1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perang Iringi Dialog Damai Sudan Selatan

3 Januari 2014

Pertikaian bersenjata yang berkecamuk di kota Bor mewarnai jalannya negosiasi damai Sudan Selatan di Ethiopia. Kota tersebut bernilai strategis terhadap kelangsungan perang saudara di negara yang baru seumur jagung itu

https://p.dw.com/p/1Akmu
Konflikt im Südsudan Regierungssoldaten 02.01.2014
Foto: Samir Bol/AFP/Getty Images

Ketika perundingan damai antara dua pihak bertikai tengah berlangsung di ibukota Ethiopia, Addis Abeba, pertempuran masih berkecamuk di Sudan Selatan. Serdadu pemerintah dikabarkan tengah giat melancarkan serangan untuk merebut kembali kota Bor dari cengkraman pemberontak.

Sementara itu delegasi perundingan dari pemerintahan Presiden Salva Kiir dan pemimpin pemberontak Riek Machaar bertemu di sebuah hotel mewah di negeri jiran. Dialog tersebut disiasati oleh dunia internasional buat mengakhiri konflik berdarah yang telah berlangsung selama tiga pekan.

Kementrian Luar Negeri Ethiopia mengonfirkmasikan jalannya perundingan. "Kami terlibat dalam dialog untuk menjamin keamanan rakyat Sudan Selatan kendati pemberontak tidak menaati gencatan senjata," kata seorang pejabat pemerintahan di Juba, Kamis (2/1). Kendati begitu, kedua belah pihak belum akan bertemu langsung hingga selambatnya akhir pekan.

Pertempuran di Bor

Pertikaian bersenjata di kota Bor diawali dengan serbuan serdadu pemerintah. Kota Bor yang cuma berjarak 190 kilometer di utara Juba dianggap sebagai kunci perundingan. Tentara pemberontak pimpinan Machaar awal pekan merebut kota tersebut guna memperbaiki posisi tawarnya selama perundingan.

Bor adalah pintu masuk menuju wilayah Jonglei yang kaya minyak. Selain itu kota berpenduduk 77.000 jiwa itu didominasi oleh suku Dinka. Suku tersebut antara lain beranggotakan Presiden Salva Kiir. Sang presiden menuding Machaar berusaha menunggangi aktivitas produksi minyak di utara Sudan Selatan untuk membiayai pemberontakannya.

Tentara pemberontak sejauh ini memang menguasai negara bagian Jonglei dan Unity yang kaya minyak. Sebaliknya pemerintah menguasai tujuh negara bagian lain. Pasukan pemerintah diyakini lebih unggul dalam hal suplai senjata dan dukungan internasional.

Sebab itu kota Bor menjadi rebutan kedua kelompok yang bertikai.

Latar Belakang Konflik

Apa yang berawal sebagai gejolak di dalam tubuh Partai Gerakan Pembebasan Rakyat (PLM),yaitu konflik antara Presiden Kiir dan wakilnya Machaar, tidak lama kemudian menjelma menjadi perseteruan dua suku terbesar. Pertempuran antara suku Dinka dan Nuer itu bahkan nyaris berujung pada pembersihan etnis - seperti yang mengancam penduduk kota Bor saat ini.

Perserikatan Bangsa-bangsa bereaksi dengan mengirimkan 5000 serdadu helm biru yang bakal memperkuat 7500 pasukan yang sudah ada saat ini. Namun misi PBB itu mengalami pukulan, setelah kepala misi, Hilde Johnson, bekas menteri di Norwegia, dikabarkan terlalu dekat dengan Presiden Kiir. Diplomat barat menuding Kiir membibit konflik dengan membuat tuduhan palsu bahwa Machaar berniat kudeta.

Selama tiga pekan pertempuran, sekitar 200.000 penduduk terpaksa meninggalkan rumahnya untuk mencari tempat yang lebih aman. Saat ini 57.000 pengungsi telah tiba di kamp pengungsian PBB. "Semua pihak yang bertikai bertanggungjawab untuk menjaga keamanan penduduk sipil," kata Toby Lanzer, salah seorang perwira pasukan helm biru PBB di Sudan Selatan.

rzn/hp (afp, ap)