1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah Turki Ingin Bungkam Kritik

Kristin Zeier8 Februari 2014

Turki menetapkan undang-undang telekomunikasi yang ketat. Pakar komunikasi Erkan Saka mengatakan, pemerintahan PM Erdogan ingin membungkam kritik di internet.

https://p.dw.com/p/1B4pq
Foto: Ugur Can/AFP/Getty Images

DW: Pemerintah Turki membentuk badan baru untuk memblokir situs internet yang dianggap melanggar privasi atau memuat hal-hal yang tidak sepadan. Apa ini bentuk sensor baru yang dilegalkan?

Erkan Saka: Ini memang bentuk sensor baru, karena pengadilan tidak dilibatkan dalam prosedur ini. Semua keputusan akan diambil oleh Ketua Dewan Telekomunikasi dan Komunikasi, yang akan diangkat langsung oleh Perdana Menteri. Jadi, hanya pemerintah yang berhak menentukan, siapa yang melanggar privasi dan siapa tidak.

DW: Situs-situs apa saja yang akan diblokir?

Turki sampai sekarang sudah memblokir sekitar 40.000 situs internet. Ini termasuk situs-situs pornografi, dan yang dianggap "vulgar". Tapi situs-situs politik yang dianggap radikal juga ditutup. Dengan undang-undang yang baru, pemerintah tidak hanya ingin memblokir situs, tapi juga akun internet di media-media sosial. Jadi mudah diduga, pemerintah ingin membungkam kritik di internet. Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan sudah beberapa kali menunjukkan, dia sangat tidak terbuka pada kritik, sekecil apapun.

Apa dampak aturan internet yang baru pada warga biasa?

Aturan ini mengijinkan pemerintah mengakses data-data pribadi seseorang tanpa keputusan pengadilan dan tanpa memberikan alasan. Ini benar-benar instrumen untuk mengawasi kegiatan warga. Pemerintah bisa memblokir situs internet tanpa peringatan. Saya yakin, banyak orang akan menemukan cara untuk melewati blokade ini. Tapi pemerintah ingin melakukan kriminalisasi terhadap pengguna internet. Setiap pengguna internet bisa sewaktu-waktu dicap sebagai pelaku kriminal karena sesuatu hal.

Bobs 2014 Erkan Saka Jurymitglied
Erkan Saka, pakar komunikasi Universitas Bilgi, IstanbulFoto: privat

Apa artinya perkembangan ini bagi kebebasan pers dan partisipasi politik?

Undang-undang ini perlu dilihat dalam konteks sikap pemerintah Turki terhadap media. Turki saat ini menjadi negara yang paling banyak memenjarakan jurnalis. Ini bukan kebetulan, tapi ini bagian dari politik partai PM Erdogan, AKP, yang ingin membatasi kebebasan pers, antara lain dengan kriminalisasi penggunaan internet. Maksudnya, supaya warga menyensor dirinya sendiri.

Apa ini usaha pemerintah untuk menghentikan opini-opini buruk menjelang pemilu?

Saya yakin ini bagian dari penindasan aksi protes yang dimulai dari Taman Gezi. Karena protes ini adalah oposisi sosial pertama dalam skala besar terhadap kekuasan AKP. Alasan kedua adalah pertentangan dalam tubuh AKP sendiri, setelah muncul berbagai tuduhan korupsi. Legitimasi AKP mulai goyah. Jadi pemerintah langsung bereaksi. Kasus korupsi ini membuat pemerintah takut, karena mulai tersebar informasi tentang keterlibatan keluarga Erdogan.

Kebijakan pengawasan internet yang diterapkan pemerintah Turki lebih mirip dengan situasi di Iran atau Cina. Apa ini cocok untuk sebuah negara demokrasi besar seperti Turki?

Tidak cocok sama sekali. Saya dulu mendukung AKP. Tapi sekarang saya sangat kecewa. Pemimpin AKP dulu mendekati Uni Eropa agar mendapat dukungan menghadapi fraksi militer. Setelah mereka berhasil mengendalikan militer, mereka tidak peduli lagi dengan demokrasi. Tapi banyak kawan-kawan kami di Uni Eropa belum menyadari, bahwa AKP sebenarnya sudah tidak tertarik dengan Uni Eropa.

Erkan Saka adalah asisten profesor untuk komunikasi di Universitas Bilgi, Istanbul. Ia adalah menjadi adalah anggota tim jury lomba Blog DW The Bobs.