1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pendosa Iklim Menjamu Tamu Dunia

Andrea Rönsberg26 November 2012

Qatar merupakan salah satu negara penyumbang emisi karbondioksida terbesar di dunia. Namun tahun ini konferensi iklim dunia diselenggarakan di negara kaya minyak dan gas tersebut.

https://p.dw.com/p/16p3u
Konferensi Iklim PBB tahun 2012 diselenggarakan di Qatar

“Qatar ingin menjadi ibukota penunggang sepeda“ , “Energi matahari mendorong pusat kongres iklim,“ – Jika membaca artikel semacam itu, muncul kesan, Qatar berada di puncak upaya perlindungan lingkungan di kawasan Teluk. Artikel –artikel semacam itu dapat ditemukan di situs internet Qatar sebagai tuan rumah konferensi iklim PBB. Namun artikel-artikel itu harus disikapi secara hati-hati.

“Perlindungan iklim bukan isu penting dalam kebijakan politik Qatar“, ujar pakar Timur Tengah di Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Politik Berlin, Guido Steinberg. Ia satu suara dengan Direktur Jaringan Aksi untuk Iklim yang bermarkas di Libanon, Wael Hmaidan, “Perubahan iklim global tidak ada dalam agenda politik, hingga Qatar diputuskan tahun ini menjadi tuan rumah konferensi iklim,“ kata Hmaidan.

Wael Hmaidan Climate Action Network International
Wael Hmaidan dari Climate Action Network InternationalFoto: CAN International

Ketua Bergilir dari Grup Asia

Tuan rumah dalam Konferensi Iklim dunia tiap tahunnya dilakukan bergilir dari lima grup yang secara tidak resmi dikelompokkan PBB: Grup Afrika, Asia-Pasifik, Eropa Timur, Amerika Latin atau Eropa Barat.

Setelah konferensi iklim di Durban, Afrika Selatan tahun lalu, kini Asia mendapat gilirannya untuk mengambil alih kepemimpinan. Dalam negosiasi, Qatar unggul dalam persaingan dengan Korea Selatan, untuk menjadi tuan rumah. Sementara Korsel mendapat kesempatan untuk menyelenggarakan pertemuan-pertemuan persiapan menjelang konferensi tahunan itu.

Pendingin Ruangan dalam Konferensi Iklim?

Qatar merupakan salah satu negara Teluk yang menyumbang emisi CO2 tertinggi. Tak mengherankan, karena pada musim panas, suhunya bisa mencapai 50 derajat Celsius.

Hochhausbau in Doha Katar
Gedung tinggi di Doha, QatarFoto: DW

“Ini merupakan iklim yang sangat sulit, di semua ruangan disediakan pendingin atau AC,“ kata Hmaidan, “Negara ini sangat kaya dan gaya hidupnya, terutama yang berhubungan dengan konsumsi energi, sangat tak efisien.” Untuk jarak dekat pun, orang-orang mengendarai mobil pribadi. Sangat jarang adanya Lembaga Swadaya Masyarakat yang bertugas mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan lingkungan.

Menurut laporan Bank Dunia tahun lalu, pendapatan per kapita Qatar tercatat sebagai yang tertinggi, setelah Luksemburg und Norwegia. Pertumbuhan ekonomi negara itu pada tahun 2011 mencapai 19 persen. Kekayaan Qatar terutama datang dari minyak dan gas bumi. Di samping Iran dan Rusia, Qatar punya cadangan gas bumi terbesar di dunia dan merupakan produsen terbesar bahan bakar minyak bumi.

Straße in Doha Katar
Jalanan di Doha, QatarFoto: DW

Kepercayaan rendah

Guido Steinberg menilai pemilihan lokasi konferensi "problematis." Soal ini ia tidak sendirian. "Awalnya, ketika keputusan jatuh kepada Qatar, ada dua sudut pandang," kata Sven Harmeling dari organisasi lingkungan Germanwatch. "Di satu sisi negatif, karena kebanyakan khawatir negara minyak itu dapat menjegal proses perundingan, atau di sisi lain positif, karena kepercayaan bahwa konferensi ini akan membawa perubahan di kawasan itu."

Aktivis lingkungan yakin, Qatar dapat menjaga integritasnya sebagai ketua umum konfrensi iklim jika negara itu berkomitmen mereduksi kadar emisi CO2-nya. Tapi selama ini Qatar enggan membuat pernyataan semacam itu. Pada konferensi iklim yang lalu, negara ini juga tidak diwakili oleh pejabat tinggi dan tidak menyusun posisi yang jelas, kata Hmaidan.

Tuan Rumah Harga Mati

Hochhäuser in Doha, Katar
Gedung-gedung dilengkapi pendingin ruangan.Foto: DW

Kepentingan Qatar menyelenggarakan konferensi iklim boleh jadi tidak berhubungan dengan perlindungan lingkungan sama sekali. Sejak beberapa tahun silam negara Teluk ini berulangkali berhasil menyelenggarakan acara berskala internasional.

"Tidak ada hubungannya dengan niat mulia," kata Guido Steinberg. "Qatar adalah negara kecil yang sering diancam oleh negara tetangganya. Warga Qatar khawatir terhadap Iran yang saling berbagi ladang gas. Mereka juga takut, Arab Saudi bisa mencaplok wilayah teritorialnya." Bahwa Qatar menyelenggarakan event internasional terutama bertujuan mendorong popularitas dan kepedulian masyarakat internasional terhadap eksistensi negara ini.

Kepentingan Bukan pada Konferensi

Guido Steinberg Experte Stiftung Wissenschaft und Politik
Guido Steinberg, pakar lembaga ilmu pengetahuan dan politikFoto: DW

Sebab itu aktivis-aktivis lingkungan berharap, Qatar dapat mendorong keberhasilan perundingan. "Qatar ingin tampil sebagai aktor penentu di politik internasional. Untuk itu mereka harus sukses menyelenggarakan konferensi iklim ini," kata Wael Hmaidan.

Selain itu, sebagai eksportir gas bumi, Qatar juga punya kepentingan ekonomi terkait perlindungan iklim. "Kalau negara lain memutuskan mereduksi emisi gas buangnya tapi tidak segera mengembangkan energi terbarukan, maka permintaan terhadap gas bumi akan meningkat, karena gas bumi mengeluarkan 40 persen lebih sedikit CO2 ketimbang sumber energi fosil yang lain", kata Hmaidan menambahkan, "

Ia bisa jadi benar. Dalam studi tren pasar energi dunia yang dipublikasikan baru-baru ini, Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan, dalam 20 tahun mendatang gas bumi akan menjadi satu-satunya bahan bakar fossil yang masih memiliki permintaan tinggi di pasar dunia.