1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Oposisi Coba Lumpuhkan Bangkok

13 Januari 2014

Puluhan ribu demonstran oposisi Thailand menduduki berbagai jalan utama di pusat kota Bangkok pada Senin (13/1) dalam upaya untuk “melumpuhkan“ ibukota, meningkatkan kampanye untuk menjungkalkan perdana menteri.

https://p.dw.com/p/1ApWD
Foto: Reuters

Para demonstran menuntut Perdana Menteri Yingluck Shinawatra mundur dan memberi jalan kepada sebuah pemerintahan yang ditunjuk, yang akan mengawasi reformasi pemilu untuk membatasi dominasi politik klan konglomerat Sinawatra dan mengatasi budaya politik uang yang semakin meluas.

Ribuan pengunjuk rasa mengibarkan bendera, beberapa diantaranya mengenakan kaos dengan berbagai slogan seperti “Lumpuhkan Bangkok“ dan “Pemberontakan Thai 2014“. Mereka berkumpul di berbagai perempatan kunci ibukota, termasuk di luar pusat-pusat perbelanjaan besar yang terbakar selama kerusuhan politik mematikan pada 2010.

Situasi rawan

Para pengunjuk rasa telah bersumpah akan menduduki berbagai tempat di ibukota hingga tuntutan mereka dimenangkan. Mereka juga bersumpah akan mengganggu pemilu Februari, sambil mengatakan bahwa itu hanya akan mengembalikan sekutu Thaksin ke kekuasaan tanpa ada reformasi terlebih dahulu.

Thailand Anti Regierung Protest Demonstranten
Oposisi ingin menghilangkan pengaruh Thaksin dalam politik ThailandFoto: Reuters

Beberapa kelompok oposisi garis keras bahkan mengancam akan mengepung bursa saham dan bahkan sistem pengawasan lalu lintas udara jika Yingluck tidak mundur dalam beberapa hari ke depan.

“Ini akan menjadi rawan,“ demikian peringatan Pavin Chachavalpongpun, seorang bekas diplomat Thai yang juga adalah professor di Centre for Southeast Asian Studies di Universitas Kyoto Jepang.

“Di satu sisi tak ada jalan kembali bagi para pengunjuk rasa – mereka telah sangat jauh,“ tambah dia. Gelombang protes ini merupakan bab terakhir dalam tahun-tahun krisis politik yang melanda Thailand sejak kakak Yingluck, bekas perdana menteri yang kini menjadi pelarian, Thaksin Shinawatra, terjungkal oleh para jenderal yang royal pada kerajaan pada 2006.

Protes itu dipicu oleh upaya pemerintahan Yingluck untuk meloloskan undang-undang yang bisa memberikan amnesti kepada Thaksin untuk kembali dari pengasingan tanpa harus menjalani hukuman penjara. Tapi rancangan itu gagal lolos di parlemen.

Thaksin hidup di pengasingan untuk menghindari vonis pernjara atas kasus korupsi. Ia mempunyai dukungan kuat di bagian utara Thailand, tapi dicerca oleh rakyat di bagian selatan yang berisi mayoritas kelas menengah dan rakyat yang loyal kepada kerajaan.

Revolusi rakyat

Para demonstran mengatakan mereka ingin menyingkirkan “rezim Thaksin“ dari Thailand, tapi menolak tuduhan bahwa mereka memancing kudeta militer lewat aksi ini.

“Ini adalah revolusi rakyat,” kata pemimpin demonstran Suthep Thaugsuban, yang kini menghadapi tuduhan pembunuhan dalam kaitan dengan tindakan keras militer atas demonstrasi besar ketika ia menjadi wakil perdana menteri pada 2010.

Di mata para pemrotes, Yingluck “bukan lagi perdana menteri”, kata dia kepada para reporter saat memimpin demonstrasi besar saat berpawai melalui ibukota.

Pihak otoritas mengatakan mereka siap mengumumkan negara dalam keadaan darurat jika terjadi kerusuhan terbaru, dan sekitar 20.000 polisi dan tentara sudah disiagakan untuk mengamankan, meski hanya ada sedikit tanda-tanda kehadiran mereka di jalan-jalan ibukota.

Suthep sendiri telah berjanji akan mundur jika aksi protes turun ke jalan ini berubah menjadi ”perang saudara“.

ab/hp (afp,ap,rtr)