1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Obama - Netanjahu Beda Pandangan Soal Iran

5 Maret 2012

Dinginnya hubungan Presiden AS Barack Obama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanjahu bukan cerita baru. Pergesekan, seperti dalam kasus Palestina, kembali muncul menghadapi program nuklir Iran.

https://p.dw.com/p/14F2t
Foto: dapd

Pergesekan sudah tampak sejak awal. Tak lama usai pelantikan sebagai Presiden AS, Obama menyerukan agar Israel berhenti membangun di Tepi Barat Yordania. Seruannya ditanggapi Netanjahu bagai angin lewat. Sejak itupun, hubungan pemimpin kedua negara mendingin.

Para pengamat politik kerap menertawakan keluhan Obama dan Presiden Perancis Sarkozy yang bocor akibat mikrofon yang lupa dimatikan. Dikisahkan, usai suatu pertemuan, Sarkozy mengaku tak tahan melihat Netanjahu. Lanjutnya: "Ia pembohong“. Obama pun menjawab, "Anda kesal padanya. Tapi saya, saya setiap hari harus berhubungan dengan dia“.

Menurut Profesor James Davis dari Universitas St. Gallen di Swiss, ada kecurigaan besar antara Obama dan Netanjahu.

Gesekan politik dan kepribadian

Kisruhnya hubungan kedua pemimpin itu tak lepas dari perbedaan pandangan politik mereka. “Di awal masa jabatannya Obama mendorong semacam politik pendekatan. Israel menanggapinya sinis, melihatnya sebagai buang waktu.” Begitu ungkap Efraim Inbar, direktur Pusat Studi Strategis Begin-Sadat di Israel.

Banyak warga Israel beranggapan, mengupayakan rekonsialisi dengan Iran atau Suriah adalah hal yang sia-sia. Menurut Inbar, upaya itu menunjukkan bahwa Presiden AS tak mengerti banyak soal konflik Timur Tengah. Obama dianggap masih hijau.

Anwar el Sadat und Menachem Begin reichen sich die Hände in der Mitte Jimmy Carter
Timur Tengah Tak Selalu HarmonisFoto: picture-alliance/dpa

Sementara di AS, kukuhnya Obama mendorong proses perdamaian Israel-Palestina menyebabkan ia dipandang sebagai politisi kuat, yang tak beranjak satu sentimeter pun dari posisinya.

Profesor James Davis menerangkan, banyak alasan untuk tipisnya kepercayaan Obama pada Netanjahu. Yang utama adalah politik pemukiman Israel. "Pemukiman terus dibangun, meskipun AS telah memperingatkan agar pembangunan di Tepi Barat dihentikan. AS juga meminta Netanjahu untuk menghentikan pembangunan di Yerusalem Timur. Tapi itu juga tidak dipenuhi.“

Menyiram Minyak Ke Api

Program nuklir Iran adalah satu babak dalam buku yang menebal penuh kekisruhan. Menariknya perbedaan posisi AS dan Israel bukan terletak pada penilaian terhadap program nuklir Iran.

Kedua pemerintahan sepakat bahwa Iran mengembangkan senjata nuklir. Menurut Efraim Inbar, yang berbeda adalah penilaian tentang tingkat ancaman dari Iran. Bagi Israel, Iran perlu segera dihentikan.

Iran Atomprogramm Ahmadinedschad
Presiden Ahmadinejad di instalasi nuklir Natan, IranFoto: picture alliance / dpa

Pertanyaan kunci dalam hubungan kedua negara adalah bagaimana apabila Israel merealisasi ancaman untuk menyerang instalasi nuklir Iran. Apakah tindakan itu akan meruntuhkan hubungan yang telah diwarnai pergesekan?

Keberhasilan Akan Menentukan

Menurut Profesor James Davis, apabila Israel berhasil menghancurkan instalasi nuklir Iran, tanpa meluncurkan serangan militer besar, maka kedua pihak bisa puas.

Serupa pendapat Efraim Inbar, „bila serangan itu berhasil, maka pemerintah Obama terutama karena ini tahun pemilihan di Amerika, akan berusaha menghukum Israel. Meskipun dibalik layar, merekapun akan bertepuk tangan. Mungkin juga secara terbuka, lalu bersikap seakan tak suatupun terjadi“.

Di pihak lain, apabila serangan itu gagal, maka bakal ada dampak politik, ekonomi dan keamanan yang harus diperhitungkan, dan hubungan bilateral Israel-AS akan semakin terpuruk.

Michael Knigge / Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk