1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Raja Coklat Menang Pemilu Ukraina

cp/ap (rtr, afp, ap)25 Mei 2014

Miliarder Petro Poroshenko menang pemilihan presiden Ukraina dengan perolehan suara mayoritas, menurut hitung cepat, menutup diperlukannya pemilu putaran kedua yang rencananya digelar bulan depan.

https://p.dw.com/p/1C6fq
Foto: Reuters

Dua hasil quick count atau penghitungan cepat memperlihatkan perolehan suara bagi Poroshenko - seorang pebisnis dengan pengalaman panjang dalam pemerintahan - sebesar 55,9 hingga 57,3 persen, jauh mengungguli mantan perdana menteri Yulia Tymoshenko yang hanya mengantongi suara sebesar 12 persen. Apabila hasil sementara ini terkonfirmasi hari Senin (26/5), pemilu putaran kedua tidak perlu digelar 15 Juni mendatang.

Warga Ukraina yang tercekik kekisruhan politik dalam enam bulan terakhir berharap presiden baru mereka dapat mengangkat negeri berpenduduk 45 juta jiwa itu keluar dari ancaman kebangkrutan, terpecah belah dan perang sipil.

Namun tantangan terbesar yang menghadang Poroshenko, bisa jadi dari pasukan separatis pro-Rusia di bagian timur Ukraina - yang hari Minggu (25/5) melarang warga memilih di wilayah industri Donbass dan mengubah Donetsk menjadi kota hantu.

Papan hasil pemilu di pusat informasi bagi pers di Kiev
Papan hasil pemilu di pusat informasi bagi pers di KievFoto: DW/R. Goncharenko

Rusia masih bisa menekan

Poroshenko yang berusia 48 tahun telah menjanjikan ikatan ekonomi dan politik yang lebih erat dengan negara-negara barat. Namun ia juga harus memperbaiki hubungan Ukraina dengan Rusia, yang menyuplai sebagian besar kebutuhan gas alam dan menjadi pasar terbesar ekspor Ukraina.

Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menyebut bagian timur Ukraina sebagai 'Rusia Baru' bulan lalu, hari Sabtu (24/5) mengatakan dirinya akan "menghormati" pilihan warga Ukraina dan bekerjasama dengan pemerintahan baru, seraya mengumumkan penarikan puluhan ribu tentara Rusia dari wilayah perbatasan.

Dalam sebuah forum ekonomi, Putin mengakui bahwa sanksi Amerika Serikat dan Uni Eropa terkait Ukraina telah melukai perekonomian Rusia.

Namun absennya lebih dari 15 persen pemilih pada pemilu Ukraina kali ini dapat memberi alasan cukup bagi Moskow untuk memicu keraguan atas legitimasi Poroshenko dan lanjut menekan presiden baru di Kiev.

Pembawa obor harapan

Poroshenko bukan wajah baru dalam perpolitikan Ukraina. Ia menjabat menteri di bawah Presiden Viktor Yanukovich dan juga dalam pemerintahan sebelumnya yang dipimpin pesaing Yanukovich. Rentetan pengalaman memberinya reputasi sebagai seorang pragmatis yang mampu menjembatani perbedaan antara suporter dan penentang Moskow.

Warga Ukraina berharap hasil voting dapat membantu Ukraina karena Moskow tidak dapat dengan cepat mendiskreditkan seorang pemimpin yang terpilih atas mandat yang solid.

Kandidat presiden Yulia Tymoshenko saat berbicara kepada para pendukungnya
Kandidat presiden Yulia Tymoshenko saat berbicara kepada para pendukungnyaFoto: Reuters

Amerika Serikat dan Uni Eropa memandang pemilu Ukraina sebagai langkah menentukan untuk mengakhiri konfrontasi terburuk dengan Moskow sejak Perang Dingin.

"Pelanggaran hak asasi saya"

Sejumlah warga Ukrainia di bagian timur negeri, yang berusaha memberikan suara, mengeluhkan bahwa hak demokratis mereka telah dilanggar.

Bahkan tentara Ukraina yang dikirim untuk mengembalikan otoritas pemerintah di wilayah timur mengatakan mereka tidak mempunyai tempat untuk memilih.

"Atasan kami berjanji bahwa kami dapat memberikan suara di sini tapi nyatanya tidak. Ini jelas pelanggaran hak asasi saya. Sungguh konyol. Saya berada di sini untuk mengamankan pemilu, tapi saya saja tidak bisa memilih," keluh Ivan Satsuk, seorang tentara dari Kiev yang dikirim untuk menjaga blokade jalan dekat pelabuhan di Mariupol.

cp/ap (rtr, afp, ap)