1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemburuan Minyak dan Gas Bumi

Klaus Jansen29 Maret 2013

Cara alternatif mendapatkan gas dan minyak bumi, seperti melalui Fracking atau pengolahan pasir minyak masih banyak dikritik. Namun, hingga kini belum ditemukan solusi yang lebih baik

https://p.dw.com/p/186Lp
Foto: picture-alliance/dpa

Cadangan minyak dan gas bumi semakin berkurang. Produksi ladang minyak dan gas klasik terus menurun Karena ini muncul berbagai upaya penambangan alternatif.

Dua cara yang paling diperdebatkan adalah Fracking dan eksploitasi pasir minyak. Namun, kedua cara tersebut terkait dengan risiko tinggi kerusakan lingkungan. Fracking sudah sering dibicarakan. Bagaimana dengan pengolahan pasir minyak? Ataukah ada penambangan alternatif lain? 

Pasir Minyak Merusak Lingkungan

Pasir minyak yang juga disebut oil sands atau tar sands merupakan campuran pasir, air, dan bitumen, sejenis senyawa karbom alami  yang lengket atau aspal kental. Tina Löffelsend, pakar lingkungan Jerman mengatakan kepada DW: "Dibutuhkan lahan penambangan yang luas dan mengakibatkan pencemaran lingkungan yang sangat parah. Selain itu hasil eksploitasinya kebanyakan tidak ekonimis"

Uni Eropa juga skeptis dengan metode ekploitasi alternatif ini.  Uni Eropa sedang membahas upaya melarang impor minyak yang diperoleh lewat pengolahan pasir minyak.

Teersandabbau in Kanada
Kanada banyak lakukan metode pasir minyakFoto: ddp images/AP Photo/Jeff McIntosh

Pakar dari Greenpeace, Christoph von Lieven menjelaskan alasannya. "Saat ekstraksi, dilepaskan zat berracun seperti belerang, air raksa atau arsenik dalam jumlah besar. Karena itu di Kanada terdapat hujan asam yang sangat merusak lingkungan."

Selain itu, setiap hari sekitar 500 juta liter air limbah beracun yang dialirkan ke ke dalam ceruk tanah. Dari danau air limbah  beracun semacam inilah, bahan beracun dan berbahaya mencemari udara dan air tanah.     

Pasir minyak juga bisa ditambang dengan pipa yang dimasukkan ke dalam lapisan pertambangan. Uap air panas memastikan pasir akan tersedot. Tapi metode ini juga membutuhkan energi besar. Menurut perkiraan para pakar, kedua metode ini melepas emisi gas rumah kaca, 30 persen lebih banyak dibandingkan metode konvensional. 

Pengeboran di Laut Dalam dan Kutub Utara

Selain itu, sejumlah perusahaan energi mulai merambah lokasi yang beberapa puluh tahun yang lalu masih belum terjangkau. Brasil misalnya akan mengebor di laut dalam di kawasan pesisir negaranya sendiri. Sementara upaya eksplorasi dan pengeboran di Kutub Utara masih gagal karena kondisi cuaca yang tidak menentu dan masalah logistik serta keuangan.

Meledaknya anjungan pengeboran Deepwater Horizon tahun 2010 di Teluk Meksiko menunjukkan, industri minyak sudah "mencapai batas kemampuan teknis". Demikian ujar Werner Zittel dalam penelitian terbaru "Energy Watch Group". Karena itu Greenpeace menolak pengeboran di laut kawasan kutub yang melebihi kedalaman air 200 meter.

Öl Katastrophe USA Golf von Mexiko Bohrinsel Deepwater Horizon
Bencana minyak Deepwater HorizonFoto: U.S. Navy via Getty Images

Eksploitasi Intensif Cebakan Minyak

Kemungkinan lain adalah dengan lebih intensif mengeksploitasi ladang minyak yang sudah ada. Ini bisa dilakukan dengan bantuan air atau uap yang diinjeksikan ke dalam cebakan. Biasanya dari cebakan minyak hanya bisa diperoleh 30 hingga 35 persen, jelas Stefan Leunig dari Wintershall. "Kami mencoba mencapai produksi hingga 50 persen." Teknik baru seperti dengan biopolimer juga bisa melakukan hal itu.

Teknik atau kombinasi mana yang nantinya akan berhasil, tergantung dari permintaan pasar. Jika permintaan terus naik, maka metode yang mahal juga bisa bersaing di pasaran. Namun, tidak bisa dilupakan, setiap ton CO2 yang sampai ke atmosfir lewat pembakaran minyak dan gas bumi,  juga mempercepat pemanasan iklim global.