1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Migran Miskin

Günther Birkenstock30 November 2014

Meski membanting tulang bertahun-tahun, jumlah migran tua di Jerman yang hidup dalam kemiskinan lebih tinggi ketimbang dari warga Jerman seusia. Masalah ini semakin mengemuka.

https://p.dw.com/p/196MX
Foto: picture-alliance/dpa

Eser Göklur (65 tahun) datang ke Jerman tahun 1969, kemudian belajar bahasa Jerman, lalu lulus sekolah menengah atas dan mengenyam pendidikan Ilmu Ekonomi. Sarjana ekonomi ini bekerja bertahun-tahun sebagai pengawas di sejumlah perusahaan besar. Kemudian ia menginvestasikan penghasilannya pada beberapa properti. Karena itu dia sekarang tidak harus membayar uang sewa rumah dan mengaku dapat menggandakan uang pensiunnya sebesar € 1200. Menurut statistik, banyak migran tua di Jerman hidup dalam kekurangan. Jadi Göklur merupakan pengecualian.

Pekerja bagi keajaiban ekonomi

Jutaan orang dari Eropa Selatan dan Timur berbondong-bondong hijrah ke Jerman pada tahun 1960-an dan 1970-an. Kebanyakan karena menghindari kemiskinan. Perekonomian Jerman booming dan membutuhkan tenaga kerja. Cukup lama Jerman merekrut migran yang datang dengan harapan mendapat kehidupan yang lebih baik. Mereka antara lain bekerja di pabrik baja, pertambangan dan otomotif. Namun hanya sedikit yang berhasil hidup berkecukupan.

Menurut hasil studi lembaga ilmu ekonomi dan sosial dari Yayasan Hans-Böckler, saat ini lebih 40 persen migran usia pensiun hidup dalam kemiskinan. Dengan begitu, jumlah migran usia lanjut yang terkena kemiskinan tiga kali lebih tinggi ketimbang warga Jerman sendiri. Uni Eropa menetapkan, yang berpenghasilan lebih rendah dari 60 persen pendapatan rata-rata, dianggap miskin atau terancam kemiskinan. Di Jerman ini artinya, bila sendiri, yang bersangkutan harus hidup dengan dana kurang dari 848 Euro per bulan. Berdua, jumlahnya sekitar 1278 Euro.

Penghasilan rendah dan cepat menganggur

Erich Seils, dari tim peneliti melihat adanya tiga penyebab situasi ini. Pertama, pekerja migran tersebut memang bekerja di perusahaan besar namun pekerjaannya sederhana yang hanya dibayar dengan upah rendah. Kedua, ketika pada tahun 1980-an industri banyak melakukan PHK dan lowongan pada sektor jasa meningkat, pekerja migran lah yang terutama terkena dampaknya. Ketiga, kenyataan bahwa hanya sedikit migran yang bekerja sebagai pegawai negeri yang biasanya bebas dari kemiskinan pada usia senja.

Selain itu, menurut pakar sosiologi tersebut, banyak migran tiba di Jerman sebagai orang dewasa. Mereka datang dari negara yang sektor informalnya tumbuh subur. Jadi untuk tahun-tahun pertama usia kerjanya, mereka sering tidak mendapat jaminan sosial apa pun juga.

Peningkatan jumlah migran miskin usia lanjut

Eric Seils mengatakan kepada Deutsche Welle, tahun 2006 migran miskin usia lanjut tercatat berjumlah sekitar 170.000 orang, kini meningkat menjadi 270.000 orang.

Untuk menanggulangi masalah ini, tahun 2009 Dana Pensiun Jerman di Baden-Württemberg bersama sejumlah organisasi bantuan serta Kementrian Integrasi Negara Bagian menggagas sebuah proyek besar, yaitu NEMIGUSS, semacam jaringan bagi migrasi dan jaminan sosial.

NEMIGUSS menawarkan kursus dan workshop mengenai sistem jaminan sosial dan layanan kesehatan di Jerman yang dianggap cukup rumit. Terutama tiga kelompok migran terbesar, yaitu dari Turki, Italia dan Yunani diharapkan mengambil keuntungan dari tawaran ini. Tahun 2012 kursus-kursus gratis pertamanya mendapat tanggapan yang positif.