1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nelson Mandela Tinggalkan Warisan Cemerlang

Ludger Schadomsky6 Desember 2013

Nelson Mandela alias Madiba, tokoh politik utama Afrika Selatan, simbol perjuangan anti-apartheid wafat, dalam usia 95 tahun dengan meninggalkan warisan cemerlang dalam menegakkan perdamaian, rekonsiliasi dan keadilan.

https://p.dw.com/p/1AU3N
Nelson Mandela tot
Foto: Reuters

Ketika ayah Nelson Mandela, Gadla, membaptis putranya dengan nama "Rolihlahla" Juli 1918, ia mungkin tak mengira betapa nama itu akan menjadi penghormatan bagi anaknya.

Dalam bahasa suku Xhosa, Rolihlahla secara harafiah berarti „dia yang mematahkan batang pohon“. Secara umum, ini juga bisa diartikan „si pembuat jengkel“.

Para pendukung Mandela di Afrika Selatan tahu seberapa jengkel para lawan dibuatnya oleh lelaki yang dengan penuh kasih mereka panggil „Madiba“ ini. Madiba adalah nama marga Nelson Mandela. Rejim apartheid yang dilawan menjebloskan si Rolihlahla selama 27 tahun ke penjara.

Terkenal juga kata-kata Mandela pada Proses Pengadilan Rivonia tahun 1964, dimana ia didakwa bertanggung jawab atas lebih 150 aksi sabotase dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. „Saya siap mati“, ucap aktivis itu di akhir 4 jam pledoi-nya yang membongkar kebusukan pemisahan rasial di Afrika Selatan.

Ia memang berulang kali membuat jengkel berbagai pihak. Nelson Mandela terkenal di Universitas sebagai pemimpin protes mahasiswa. Dia juga pernah menghindari kawin paksa dengan melarikan diri ke Johannesburg, tempat ia mencemplungkan diri dalam dunia politik.

Mandela tahun 1944 bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (ANC). Empat tahun kemudian Partai Nasional mengambil alih kekuasaan dan secara resmi melembagakan pemisahan ras. Beberapa tahun, Mandela yang telah menjalankan masa praktek pada sebuah kantor pengacara Yahudi, membuka lembaga bantuan hukum pertama untuk orang berkulit hitam pada tahun 1952 di Johannesburg.

Perlawanan bersenjata menentang apartheid

Pada saat inilah ANC melancarkan rangkaian protes massal dan aksi-aksi pembangkangan sipil terhadap sistim apartheid. Mandela pun memegang peran sentral dalam aksi-aksi tersebut.

Setelah ANC dilarang 1961, petinju amatir itu mendirikan sayap militer "Umkhonto we Sizwe" (Tombak Bangsa) dan sebagai komandan gerakan bawah tanah melancarkan berbagai serangan gerilya terhadap lembaga-lembaga pemerintah.

Setahun kemudian, 1962, Mandela secara rahasia berangkat ke luar negeri guna menggalang dana dan mendapatkan pelatihan militer bagi kader ANC. Sekembalinya, ia ditangkap dan kemudian digiring ke pengadilan yang dikenal sebagai Proses Rivonia.

Tujuh belas tahun Mandela menjalani hukuman dalam penjara kenamaan pulau Robben di Capetown. Matanya rusak saat melakukan kerja paksa. Inilah alasan larangan penggunaan lampu blitz saat memotretnya di kemudian hari.

Semasa di penjara, ia menggulirkan „Universitas Pulau Robben“ dan memberikan pelajaran membaca dan menulis kepada para narapidana yang buta huruf. Sel no 5 yang ia tempati dulu, kini menjadi lokasi kunjungan utama wisata di Afrika Selatan.

1988, pembebasan Mandela mulai dipersiapkan. Tiga tahun sebelumnya, ia menolak pengampunan yang dikaitkan dengan janji ANC untuk menghentikan perlawanan bersenjata. Rangkaian negosiasi rahasia menyusul dan berakhir dengan pembebasan Mandela pada 11 Februari 1990, setelah ia mendekam 27 tahun di penjara. Kepada massa pendukungnya yang menyambutnya gegap gempita di Capetown, Mandela berseru, "Saya berdiri di depan Anda, penuh kebanggaan dan sukacita. Kami telah bebas“.

Pembela Bangsa Afrika

Pemilihan umum bulan April 1994, yang merupakan pemilihan bebas pertama afrika Selatan adalah buah kerja keras Mandela menghapus apartheid. 10 Mei 1994, Nelson Mandela resmi menjadi Presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan. Iapun segera memfokuskan upayanya pada rekonsiliasi suku dan ras di Afrika Selatan. Bersama dengan Uskup Agung Desmond Tutu, ia mendorong penanganan kejahatan Apartheid dalam Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC).

Setelah mundur dari dunia politik aktif, 1999 „Madiba“ menggulirkan sebuah lembaga yang mengemban tugas sosial, khususnya di bidang pengentasan anak-anak dan penyakit AIDS. Putranya yang kedua Makghato meninggal dunia pada usia 54 tahun akibat penyakit itu. "Warga Afrika Selatan telah berhasil melawan Apartheid. Sekarang kita berhadapan dengan ancaman yang lebih besar“, ujarnya ketika itu.

Namun kali ini, Mandela bagai bekerja sendiri. Penggantinya Mbeki tidak memiliki perhatian yang sama, juga dalam mengentaskan kemiskinan. Slogan ANC 1994 "Kehidupan lebih baik bagi semua orang " hanya dipenuhi bagi sekelompok kecil elit. Korupsi yang meraja lela, kriminalitas dan kurangnya lapangan kerja kini mengancam bangsa itu.

Afrika Selatan kehilangan Panutan Moral

Di panggung internasional Mandela tampil sebagai mediator dalam perang saudara di Burundi. Secara terbuka, ia juga melancarkan kritik atas politik Irak yang dijalankan oleh Amerika Serikat dan Inggris.

Penyandang hadiah Nobel Perdamaian yang mencintai sepakbola ini, tahun 2004 juga berperan membawa pertandingan Piala Dunia ke Afrika. Kematian cicitnya, Zenani pada malam sebelum pembukaan pertandingan Piala Dunia 2010 memperburuk kesehatan mantan Presiden itu dan sejak itu spekulasi mengenai kesehatannya kerap mencuat.

Dunia kehilangan seorang pejuang kebebasan dan tokoh negara dengan kematian Nelson Mandela , dan negaranya Afrika Selatan kehilangan seorang tokoh panutan yang kerap menunjukkan jiwa kemanusiaan yang kokoh. Karenanya ada kekhawatiran, bahwa ANC bisa melangkah ke arah yang sama dengan gerakan pembebasan lainnya di Afrika, yang kemudian berkolusi dan menyalahkan gunakan kekuasaan.