1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah Thailand Ingin Tetap Gelar Pemilu

27 Januari 2014

Partai berkuasa di Thailand, Senin (27/1) menyerukan agar pemilihan umum tetap dijalankan, meski kelompok oposisi memboikot dengan menghalangi orang-orang untuk mendaftarkan diri.

https://p.dw.com/p/1AxpV
Foto: Reuters

Perdana Menteri Yingluck Shinawatra tiga bulan terakhir menghadapi tuntutan yang meminta agar ia mundur dan memberi jalan kepada “dewan rakyat” yang akan ditunjuk untuk melakukan reformasi dengan tujuan untuk menghapuskan pengaruh klan Sinawatra dalam politik negeri itu.

Sekitar 440.000 dari dua juta warga yang ingin mengikuti pemilihan awal dicegat para demonstran sehingga tidak bisa ke tempat pemungutan suara, demikian pernyataan komisi pemilihan umum setempat. Pemerintah sebelumnya telah memberlakukan keadaan darurat untuk mengendalikan situasi.

Pemimpin demonstran Suthep Thaugsuban telah mengancam akan kembali “menutup semua rute” menuju tempat pemungutan suara pada pemilihan umum 2 Februari mendatang, mengakibatkan munculnya ketakutan mengenai kekerasan lebih lanjut di negeri itu.

Kekerasan membayangi

Sepuluh orang tewas dan ratusan luka akibat serangan granat, yang dipicu oleh aksi-aksi penembakan dan bentrok di jalanan sejak protes dimulai pada akhir Oktober.

Pemimpin demonstran anti pemerintah tewas ditembak pada siang bolong hari Minggu lalu ketika ia sedang berorasi di belakang mobil bak terbuka di pinggiran Bangkok.

Yingluck dijadwalkan bertemu dengan otoritas pemilu pada hari selasa untuk mendiskusikan kemungkinan penundaan pemilihan umum, setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pemilu bisa ditunda kembali mengingat konfilk antar warga yang semakin meningkat.

Tapi ketua partai pendukung Yingluck yakni Puea Thai Party menegaskan bahwa mereka menentang penundaan dan menuduh komisi pemilihan umum – yang lebih memilih pengunduran diri – tidak berbuat cukup untuk memastikan berlangsungnya pemilihan umum yang tertib.

"Komisi Pemilu berwenang menyelenggarakan pemilihan dan Puea Thai sebagai partai politik yang handal tidak setuju dengan penundaan pemilu,” kata Jarupong Ruangsuwan.

"Komisi Pemilu keras kepala dan ingin menunda pemilihan,“ kata dia. “Saya pikir Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilu sedang berkoordinasi dengan para demonstran.“

Masih belum jelas apakah pandangannya ini merefleksikan sikap pemerintah, yang sebelumnya sudah menyatakan siap mendengarkan komentar badan pemilu tersebut dalam pertemuan Selasa.

Seruan bagi peta jalan reformasi

Kelompok oposisi partai Demokrat memboikot pemilu Februari, sambil mengatakan bahwa perlu ada reformasi untuk memastikan pemilu betul-betul berlangsung demokratis dan mencegah penyelewengan kekuasaan oleh pemerintahan berikutnya.

Pemimpin partai Demokrat Abhisit Vejjajiva dalam sebuah wawancara hari Senin mengatakan bahwa para pemimpin oposisi akan mempertimbangkan untuk ikut ambil bagian jika pemilu yang dijadwalkan awal Februari ini ditunda.

Ia menyerukan pembicaraan untuk membuat sebuah “peta jalan di mana reformasi bisa dimulai dan kita bisa mengatur jadwal yang wajar bagi pemilu yang akan bisa diterima semua pihak“.

Abhisit selama ini menjaga jarak dari ide para demonstran yang ingin membentuk “Dewan Rakyat“ untuk menjalankan negara, sambil menyatakan bahwa itu bukan tuntutan partainya.

Tapi ia menambahkan bahwa Yingluck “tidak punya kredibilitas” untuk mengawasi proses reformasi.

Kerajaan itu terpecah sejak kakak Yingluck, yakni Thaksin Sinawatra dijatuhkan dari jabatan perdana menteri lewat sebuah kudeta yang dilakukan para jendral yang setia pada Raja.

Kelompok yang menentang Thaksin menuding konglomerat itu mengendalikan pemerintahan adiknya dari tempat pengasingannya di Dubai. Thaksin melarikan diri untuk menghindari hukuman penjara atas tuduhan korupsi, yang disebut Thaksin lebih bermotif politik.

ab/hp (afp,ap,rtr)