1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

NATO Pertahankan Strateginya di Afghanistan

Christoph Hasselbach11 Oktober 2012

Serangan tentara Afghanistan terhadap mitranya, tentara anggota ISAF makin sering terjadi. Padahal akhir misi NATO di Afghanistan sudah semakin dekat.

https://p.dw.com/p/16Nip
US soldier (L) and Afghan police patrol in Kabul, Afghanistan, 02 August 2007. South Korea and the United States have ruled out possible military action to rescue 21 South Koreans held hostages by the Taliban militants in Afghanistan, news reports said 02 August. The 18 women and five men, all members of the Saemmul Community Church, were abducted on 19 July 2007 by Taliban militants at gunpoint from a bus traveling from Kabul to Kandahar in southern Afghanistan. Two have since been shot dead by their Taliban captors. EPA/SYED JAN SABAWOON +++(c) dpa - Report+++
Soldaten patroullieren in KabulFoto: picture-alliance/dpa

Tidak akan ada yang berusaha keluar secepat mungkin dari Afghanistan, demikian dikatakan berulang kali oleh Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen. Tapi banyak negara yang terlibat dalam misi pasukan perdamaian internasional untuk Afghanisan ISAF, berusaha untuk bisa menarik pasukannya dengan segera.

Pasukan terakhir diharapkan meninggalkan Afghanistan akhir 2014. Kini pun banyak pemerintah sudah melakukan desakan waktu.

Rabu (10/10) Rasmussen membahas mengenai penarikan pasukan sebagai suatu "proses yang hati-hati dan terkoordinir, yang melibatkan seluruh pemerintahan mitra ISAF dan pemerintah Afghanistan."

Tapi itu kedengarannya lebih seperti kata-kata bijak dibanding pernyataan. Juga menteri pertahanan Jerman Thomas de Maiziére memperingatkan akan penarikan pasukan yang tergesa-gesa. Orang harus "melakukan persetujuan jumlah tentara sampai tahun 2014 dan menariknya dengan penuh tanggung jawab." Ditambahkannya dalam hal ini banyak yang "memandang Jerman sebagai negara pemimpin." Di utara Afghanistan Jerman memegang pimpinan komando dan mengkoordinir kontingen pasukan dari 17 negara.

Taktik Taliban tidak boleh berhasil

Tekanan banyak pemerintah untuk secepatnya menarik pasukan juga disebabkan makin sering terjadi serangan tentara-tentara Afghanistan terhadap anak didiknya dan mitra-mitranya pasukan internasional ISAF. De Maizière menyebut serangan-serangan ini "membuat berang dan memicu kekhawatiran.“ Ia menduga di belakangnya ada taktik terarah Taliban, untuk mengubur rasa saling percaya.

Tapi menurut Rasmussen, hal itu tidak akan berfungsi. "Tidak seorang pun dapat memutus jalinan antara ISAF dan mitra kami Afghanistan.“ Dan menteri pertahanan AS Leon Panetta menambahkan, "Kami tidak akan membiarkan misi kami dihambat. Kami sudah sedemikian jauh, kami sudah memenangkan berbagai pertempuran, kami sudah terlalu banyak mengorbankan darah untuk tidak menyelesaikan tugas tersebut.“

Setelah 2014 tidak ada misi perang lagi

Setelah berakhirnya misi perang akhir tahun 2014, NATO akan tetap berada di Afghanistan dengan misi baru. Yang dikenal dengan singkatan ITAM (International Training and Assistance Mission). Jadi misi itu menyangkut pendidikan dan konsultasi. Meski demikian para penasihat dan pendidik harus dilindungi secara militer, kemungkinan besar secara bersama dan tidak terpilah-pilah berdasarkan negara, seperti yang sudah dilakukan saat ini misalnya untuk perawatan medis dan sejumlah tugas-tugas logistic. De Maiziére mengatakan, "tentu saja“ NATO untuk misi ini memerlukan undangan dari pemerintah Afghanistan. Selain itu diharapkan mandat dari Dewan Keamanan PBB untuk itu.

Pasukan Jerman di Kosovo merasa Kewalahan

Sebuah tema yang khusus diagendakan oleh pemerintah Jerman adalah situasi misi NATO di Kosovo, KFOR. De Maiziére memandang pasukan Jerman, Austria dan Italia yang ditugaskan di sana secara permanen memiliki beban terlalu besar dan terpaksa mengandalkan tentara cadangan. Itu "tidak pada tempatnya“. Ia mengusulkan, tentara-tentara dari kawasan selatan Kosovo yang sudah jauh lebih aman dipindahkan ke kawasan utara yang kritis. Tapi untuk itu diperlukan keputusan istimewa. Menhan Jerman itu juga mengritik "tentara NATO dari peran penanggungjawab ketiga secara praktis menjadi pihak penanggungjawab pertama dalam seluruh masalah.“ "Penanggungjawab pertama sebetulnya polisi Kosovo, kemudian misi polisi Eropa EULEX dan baru posisi ketiga pasukan NATO.“ De Maiziére tambaknya berhasil dengan keluhannya itu. Sekjen NATO Rasmussen mengatakan akan mengkaji perubahan kelompok pasukan di Kosovo.