1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penerbangan dan Perubahan Iklim

22 Februari 2012

Emisi gas buang pesawat terbang, yang terutama karbon dioksida, uap air dan nitrogen oksida memicu kontroversi terkait kontribusinya bagi perubahan iklim.

https://p.dw.com/p/147Wr
Foto: dapd

Pemberlakuan ketentuan Uni Eropa terkait sertifikat emisi sektor penerbangan, memicu rangkaian pertanyaan. Seberapa besar kontribusi lalu lintas udara pada fenomena perubahan iklim? Apa saja komposisi gas buang pesawat terbang? Dan seberapa besar kerusakan yang ditimbulkannya terhadap lapisan ozon pelindung atmosfir bumi?

Gas buang mesin pesawat terbang, memiliki dua komponen utama, yakni gas karbon dioksida serta uap air. Selain itu juga terkandung nitrogen oksida, yang memiliki kaitan dengan pembentukan sekaligus penguraian lapisan ozon. Berdasarkan penghitungan para pakar iklim, sektor penerbangan menyumbang kontribusi sekitar tiga persen dari konsentrasi gas rumah kaca pemicu pemanasan global, yang dibuat oleh manusia.

Gas karbon dioksida, uap air serta ozon merupakan gas infra merah aktif. Dalam artian, gas ini memiliki kemampuan menyerap sekaligus memantulkan kembali pancaran panas. Dengan begitu, lalu lintas udara juga memiliki peranan dalam perubahan iklim global.

Kerosin yang merupakan bahan bakar pesawat terbang, komposisinya terdiri dari 86 persen karbon dan 14 persen hidrogen. Pada pembakaran kerosin di mesin pesawat, terjadi reaksi kimiawi unsur karbon dengan oksigen. Untuk setiap kilogram kerosin yang dibakar, tercipta gas buang berupa karbon dioksida sebanyak 3,15 kilogram.

“Gas karbon dioksida di atmosfir bertahan cukup lama dan tercampur merata di atas permukaan bumi. Artinya, pada ketinggian manapun gasnya berada, peranannya pada pemanasan global tetap sama,“ ujar prof. Dr. Ulrich Schumann, direktur institut untuk fisika atmofir pada Pusat Penerbangan dan Antariksa Jerman-DLR.

Kontribusi pada perubahan iklim

Dengan itu, kontribusi sektor penerbangan pada perubahan iklim dapat dihitung, yakni rata-rata sekitar 2,2 persen. Dibanding kontribusi lalu lintas di jalan raya, yang mencapai sekitar 14 persen, kuotanya memang relatif kecil.

Kondensstreifen eines Flugzeugs
Kondensat uap air dari pesawat terbang.Foto: DLR

Sementara pengembangan pesawat terbang modern yang lebih besar dan lebih hemat bahan bakar, memberikan sumbangan cukup berarti bagi penurunan emisi. Misalnya pesawat Airbus terbaru dari tipe A320 Neo, mengkonsumsi kerosin 15 persen lebih sedikit dari tipe pendahulunya.

Rainer Ohler dari industri pesawat terbang Airbus dalam pameran dirgantara di Singapura baru-baru ini mengatakan: “Karena tentu saja maskapai penerbangan kini menggunakan pesawat yang lebih besar dan modern. Ini lompatan teknologi. Kami optimis memandang masa depan sektor penerbangan. Kami dapat memungkinkan penerbangan yang hijau.“

Kontroversi dampak uap air

Selain dampak emisi karbon dioksida, pengaruh komponen utama gas buang lainnya dari mesin pesawat terbang terhadap perubahan iklim, sejauh ini masih terus diteliti. Uap air yang menciptakan jalur kondensasi di belakang pesawat terbang, memiliki dampak yang saling bertolak belakang di atmosfir.

Meteorologie Wetter Wolken Cirrus-Wolken
Awan cirrus yang mengandung partikel es.Foto: picture-alliance/dpa

Di lapisan stratosfir pada ketinggian di atas 16.000 meter, uap air nyaris tidak memainkan peranan. Namun di lapisan troposfir, di bawah ketinggian 12.000 meter, uap air memainkan peranan sebagai bibit kondensasi bagi tumbuhnya awan cirrus yang mengandung partikel es. Tapi dampak awan cirrus pada iklim, sejauh ini juga masih dipersengketakan.

Di satu sisi awan cirrus dapat memantulkan kembali pancaran gelombang pendek dari matahari. Dengan itu di bumi tercipta bayangan yang lebih sejuk. Tapi di sisi lainnya, partikel es pada awan cirrus juga dapat menyerap pancaran gelombang inframerah, yang sebagian panasnya dipancarkan kembali ke bumi. Penelitian sejauh ini menunjukkan, pancaran panas ke bumi lebih banyak ketimbang bayangan sejuk.

Lubang ozon

Disamping itu, dampak gas nitrogen oksida yang merupakan komponen lain dalam gas buang mesin pesawat terbang, sejauh ini masih memicu kontroversi. Karena nitrogen oksida juga memiliki dua dampak yang saling bertolak belakang. Pada ketinggian di atas 16 kilometer, nitrogen oksida lewat proses fotokatalistis dapat memicu penguraian lapisan ozon. Tapi pada ketinggian di bawah 12 kilometer, terjadi efek sebaliknya, karena nitrogen oksida justru memicu pembentukan lapisan ozon.

Ozonloch über der Arktis
Lubang ozon di atas kutub utara.Foto: picture-alliance/dpa

Sebagian besar jalur penerbangan saat ini berada pada ketinggian kurang dari 12 kilometer. Hanya pesawat terbang berkecepatan melebihi kecepatan suara yang terbang di atas ketinggian 16 kilometer. Itu berarti, sektor penerbangan memberikan kontribusi relatif besar bagi pembentukan lapisan ozon di dekat bumi. Lapisan ozon ini bersifat sebagai gas rumah kaca, sama seperti CO2 dan uap air.

Untuk lapisan ozon di atas kutub utara, yang berfungsi sebagai pelindung bumi dari pancaran ultra violet, emisi gas buang pesawat terbang nyaris tidak memainkan peranan. Lubang ozon di atas bumi, dengan begitu juga tidak dapat dihentikan dengan emisi gas buang sektor penerbangan. Penyebabnya, lapisan ozon dari dekat bumi, lazimnya tidak bisa naik hingga ke ketinggian atmosfir lebih 16 kilometer.

Fabian Schmidt/Agus Setiawan

Editor : Dyan Kostermans