1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mengenal Indonesia Lewat Rasa

Carissa Paramita28 Agustus 2014

Siapa yang tak kenal kue Black Forest? Pada Agustus 2014, Schwarzwald, tempat asal kue tart tersohor ini mendapat gempuran kuliner Indonesia. Melalui hidangannya, Degan Septoadji memperkenalkan Indonesia.

https://p.dw.com/p/1D2ac
Foto: Nike Kurnia

Mungkin Anda pernah mengunjungi restorannya, Cafe Degan, di Jalan Petitenget, Bali. Atau mungkin Anda pernah menyaksikan kepiawaiannya membimbing koki-koki muda pada acara televisi MasterChef atau Junior MasterChef Indonesia. Yang pasti chef Degan Septoadji tidak pernah berhenti berkreasi dengan masakan Indonesia, dan selama dua pekan ia meramaikan tujuan liburan Schwarzwald di Jerman dengan promosi kuliner Indonesia.

Berlokasi di Hotel Traube Tonbach, chef Degan menggelar kelas memasak yang diikuti pengunjung hotel serta warga setempat. Animonya cukup baik, sampai-sampai ada satu hari ketika mereka terpaksa menutup pendaftaran karena sudah tidak ada tempat lagi. Chef Degan pun sudah diundang lagi untuk menggelar promosi masakan Indonesia pada tanggal 10-21 Agustus 2015.

Chef Degan berhasil memuaskan lidah pengunjung restoran pada hotel bintang lima tersebut dengan kreasi masakan Indonesia yang tetap setia pada citarasa Indonesia namun disajikan secara kontemporer.

DW Indonesia berkesempatan untuk berbincang dengan chef Degan mengenai sepak terjangnya dalam mempromosikan kuliner Indonesia.

Bebek bumbu ketumbar kreasi chef Degan Septoadji
Bebek bumbu ketumbar kreasi chef Degan SeptoadjiFoto: Nike Kurnia

DW: Bagaimana ceritanya bisa sampai promosi masakan Indonesia di Schwarzwald atau Black Forest?

Degan Septoadji: Tahun 2007 ketika masih menjadi executive chef di Banyan Tree Bangkok, saya suka saling berkunjung dengan teman satu perguruan di Jerman yang sudah menjadi director of kitchen di Hotel Traube Tonbach. Dan kebetulan general manager di Banyan Tree Bangkok adalah langganan tamu di hotel itu dan ia mencetuskan untuk membuat sesuatu bersama teman saya. Lalu saya ke Schwarzwald dengan tim Thailand, saya bikin promosi masakan Thailand di Hotel Traube Tonbach tahun 2007 itu, kemudian mereka kami undang ke Bangkok untuk membuat promosi Jerman atau Black Forest. Pertukaran seperti ini berlangsung hingga tahun 2009. Tahun 2013 saya ditanya mereka apakah saya bisa bikin promosi serupa untuk masakan Indonesia.

Dibandingkan dengan masakan Thailand yang sudah lebih dikenal oleh warga Jerman, bagaimana penerimaannya terhadap makanan Indonesia?

Saya juga sempat khawatir, karena sebelum berangkat dari Indonesia, teman saya sempat bilang kalau reservasi untuk kelas memasak dan set makan malamnya belum banyak. Sehari sebelum kelas memasak, akhirnya mendapat cukup banyak tamu yang kemudian juga tertarik untuk ikut set dinner. Sesudah itu mereka yang sudah ikut kelas memasak turut berpromosi dan pengunjung hotel saling ngobrol, akhirnya pesertanya pun banyak warga setempat hingga ada satu hari yang pengunjungnya lebih banyak dari waktu promosi masakan Thailand.

Apa yang dianggap paling khas dari masakan Indonesia?

Kebanyakan tamu yang datang sudah pernah ketemu saya ketika kelas memasak Thailand, dan banyak dari mereka yang mengatakan ini memang sangat beda dari makanan Thailand karena tidak sepedas masakan Thailand. Mereka juga menyadari kalau makanan Indonesia itu lebih lembut, karena kalau Thai kan sangat asam dan baunya lebih menyengat. Masakan Indonesia lebih manis, tapi itu juga manisnya saya kurangi sedikit karena tidak mungkin seperti gudeg itu saya sajikan di Jerman.

Saya mengajarkan mereka cara membuat sambal goreng udang, sebelumnya saya ajarkan mereka cara bikin bumbu kuning dan sambal terasi, itu kan bahan yang masuk ke dalam sambal goreng udangnya, jadi mereka bisa melihat fleksibilitas bumbu Indonesia itu lain dengan Thailand karena biasanya bumbu kari Thailand itu khusus untuk kari saja. Kalau kita itu bisa untuk merendam daging, merendam ikan, bisa dijadikan sup. Bumbu kuning itu bisa dipakai untuk soto ayam, bisa macam-macam. Jadi mereka melihat bahwa bumbu seperti ini bisa dibuat di rumah, dan bisa dimasukkan ke freezer, disimpan beberapa bulan lalu kapan saja butuh bisa diporsikan dan dimanfaatkan. Masakan Indonesia itu tidak perlu terlalu repot. Mereka sangat tertarik. Banyak yang sudah mendaftar untuk kelas memasak tahun 2015.

Apakah acara promosi masakan Indonesia ini murni atas dasar pertemanan Anda?

Pengalaman saya ketika dulu saya membuat promosi makanan Thailand, padahal saya bukan orang Thai ya.. Pemerintah Thailand lebih cepat geraknya. Mereka malah langsung memberi dukungan. Baik itu spanduk, perizinan dan sejenisnya. Malah ketika tahu acara yang di Schwarzwald itu sukses, mereka mengejar untuk promosi di lokasi lain. Sebenarnya masakan Indonesia itu bagus sekali, sayangnya kita masih kalah dengan Thailand, Jepang dan Korea karena dari segi promosinya kurang. Padahal banyak chef-chef Indonesia di seluruh dunia, tapi dukungannya kalau menurut saya masih kurang. Jadi akhirnya saya memutuskan untuk membuat langkah kecil seperti ini sebagai upaya dan kontribusi saya untuk membantu memperkenalkan dan mempromosikan Indonesia pada tingkat internasional, sesuai kemampuan saya yaitu memasak.

Ada masukan untuk koki-koki muda yang ingin promosi masakan Indonesia di Eropa?

Chef Degan: Untuk promosi masakan Indonesia di Eropa, harus terlebih dahulu meriset citarasa lokal
Chef Degan: Untuk promosi masakan Indonesia di Eropa, harus terlebih dahulu meriset citarasa lokalFoto: Nike Kurnia

Kalau mau promosi masakan Indonesia di Eropa, terutama harus melihat mereka yang baru pertama kali mencoba masakan Indonesia. Kita harus mengerti mereka ini first-timer yang seperti apa. Saya tidak bisa membuat gado-gado di Eropa yang mirip dengan gado-gado pinggir jalan di Indonesia. Baik dari segi penampilan ataupun segi rasanya kalau pedas sekali atau manis sekali, tidak akan kena dengan lidah Eropa. Jadi harus memilih masakan Indonesia seperti apa yang bisa dijual di Eropa. Misalnya sop buntut, di Jerman juga ada Ochsenschwansuppe yang mirip dengan sop buntut. Tamu-tamu di Hotel Traube Tonbach kemarin bilang, "Saya tak menyangka loh ternyata di dalam sop buntut bisa dimasukkan cengkeh, ketumbar, kayu manis dan segala macam, dan rasanya enak sekali." Sebenarnya cara kita membuat sop buntut dan mereka membuat sop buntut itu sama, hanya bumbunya saja yang berbeda. Baru setelah mereka mengenal masakan Indonesia, bisa dipertemukan dengan rawon misalnya. Yang bentuk kluwaknya saja mungkin mereka tidak tahu. Jadi harus riset juga citarasa lokal itu seperti apa.