1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pasang Surut Hubungan Jerman-AS

Günther Birkenstock14 Juli 2014

Makin banyak kegiatan spionase dinas rahasia NSA dan CIA di Jerman terungkap. Hubungan Jerman-Amerika Serikat kembali menghadapi ujian berat.

https://p.dw.com/p/1CcZd
Foto: imago/Seeliger

Setelah kalah dalam Perang Dunia II, Jerman mengalami kehancuran ekonomi dan politik. Ketika itu, Amerika Serikat muncul sebagai penyelamat. Padahal saat itu, beberapa kalangan mengusulkan agar industri Jerman dibiarkan saja terpuruk kembali ke negara pertanian. Tapi pemerintah Amerika Serikat memutuskan untuk membantu membangun kembali perekonomian Jerman. Dibuatlah program bantuan ekonomi Marshall-Plan yang bernilai lebih dari 12 milyar dolar.

Setelah PD II, Jerman dibagi menjadi empat zona militer yang masing-masing dikuasai oleh Uni Soviet, Inggris, Perancis dan Amerika Serikat. Tahun 1948, tiga aliansi barat, yaitu Inggris, Perancis dan AS melakukan reformasi mata uang di kawasan yang dikuasainya, yang kemudian menjadi Republik Federal Jerman Barat. Sedangkan kawasan bagian timur berada di bawah pengaruh Uni Soviet dan kemudian mendirikan negara sendiri, Jerman Timur.

Berkat bantuan AS, perekonomian di Jerman Barat mulai tumbuh pesat. Kedekatan Jerman dan AS ditandai dengan kunjungan Presiden John F Kennedy tahun 1963 yang disambut dengan antusias, terutama oleh warga Berlin.

Protes Perang Vietnam

Citra AS di Jerman mulai pudar setelah media makin banyak memberitakan tentang perang Vietnam. Pemberitaan meluas terutama dengan berkembangnya teknologi siaran televisi. Akhir 1960-an sampai awal 1970-an, Jerman dilanda gelombang protes mahasiswa yang mengecam keterlibatan AS dalam perang Vietnam.

Perang Vietnam yang terutama mengubah citra AS di Jerman, kata Udo Hebel, Profesor Studi Amerika di Universitas Regensburg.

"Tahun 50-an, Amerika menjadi semacam panutan positif dibandingkan dengan gambaran Jerman yang kusam. Tahun 60-an situasinya berubah, warga Jerman mulai melihat wajah buruk AS."

Namun menurut Hebel, gambaran positif tentang Amerika masih tetap kuat. "Jadi memang ada gambaran yang paradoks."

Tahun 1979, pemerintah Jerman memutuskan penempatan rudal NATO di Jerman, yang mendapat penentangan keras dari generasi muda. Ketika itu, makin banyak sentimen anti Amerika yang meluas di kalangan politisi muda. Mereka menganggap Amerika sebagai kekuatan imperialistis yang berbahaya.

Pendekatan setelah teror 11 September

Setelah serangan teror 11 September 2001 di New York dan Washington, simpati dan solidaritas terhadap Amerika Serikat kembali menguat. Pemerintah Jerman saat itu di bawah pimpinan Kanselir Gerhard Schröder bahkan mencanangkan "solidatitas tak terbatas".

Tapi dua tahun kemudian, justru Schröder yang mengecam keras kebijakan George W. Bush untuk menyerang Irak. Jerman terang-terangan menentang perang dan tidak mau terlibat.

Saat ini, hubungan Jerman-AS terganggu setelah kegiatan spionase NSA dan CIA di Jerman terungkap. Kasus terbaru adalah terungkapnya upaya dinas rahasia CIA merekrut anggota militer Jerman Bundeswehr sebagai spion.

Pemerintah Jerman kemudian secara terbuka meminta Koordinator CIA di Berlin agar segera pulang ke negaranya, sebuah peristiwa yang sangat langka di antara negara-negara mitra.

Tapi Udo Hebel yakin, hubungan Jerman dan AS akan pulih. "Perlu diingat, memang ada sejarah pasang surut dalam hubungan kedua negara". Jadi situasi tegang saat ini juga bisa berubah lagi dengan cepat.