1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mengusut Kejahatan Pyongyang

8 Mei 2013

PBB memulai langkah penting untuk mengusut pelanggaran hak asasi manusia Korea Utara. Badan dunia itu telah menunjuk tiga tokoh, satu diantaranya berasal dari Indonesia: Marzuki Darusman.

https://p.dw.com/p/18TwQ
Foto: picture-alliance/dpa

Bekas Hakim Australia Michael Kirby yang ditunjuk untuk mengarahkan penyelidikan untuk mencari “pelanggaran sistematis, meluas dan parah“ atas hak asasi manusia di negeri yang dikuasi dinasti Kim dan para Jenderal itu -- bersumpah tidak akan berpihak dalam menjalankan misi ini. Anggota tim lainnya adalah aktivis HAM Serbia Sonja Biserko, yang dikenal sebagai seorang ahli kejahatan perang.

Terakhir, PBB menunjuk Marzuki Darusman dari Indonesia yang sejak 2010 telah memantau Korea Utara dan menjadi Pelapor Khusus PBB.

Pemerintahan Pyongyang dikenal sebagai rejim Stalinis yang masih mempertahankan cara-cara teror untuk berkuasa. Dalam sebuah laporannya kepada PBB, Marzuki Darusman menyebut pemerintah Korea Utara telah melakukan penyiksaan, penahanan sewenang-wenang dan merampas jatah makanan penduduk.

Marzuki juga menyoroti kamp-kamp penjara yang diperkirakan menahan sekitar 200 ribu tahanan politik, termasuk anak-anak yang lahir di penjara karena orang tua mereka ditahan.

Kesimpulan yang keras ini, membuat utusan Korea Utara di PBB So Se Pyong marah, dan menuding Marzuki sebagai boneka yang mewakili kepentingan barat.

“Ini adalah sistem apartheid modern,“ kata Marzuki Darusman menggambarkan kehidupan masyarakat Korea Utara di bawah Kim Jong-un. Wawancara ini dilakukan sebelum keputusan PBB menunjuk ia dan dua orang lainnya untuk mulai menyelidiki Korea Utara.

DW: Apa saja laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Korea Utara?

Marzuki Darusman: Kami menemukan sembilan jenis pelanggaran, antara lain: penyiksaan, penghilangan paksa, penahanan semena-mena dan diskriminasi. Penyiksaan adalah bagian keseharian, itu adalah bagian dari sistem. Itu adalah metode (yang diterapkan negara-red). Kami menerima laporan mengenai kamp konsentrasi: mereka yang dihukum kerja paksa di pertambangan atau pertanian dalam kondisi sangat mengenaskan dan tingkat kematian sangat tinggi karena kekurangan gizi dan kelaparan. Mereka yang dikirim kerja paksa bukan hanya para pelarian, tapi juga anggota keluarganya. Ada ratusan ribu orang dikirim ke kamp konsentrasi. Keseluruhan sistem tata negara Korea Utara dibangun atas dasar pengingkaran hak asasi rakyatnya, kecuali untuk satu golongan elit inti yang dipilih oleh rejim

DW: Siapa golongan terpilih itu?

Marzuki Darusman: Terutama anggota partai, tentara, pemerintahan dan para ilmuwan. Segala kemudahan dan kehidupan berlimpah dinikmati golongan elit ini. Terutama keluarga pimpinan (Keluarga Kim Jong-un-red) yang menikmati kemudahan akses pendidikan serta pekerjaan di pemerintahan, partai atau militer. Ini golongan elit yang paling dipercaya rejim. Golongan kedua adalah golongan peragu: keturunan tuan tanah pada masa penjajahan Jepang yang hingga kini masih diawasi gerak-geriknya. Para keturunan ini harus menanggung beban politik yang dibawa orang tua dan pendahulu mereka sebagai tuan tanah pada masa kolonialisme. Kelompok terakhir disebut kelompok musuh yakni para petani dan pekerja.

DW: Apa yang terjadi pada kelompok paling bawah yang dimusuhi pemerintah ini?

Marzuki Darusman: Mereka hidupnya bergantung penuh dari kemurahan hati negara melalui sistem distribusi makanan atau kebutuhan hidup lainnya. Tak ada satu kebutuhan hidup yang tidak dikuasai negara. Kini sistem pembagian makanan mengalami kemacetan, karena tidak ada yang bisa dibagikan. Dalam situasi ini, yang paling menanggung akibat adalah para orang tua, perempuan dan anak-anak karena mereka kaum paling lemah dari golongan petani dan pekerja, yang ada dalam posisi anak tangga paling bawah. Jadi kalau mau digambarkan, ini adalah sebuah sistem apartheid modern.

Marzuki Darusman telah membangun reputasi panjang dalam penegakan hukum. Ketika menjadi Jaksa Agung Indonesia, ia disebut-sebut sebagai orang ketiga yang paling mendapat pengawalan ketat setelah Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.

Saat itu ia menangani kasus-kasus besar terkait bekas presiden Soeharto dan kroni, serta para Jenderal yang diduga terlibat pelanggaran HAM. Setelah itu, ia terpilih menjadi pimpinan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yang pada masa itu memeriksa para Jenderal yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi di Timor-timur pasca jajak pendapat.

Karirnya dalam dunia hukum dan hak asasi manusia terus berlanjut. Pada tahun 2008, ia ikut dalam tim PBB yang menyelidiki kasus pembunuhan bekas Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto. Dua tahun kemudian, ia diminta menulis laporan oleh PBB terkait pelanggaran HAM yang terjadi saat perang saudara di Srilanka.

DW: Bagaimana kondisi Korea Utara kini di bawah Kim Jong-un?

Marzuki Darusman: Keadaaan ekonomi sangat memprihatinkan. Belakangan ada tanda-tanda munculnya sistem paralel, yakni sistem ekonomi pasar, di mana terjadi tukar menukar hasil tanaman di halaman belakang rumah para petani kecil. Ini terjadi di mana-mana dan tidak bisa ditahan oleh rejim, meski pasar adalah hal terlarang. Semakin luas pasar ini berkembang, menunjukkan bahwa kondisi semakin buruk, karena artinya negara tidak mampu lagi mengurusi rakyat. Kondisi hak asasi manusia juga memburuk jika kita ukur dari jumlah pelarian yang meningkat serta laporan mengenai kondisi di kamp-kamp penahanan.

DW: Apakah pengawasan rejim Kim Jong-un lebih ketat dibanding mendiang ayahnya Kim Jong-il?

Marzuki Darusman: Agak sulit mengukur apakah semakin ketat, karena sudah sangat ketat. Mau diperketat bagaimana lagi? Sistem ini sudah begitu lama, bahkan rakyat Korea Utara sebetulnya ikut membantu berlakunya sistem ini karena mereka begitu patuh dan taat, sehingga penguasa hanya perlu mempertahankan saja metode represi yang berlaku sekarang, dan itu sudah cukup untuk membuat mereka bertahan puluhan tahun ke depan.

DW: Apakah Korea Utara akan runtuh?

Marzuki Darusman: Orang mengira Korea Utara besok atau lusa akan runtuh. Keadaan memang memburuk dan dalam jangka panjang sistem ini tidak akan bisa bertahan. Tapi tidak akan runtuh dalam waktu dekat. Ini adalah negara yang menerapkan sistem Stalinis (bekas orang kuat Uni Soviet-red) yang menerapkan represi yang luas tapi saat itu bisa meluncurkan Sputnik ke ruang angkasa. Korea Utara ini sama: menerapkan sistem yang menekan rakyat di satu sisi, tapi di sisi lain mampu meluncurkan peluru kendali. Ada tiga prioritas nasional Korea Utara: pertama militer, kedua militer, juga prioritas ketiga adalah militer. Itu adalah doktrin negara.

Marzuki Darusman adalah bekas Jaksa Agung RI, Ketua Komnas HAM, ikut dalam tim penyelidik PBB untuk kasus pembunuhan Benazir Bhutto dan pelanggaran HAM di Srilanka semasa perang saudara. Belakangan menjadi Pelapor Khusus PBB untuk Korea Utara, dan kini ditunjuk badan dunia itu untuk menjadi satu diantara tiga orang yang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan rejim Pyongyang.