1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ahok Dilantik Oleh Jokowi

19 November 2014

Setelah melewati perdebatan panjang di DPRD, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akhirnya resmi dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta. Acara pelantikan oleh Presiden Jokowi belangsung di Istana Negara.

https://p.dw.com/p/1Dpby
Foto: AFP/Getty Images/ B. Ismoyo

"Saya berjanji memenuhi kewajiban saya sebagai Gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, dan memegang teguh UUD NKRI 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturan dengan sebaik-baiknya dan selurus-lurusnya," kata Ahok mengucapkan sumpah jabatannya dihadapan Presiden Jokowi hari Rabu (19/11).

Acara pelantikan di Istana Negara dihadiri oleh sejumlah pejabat dan tokoh-tokoh politik, antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, dan Wakil Ketua MPR, Oesman Sapta Odang.

Usai pelantikan, Ahok menyebut peristiwa itu sebagai keajaiban dunia. "Ini keajaiban dunia, dua tahun kita dilantik bersama. Sekarang malah Bapak Jokowi yang lantik," kata Ahok.

Ia selanjutnya mengatakan, tugas utamanya sebagai gubernur adalah menjaga pilar demokrasi.

Acara pelantikan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta juga dihadiri oleh istrinya Veronica Tan dan ibunda Budiarti Ningsih.

Berulangkali diprotes

Rencana pelantikan Ahok sebagai Gubernur Jakarta berulangkali diprotes oleh kalangan-kalangan Islamis, terutama oleh Front Pembela Islam (FPI), yang memilih seorang gubernur tandingan. Mereka menilai, Ahok tidak layak memimpin Jakarta karena tidak beragama Islam.

Ahok adalah etnis Tionghoa pertama pasca Orde Baru yang menjadi Gubernur Jakarta, setelah Henk Ngantung memimpin Jakarta 1964-1965. Karena gaya bicaranya yang ceplas-ceplos, Ahok sering menjadi sorotan media.

Minggu yang lalu, di hadapan sidang Rapat Kerja Dareah Majelis Ulama Indonesia (MUI) ia meminta maaf jika ada tutur katanya yang dianggap kasar. "Saya mohon maaf kalau sikap saya terlalu kasar," kata Ahok beberapa kali.

Etnis Tionghoa selama era Orde Baru di bawah Suharto mengalami diskriminasi di bidang politik. Berbagai undang-undang yang diskriminatif kemudian dihapuskan oleh Presiden Jusuf Habibie dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Abdurrahman Wahid tahun 2002 menjadikan Tahun Baru Imlek sebagai Hari Raya Nasional.

hp/vlz (dpa, afp)