1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perubahan Iklim Semakin Mengancam Laut Great Barrier Reef

18 Agustus 2009

Pemerintah Australia gagal menggolkan salah satu rancangan undang-undang perlindungan iklim mereka ke parlemen. Padahal dampak perubahan iklim sudah terasa. Misalnya kerusakan Taman Wisata Laut Great Barrier Reef.

https://p.dw.com/p/JDbW
Kenaikan temperatur mengancam kelestarian Taman Laut Terumbu Karang Great Barrier Reef, di Queensland, AustraliaFoto: AP

Pemerintah Australia merencanakan pengurangan emisi gas rumah kaca di negaranya secara fleksibel, antara 5 hingga 25% sampai tahun 2020, tergantung dari hasil kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim yang akan digelar akhir tahun ini di Kopenhagen, Denmark. Apabila dalam konferensi itu, para kepala negara dan pemerintahan menyepakati pembatasan emisi yang lebih tinggi, maka Australia juga akan meningkatkan batas penurunan kadar emisinya. Namun bila konferensi itu gagal mecapai kesepakatan, maka Australia akan tetap pada target penurunan emisi karbon 5 persen.

Seharusnya undang-undang itu sudah diselesaikan sebelum digelarnya konferensi iklim tersebut. Namun kini harus dinegosiasikan lagi hingga akhir tahun. Perdana menteri Australia Kevin Rudd menyatakan kekecewaannya: „Ini merupakan hari yang sangat mengecewakan bagi Australia.“

Padahal saat ini di Australia, dampak dari perubahan iklim amat terasa. Kenaikan temperatur misalnya, telah mengakibatkan kerusakan terumbu karang Great Barrier Reef yang selama ini terkenal keindahannya. Para ilmuwan Inggris memperhitungkan kerugian yang dialami Australia akibat kepunahan terumbu karang di Great Barrier Reef. Angka kerugiannya diperkirakan melebihi 30 milyar euro, papar Judy Steward dari yayasan Great Barrier Reef:

„Digunakan metode baru, untuk menghitung nilai kerugian di Great Barrier Reef dan hasil keseluruhannya lebih dari 51 milyar dollar Australia. Dari kematian terumbu karangnya sendiri saja akibat perubahan iklim, menyebabkan kerugian hampir 38 milyar dollar Australia, yang merupakan 75% nilai keseluruhan Great Barrier Reef.“

Kerugian terutama bakal menghantam sektor pariwisata, ujar Daniel Gschwing dari bagian industri pariwisata negara bagian Queensland. Karena selama ini terumbu karang itulah yang merupakan daya tarik bagi turis asing melancong ke Australia.

„Kajian ini menegaskan bahwa kualitas terumbu karang, daya tarik kegiatan menyelam dan snorkling merupakan nilai terpenting bagi para wisatawan yang datang ke Queensland pada khususnya dan Australia pada umumnya. Great Barrier Reef tidak hanya besar artinya bagi ekologi melainkan bagi roda perekonomian wilayah kami.“

Oleh sebab itu, para aktivis lingkungan menyerukan para politisi di negara itu untuk tidak menunda-nunda undang-undang perlindungan iklim. Bila tidak, akan terjadi dampak yang dramatis, juga bagi perekonomian Australia, kata Don Henry, direktur Yayasaan Konservasi Australia:

“Bagi saya, satu hal yang luput dari perdebatan politisi itu adalah kenyataan bahwa ekonomi kita terancam, bila kita tidak menghentikan perubahan iklim. Bila dipertanyakan tentang badai taufan dan banjir bandang yang terjadi di masa lalu, maka segera kita mengatakan : tidak ingin hal itu terjadi lagi. Begitu pula dengan Great Barrier Reef. Kajian ini harusnya membunyikan peringatan berapa banyak uang, berapa banyak lapangan pekerjaan yang juga hilang, bila terumbu karang ini punah.”

Australia merupakan salah satu negara pencemar lingkungan terbesar akibat industri batu baranya. Delapan puluh persen energi di Australia dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batu bara.

Musch Borowska / Ayu Purwaningsih

Editor : Agus Setiawan