1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

160910 Kambodscha Sanitäranlagen Latrinen Wasser

20 September 2010

Penjualan langsung jamban yang tinggal dipasang bagian-bagiannya dan tidak disubsidi, ke kampung-kampung. Desain jamban yang diberi nama Easy Latrine ini juga memenangkan penghargaan internasional.

https://p.dw.com/p/PHaV
Cordell JacksFoto: DW

Menjual jamban ke daerah pedesaan kamboja. Kedengarannya tidak sesuai dengan intuisi. Bagaimanapun juga, mayoritas rakyat di pedesaan ada di garis kemiskinan atau mendekatinya. Untuk alasan itu, pendekatan standar, yang logis sekalipun, dari NGO dan organisasi seperti Bank Pembangunan Asia adalah menyediakan jamban yang disubsidi.

Tapi Cordell Jacks, warga Kanada yang menjalankan program air dan sanitasi pada NGO bernama IDE Kamboja mengatakan, organisasinya lebih memilih untuk menggunakan apa yang ia sebut 'pemasaran sanitasi'. “Dengan pemasaran sanitasi sama sekali tidak ada subsidi, nol. Masalah dalam subsidi adalah, subsidi menciptakan lingkaran ketergantungan yang mengandung racun. Jika satu keluarga mendapat jamban yang disubsidi, maka semua kelaurga di desa itu akan meminta jamban yang disubsidi. Ini tidak menciptakan kesempatan bisnis yang bagus bagi pengusaha.”

Sanitasi Buruk, Tingkat Kematian Tinggi

Kamboja betul-betul membutuhkan perbaikan kualitas sanitasi dan kesehatan di kawasan pedesaan. Kebanyakan warga menggunakan halaman sekitar rumah mereka sebagai tempat buang air besar. Cara yang tak pelak lagi mengundang penyakit dan merupakan salah satu alasan tingkat kematian di negara itu termasuk yang paling tinggi di Asia. Lima tahun lalu, hanya 16% penduduk di daerah pedalaman yang memiliki akses terhadap jamban.

Cordell Jacks mengatakan, tim di organsiasi tempat ia bekerja, IDE, mengawali langkah dengan mendesain ulang bentuk kakus yang standar. Mereka membuatnya dari tiga cincin beton yang dimasukkan dalam lubang sedalam enam kaki untuk berfungsi sebagai bak penampungan, sebuah lempengan beton ditempatkan di atasnya dan sebuah jamban. Setelah dua tahun, isi bak penampungan bisa dijadikan kompos.

Desain ulang membuat pemasangan jamban menjadi lebih mudah dan pembuatannya lebih murah. Ini barangkali alasan mengapa mereka menamakannya ‘Easy Latrine', kurang lebih artinya 'jamban mudah'.

Desain Terbaik

Easy latrine didesain oleh Jeff Chapin atas permintaan IDE. Desain jamban sederhana ini juga memikat para juri IDEA award 2010 yang menobatkannya seabgai salah satu desain terbaik. Penghargaan Desain Unggul Internasional, IDEA, merupakan kompetisi tahunan yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Desainer Industri Amerika.

Para juri menyukai pemikiran jernih di balik semua aspek desain jamban mudah ini. Menurut para juri, sebagai pembuat desain, Chapin dan timnya mengerti bagaimana membawa sebuah ide ke masyarakat, bagaimana produk akan dibuat dan bagaimana dapat dipertahankan.

Bagian yang cerdik, dimana istilah pemasaran muncul, adalah melatih produsen semen lokal di enam distrik untuk membuat jamban baru yang diberi nama Easy Latrine. Selain itu, mengerahkan para perodusen untuk mengangkut jamban dengan truk guna ditawarkan langsung ke kampung-kampung.

Biaya Lebih Rendah

Sebelumnya, warga kampung yang tertarik ingin membangun wc, harus pergi ke kota terdekat dengan daftar barang yang dibutuhkan, membawanya kembali dan menyewa tukang batu untuk memasangnya. Rumit dan mahal. Total biaya peamsangan satu jamban bisa mencapai 2 juta Rupiah. Tidak heran jika banyak warga desa yang peduli agar bisa memiliki wc sendiri.

Easy Latrine yang hanya menghabiskan biaya 35 dolar, sekitar 350 ribu rupiah, membuatnya relatif mudah dijual. Pengusaha mengantongi keuntungan antara 5 sampai 10 dolar, sementara warga menikmati kesehatan yang lebih baik.

Jacks Cordell menjelaskan bagaimana metode baru dijalankan, “Produsen jamban akan memenuhi truk-truk mereka dengan jamban-jamban ini, lalu pergi ke desa-desa, memasarkan dan memberi penyuluhan tentang sanitasi dan kebersihan yang baik. Dan mereka juga menjual jamban dari rumah ke rumah atau dalam pertemuan warga desa.”

Easy Latrine diluncurkan bulan Desember 2009 dan sudah terjual hampir 6.000 buah. Jacks mengatakan, kunci pemasarannya adalah menginformasikan pada warga, berapa banyak sanitasi yang buruk merugikan mereka setiap tahun, dalam hal obat-obatan dan kehilangan hari kerja. Laporan Bank Dunia dari tahun 2008 memperkirakan kerugiannya sekitar 10,5 juta Rupiah per keluarga.

Target yang ingin dicapai tahun 2025 adalah 100% penggunaan jamban di daerah pedesaan kamboja. Pemerintah mendukung pendekatan yang dilakukan organisasi IDE, dimana warga berusaha memiliki jamban, tanpa subsidi. Namun, Dr. Chea Samnang, yang mengepalai bagian kesehatan pedesaan di Kementrian Pembangunan Daerah Pedalaman, mengingatkan, sampai target itu dapat dicapai, ada dua juta rumah tangga lainnya yang membutuhkan jamban, dan tidak semuanya bisa membayar dari kocek sendiri.

Karena itulah, warga yang paling miskin, yang tidak bisa membeli jamban 35 dolar Easy Latrine, akan mendapat bantuan untuk membangun jamban dry-pit latrine. Biaya yang dibutuhkan sekitar 10 kali lebih murah, berkisar tiga puluh ribu rupiah.

Robert Carmichael/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid