1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penelitian Virologi

18 September 2007

Penyakit mematikan akibat virus, dalam beberapa dekade terakhir ini menjadi tema utama penelitian para pakar virologi.

https://p.dw.com/p/CPTw
Virus HIV yang menginfeksi sel T pada manusia
Virus HIV yang menginfeksi sel T pada manusiaFoto: AP

Dunia kini menghadapi peningkatan kasus penyakit infeksi yang mematikan akibat seragan virus, seperti penyakit HIV-AIDS yang belum ada obatnya, SARS dan yang paling aktual adalah Flu Burung. Atau juga penyakit akibat virus yang membunuh secara diam-diam seperti Hepatitis C dan kanker leher rahim. Menimbang ancaman ini, dalam Kongres Pakar Virologi Eropa di Nürnberg-Jerman belum lama ini, disusun skala prioritas bagi strategi penanggulangan dan pemberantasan ancaman wabah penyakit virus.

Ancaman penyakit infeksi akibat virus adalah nyata dan berada di depan mata. Jika kita mengutip angka statistik Organisasi Kesehatan Dunia-WHO, ancaman wabah mematikan itu menjadi semakin jelas. Awal tahun 2007 lalu, dilaporkan sedikitnya 40 juta umat manusia terinfeksi virus HIV. Setiap tahunnya terdapat 4 juta penderita baru infeksi HIV. Sekitar tiga juta orang meninggal akibat HIV/AIDS setiap tahunnya. Itu hanya statistik penyakit akibat virus HIV saja. Jika kita mengutip staistik penyakit Hepatitis C, datanya lebih dramatis lagi. Di seluruh dunia tercatat 170 juta penderita infeksi kronis Hepatitis C. Setiap tahunnya 1,2 juta penderita meninggal akibat sirosis hati dan gagalnya fungsi hati. Sekitar empat juta penderita baru terinfeksi Hepatitis C setiap tahunnya.

Angka statistik WHO itu amat mengerikan. Tapi yang lebih mengerikan lagi, berbagai penyakit viral hingga kini belum ada obatnya. Penelitian pembuatan obat atau vaksin HIV AIDS misalnya, hingga kini belum menunjukkan hasil memuaskan. Atau Hepatitis C yang ditemukan 20 tahun lalu, hingga kini belum ada obat yang benar-benar ampuh secara menyeluruh. Penyebabnya, virus Hepatitis C memiliki sifat dan cara penularan mirip Virus HIV. Sejauh ini penyakit Hepatitis C biasanya diobati menggunakan unsur aktiv Interferon-alpha dan Ribavirin yang mencegah perkembang biakan virus. Akan tetapi hanya sekitar 50 persen pasien yang diobati menunjukkan kondisinya membaik. Masalah yang dihadapi diungkapkan oleh kepala tim peneliti virus HIV dan Hepatitis C dari Universitas Ulm di Jerman, Professor Frank Kirchhoff :

Disebutkan, masalahnya, kita harus dapat meneliti virusnya. Walaupun virus ini berkembang biak dalam hati, bertahun-tahun lamanya para peneliti tidak memiliki kemungkinan membiakkannya di dalam sel di laboratorium. Jika sekarang mereka dapat mengembangbiakan virusnya, para peneliti harus berterima kasih pada professor Bartenschlager.“

Dengan bantuan teknologi baru sistem sel, prof. Ralf Bartenschlager pimpinan bagian virologi molekuler dari Universitas Heidelberg Jerman, berhasil mengembangkan metode baru untuk memungkinkan perkembang biakan virus Hepatitis C di laboratorium. Dengan itu, kini muncul impuls baru dalam perang melawan penyakit Hepatitis C. Baik menyangkut penelitian lanjutan maupun untuk pengembangan unsur aktiv serta vaksin anti virusnya.

Prof Frank Kirchhoff dari Universitas Ulm menjelaskan, sekarang para ilmuwan dapat meneliti bagaimana virusnya berkembang biak. Dan dengan begitu, juga dapat mencari unsur aktiv yang dapat memblokir perkembang biakannya. Atau yang mencegah masuknya virus ke dalam sel. Penelitian di bidang penyakit Hepatitis C saat ini mengalami kemajuan pesat. Bahkan disebutkan dalam berbagai sektor, lebih maju dibanding penelitian virus HIV. Konkritnya, saat ini obat Hepatitis C sudah dikembangkan dan memasuki tahapan uji klinik.

Kemajuan seperti itu, juga amat diharapkan dalam penelitian melawan penyakit HIV/AIDS. Akan tetapi, kecepatan mutasi virus HIV tetap membuat para peneliti kewalahan. Memang penyakit melemahnya sistem pertahanan tubuh itu, dewasa ini tidak selalu menyebabkan kematian pada pasiennya. Akan tetapi penderitanya merupakan beban kesehatan yang amat mahal, karean harus terus menerus diberi obat sampai akhir hayatnya. Terutama bagi penderita di negara berkembang, dimana 90 persen penderita HIV-AIDS berada, sejauh ini tetap tidak ada strategi serius untuk memerangi masalah penyakit tsb.

Masalah utamanya, negara-negara berkembang tidak memiliki cukup uang untuk program semacam itu. Prof Frank Kirchhoff peneliti AIDS dari Jerman menggambarkan : “Hal ini secara keseluruhan merupakan bagian yang membuat frustrasi dari kegiatan penelitian. Akan tetapi, dewasa ini kami sudah lebih mengetahui, strategi apa yang digunakan oleh virus, untuk mengalahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Dan itu memberikan landasan, suatu hari nanti pasti terdapat jawaban dari sistem kekebalan tubuh. Baru-baru ini juga diketahui, tubuh manusia mengembangkan mekanisme untuk melawan virusnya. Namun kemampuan virus untuk mengembangkan strateginya juga cukup tinggi. Terdapat banyak sekali data baru yang diperoleh rekan-rekan saya.“

Hingga kini Kirchhoff dan peneliti HIV-AIDS lainnya tetap mengharapkan ditemukan terobosan dalam pengembangan obat AIDS. Sementara di sisi linnya, dalam pengobatan dan vaksinasi kanker leher rahim justru terdapat pro dan kontra cukup hebat. Setiap tahunnya di Jerman sekitar 6.000 perempuan didiagnosis mengidap penyakit tsb. Sekitar 1.800 meninggal setiap tahunnya sebagai akibat penyakit kanker leher rahim.

Penelitian yang dilakukan Professor Otto Haller direktur bagian virologi Universitas Freiburg dan Harald zur Hausen pendiri Institut Virologi di Universitas Erlangen-Nürnberg terus berusaha untuk dapat menemukan pengobatan kanker leher rahim. Harald zur Hausen yang kemudian menjadi pimpinan pusat penelitian kanker Jerman di Heidelberg, menemukan adanya virus yang mempengaruhi munculnya kanker leher rahim. Prof. Haller mengungkapkan : “Terdapat virus yang langsung terlibat dalam munculnya kanker. Di garis depan adalah sejenis virus kutil, dimana sekarang diketahui, virus ini ikut serta menyebabkan munculnya kanker leher rahim. Juga terlihat, vaksinasi dapat mencegah infeksi virus dan dengan itu menghindarkan munculnya kanker.“

Akan tetapi vaksinasi ini hanya ampuh, jika virusnya yang disebut papilloma belum menyerang leher rahim. Jadi pemeriksaan dini sejak remaja menjadi amat penting. Namun juga diketahui, vaksinasi dapat mengurangi risiko munculnya kanker leher rahim. Pro-kontra muncul, karena vaksinasi untuk mencegah kanker leher rahim itu dampak negatifnya dalam jangka panjang belum diteliti. Selain itu, saat ini diketahui terdapat sedikitnya 60 jenis virus papilloma, yang memiliki sifat berbeda-beda pula. Artinya, tidak ada satu jenis vaksinasi yang ampuh untuk semua sub-tipe virus papilloma. Juga ongkos vaksinasinya masih tergolong mahal, yakni sekitar 500 Euro per pasien. Para pengritik melontarkan tudingan, apa yang disebut vaksinasi ajaib itu, tidak lebih dari sekedar cara meraup untung sebanyak-banyaknya, tanpa bukti penelitian yang akurat.