1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengagum Lenin di Rezim

Andy Budiman21 Mei 2013

Lima belas tahun bergulat dengan politik, mendorong seorang tokoh buruh revolusioner masuk ke dalam kekuasaan. Bagi dia, ini adalah bagian dari doktrin Lenin tentang dua taktik perjuangan.

https://p.dw.com/p/18ZsG
Foto: Fajar Aryanto

Pada suatu masa, Dita Indah Sari dikenal sebagai tokoh revolusioner yang hapal luar kepala berbagai momen revolusi Bolshevik, sambil dengan fasih mengutip Lenin di sana sini.

Mengorganisir buruh-Membaca Lenin-Turun ke jalan: adalah metode perlawanan klandestin yang dijalani para aktivis kiri termasuk Dita. Sebuah pilihan yang sempat mengantar ia masuk penjara orde baru. Tahun 2001, Dita diganjar Ramon Magsaysay Award, semacam hadiah nobel untuk para aktivis kemanusiaan Asia.

Lima belas tahun, Dita bereksperimen dengan demokrasi. Membangun partai kiri, gagal. Mengawinkan kelompok kiri dengan partai gurem Islam, hasilnya karam. Belakangan Dita masuk ke Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ia menjadi juru bicara Menteri.

“Jangan dikira doktrin Lenin tidak fleksibel. Lenin sangat percaya dua taktik: taktik perjuangan di luar dan di dalam. Jangan dikira orang kiri itu hanya strict di luar pemerintahan…“ kata Dita kepada Deutsche Welle tentang alasannya bergabung ke dalam rezim. Dalam wawancara ini, Dita sering menggunakan kami atau kita sebagai kata ganti saya.

DW: Seorang Marxist, yang berada di rejim SBY yang sering dituding neolib, apakah tidak merasa itu sebagai kontradiksi?

Dita Indah Sari: Pertama, semua kalangan kiri di dunia tujuannya adalah merebut kekuasaan. Kita melihat contoh seperti Hugo Chavez (bekas penguasa Venezuela-red) yang sebelum menjadi presiden juga berkarir di birokrasi militer, juga Lula da Silva (bekas presiden Brazil-red). Nah artinya berada dalam kekuasaan bagi seorang marxist itu adalah bagian dari perjuangan untuk menambah pengaruh, memperkuat jaringan, juga menempa diri kita sendiri.

DW: Anda masih kiri?

Dita Indah Sari: Masih… itu tak hilang. Di negara sosialis, korupsi dan kehancuran integritas adalah isu yang menggerogoti sistem yang sebetulnya baik. Integritas itu harus diuji dalam lapangan yang kongkrit. Kita baru bisa bilang bahwa kita bersih jika berada di tempat yang tidak bersih tapi tetap bersih. Kita bisa bilang kita berintegritas kalau kita berada di tempat yang sangat pragmatis tapi sedikit banyak menjaga integritas, tidak hanyut. Jadi ujian bagi integritas adalah lapangan yang konkrit, bukan lapangan angan-angan.

DW: Anda terakhir baca Lenin kapan?

Dita Indah Sari: Ya allah…hahaha… terakhir waktu Chavez meninggal aku baca lagi buku-bukunya dan dia mengutip Lenin di beberapa tulisannya. Kalau Lenin sudah tidak ingat lagi kapan terakhir baca… Dulu (era PRD-red) Marx dan Lenin nggak pernah lepas. Itu terus yang dibaca, karena itu proses ideologisasi. Itu indoktrinasi, dibedah dan bukunya disatbilo,“

DW: Anda masih melihat kebenaran dalam doktrin Lenin?

Dita Indah Sari: Benar. Jangan dikira doktrin Lenin itu tidak mengandung fleksibilitas. Lenin sangat percaya dua taktik: taktik perjuangan di luar dan di dalam, kapan harus maju kapan harus mundur, kapan harus mendukung parlemen, kapan harus ikut pemilu, kapan jangan ikut pemilu. Lihat momentum kapan harus bikin tentara, kapan harus perang dengan masyarakat sipil, itu step-step perjuangannya.

Dita Indah Sari, tokoh PRD yang sempat divonis delapan tahun penjara oleh orde baru karena menggerakkan buruh di Surabaya. Tahun 2001 menerima Ramon Magsaysay Award. Kini menjadi juru bicara Menteri Tenaga Kerja, dan sekaligus pengurus di Partai Kebangkitan Bangsa.