjemahan teks, alih suara dialog dan pakaian para karakter video games adalah pekerjaan yang paling umum dalam upaya "regionalisasi" games oleh perusahaan yang ingin menarik keuntungan lebih di kawasan yang pasar games-nya tengah booming dan di waktu bersamaan menjaga kesetiaan pelanggan.

Regionalisasi games semakin kuat di Asia Tenggara. Di sini 85 juta gamer bersedia mengeluarkan uang hingga 661 juta Dolas AS tahun lalu hanya untuk games online. Demikian hasil penelitian perusahaan Niko Partners. Mereka memperkirakan angka tersebut akan terus bertambah hingga 1,2 milyar Dolar AS di tahun 2017.

Booming regionalisasi games

"Pertumbuhannya luar biasa," kata David Ng, pimpinan perusahaan games Gumi Asia Pte yang bermarkas di Singapura. "Ini yang menyebabkan boomingnya bisnis regionalisasi, karena semakin banyak orang yang sadar bahwa usaha ini menguntungkan."

Contohnya game Puzzle Trooper. Pada awalnya game ini ditujukan bagi gamer barat. Di Asia, karakter game yang mirip pegulat Hulk Hogan diubah penampilannya menjadi seperti tokoh komik manga.

"Saat kami mulai menguji cobanya di Asia Tenggara, kami sadar bahwa para gamer tidak begitu menyukai gaya barat tersebut. Jadi kami menguji game yang sama dengan tampilan gaya Jepang dan responnya sangat bagus," jelas Ng.

Indonesia pasar sulit

Tapi Asia Tenggara bukan kawasan yang homogen. Gamer di Thailand dan Vietnam suka karakter berpakaian gaya Cina, sementara di Filipina tetap suka gaya barat seperti tokoh orisinil Puzzle Trooper, tambah Ng. "Indonesia pasar yang sulit," ujarnya. "Ada kaum muslim, Cina, Kristen. Sulit untuk menyatukan pasar yang begitu bervariasi."

Jo-Mei Berliner Entwickler von Computerspielen
Regionalisasi games jadi tantangan para pengembangFoto: DW

20 juta gamer Indonesia menghabiskan 88,1 juta Dolar AS untuk games online di tahun 2012. Hampir 26 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya, demikian Niko Partners. "Masa depan regionalisasi game di Asia Tenggara akan ditentukan oleh pasar Indonesia," kata Harry Inaba direktur perusahaan regionalisasi Synthesis APAC.

Tantangan dengan Android

Untuk memenuhi pasar video games di Asia Tenggara, tidak hanya masalah bahasa dan budaya saja yang harus diperhatikan. Menurut Ng dari Gumi Asia Pte, kawasan Asia Tenggara yang didominasi sistem operasi Android ini menjadi tantangan bagi para pengembang games. Setidaknya ada sembilan sistem Android dan ribuan alat tujuan dengan ukuran layar dan kemapuan grafik yang berbeda. Bandingkan dengan alat buatan Apple yang mayoritas menggunakan iOS 7 atau versi sebelumnya.

Lambatnya sambungan internet di sebagian wilayah Asia Tenggara menghambat pengembang games untuk menggunakan grafik dan animasi dengan kualitas tinggi. Jadi para pengembang cenderung memanfaatkan teknologi pixel dari ponsel-ponsel lama yang hanya membutuhkan rentang frekuensi (bandwidth) yang lebih rendah.

vlz/ab (rtr, ap)