1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

061210 REDD Cancun

8 Desember 2010

KTT Iklim Cancun bergerak lambat. Putaran minggu pertama sudah selesai. Salah satu tema yang paling sering dibicarakan: skema REDD. Sekitar seperlima dari emisi gas rumah kaca global disebabkan oleh kerusakan hutan.

https://p.dw.com/p/QSy8
Salah satu lahan hutan yang berubah menjadi perkebunan kelapa sawit di SumateraFoto: cc/ H Dragon

13 juta hektar hutan dibuka untuk dijadikan perkebunan, tanah pertanian dan peternakan atau setidaknya karena kayu hutan tropis sangat berharga. Untuk perlindungan hutan, nampaknya skema REDD internasional harus ditetapkan di konfrensi iklim Cancun, Mexiko.

Sejak jutaan tahun, alam menyimpan karbondioksida. Tidak hanya di laut, yang merupakan penyerap karbondioksida alami terbesar, namun juga hutan. Karbondioksida yang kita hasilkan dari pembakaran dari energi fosil, seperti minyak dan batubara, dilepas ke udara, diserap oleh hutan dan dapat disimpan dalam waktu lama hingga hutan tersebut mati. Meskipun kita mengetahui fakta-fakta lama ini, deforestasi tetap terjadi. Setiap tahun diperkirakan 13 juta hektar hutan tropis dihancurkan. Ukurannya setara dengan luas negara Yunani.

Satu Kesepakatan Yang Adil

Untuk mencegah lebih jauh kerusakan hutan tropis, yang dikatakan sebagai ekosistem dengan keanekaragaman hayati yang terbesar, anggota konvensi iklim PBB memutuskan untuk meluncurkan program REDD, yaitu pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan.

Menurut Christoph Thies, koordiantor REDD Greenpeace, prinsipnya sederhana, "REDD diterapkan pada hutan-hutan di negara berkembang, yang membutuhkan dana dan bantuan finansial untuk melindungi hutannya lebih baik, dari kebakaran, dari degradasi dan lain-lain. Alasannya, tebang bakar dan penghancuran hutan secara besar-besaran menghasilkan gas emisi rumah kaca. Jalan keluarnya, dibutuhkan dana dari negara-negara industri."

Sesungguhnya, ini merupakan kesepakatan yang adil, mengingat fakta bahwa negara-negara maju memiliki jejak sejarah untuk bertanggungjawab atas meningkatnya kadar karbondioksida di atmosfir yang mempengaruhi perubahan iklim global. Satu hektar kebun kelapa sawit atau tanah pertanian menghasilkan uang lebih banyak dari pada satu hektar hutan tropis. Kenyataan ini harus diangkat di tingkat internasional untuk menghargai hutan, sehingga hutan dapat lestari. Inilah yang ada di balik konsep REDD.

Flash-Galerie UN Millennium Ziele 7 Waldrodung Brasilien
Peternak membakar lahan hutan Amazon di utara Para, Brasil, untuk dijadikan lahan penggembalaanFoto: AP

Apa Arti Kata Hutan?

Walaupun ini terdengar hanya sebagai solusi logis, tetapi kesederhanaan itu terhenti bila uang ikut berperan. Diskusi mengenai kesepakatan REDD sudah dimulai dengan definisi kata hutan. Christoph Thies dari Greenpeace mengatakan, "Apa yang dimaksud dengan hutan, tentu saja menjadi perdebatan pelik. Bagi kami di Greenpeace, sangat jelas. Hutan adalah okosistem alami, yang didominasi oleh pepohonan, bukan perkebunan. Pohon perkebunan mengkuti prinsip pertanian dan bagi kami merupakan pohon pertanian."

Sebatang pohon pertanian atau perkebunan menyerap sedikit sekali karbondioksida. Lebih jauh, untuk memiliki ladang perkebunan, langkah pertama adalah membuka hutan sehingga karbondioksida dan gas methan begitu saja lepas ke udara. Jika keberadaan hutan harus dihargai dalam kesepakatan REDD, bagi Christoph Thies ini merupakan permainan kredibilitas.

Menyertakan Masyarakat Adat

Pertanyaan berikutnya dalam perubahan iklim global adalah: siapa pemilik hutan? Siapa yang akan mendapatkan dana dari skema REDD? Menurut direktur Yayasan Hutan Tropis Norwegia, Lars Lövold, tidak ada keraguan dalam hal ini, "Sebuah iklim yang adil dan kesepakatan hutan harus mengenali lebih eksplisit hak-hak masyarakat adat di hutan. Prinsipnya perlindungan hutan tidak dilakukan dari atas ke bawah. Proses REDD harus dari bawah, dengan partisipasi yang adil dan merata bagi mereka yang melindungi hutan sebenarnya. Dananya tidak boleh mengalir untuk korupsi, namun harus dibagi secara transparan."

Di seluruh dunia, terdapat lebih dari satu milyar orang yang tinggal di hutan. Banyak dari mereka merupakan masyarakat adat, yang tradisinya berkaitan, tidak hanya dengan hutan namun juga menggantungkan hidupnya pada hutan. Yayasan Hutan Tropis Norwegia bermaksud untuk memperkuat dan mendukung masyarakat tersebut. Sementara itu, tuntutan masyarakat adat merupakan bagian penting dari negosiasi iklim.

Helle Jeppesen/Miranti Hirschmann

Editor: Yuniman Farid