1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Melarikan Diri Karena Takut Disunat

26 Agustus 2014

Pria-pria Kenya dari berbagai suku di kota Moi's Bridge bersembunyi di ladang jagung atau mencari perlindungan di kantor polisi untuk menghindari tradisi sunat paksa di kelompok adatnya.

https://p.dw.com/p/1D1HF
Foto: Walter Astrada/AFP/Getty Images

Sunat adalah hal penting di komunitas Luhya, kelompok etnis terbesar kedua di Kenya. Suku Bukusu di kota Moi's Bridge termasuk komunitas tersebut. Musim sunat biasa digelar setiap dua tahun bagi anak laki-laki yang berusia antara 10 dan 14 tahun.

Namun, pria dewasa dari suku lain yang tinggal di kota tersebut juga harus disunat. Seorang bidan dari suku Bukusu menjelaskan, "Pria-pria tersebut kelak akan menikahi perempuan dari suku Bukusu. Jadi mereka harus bersih. Pada kulup banyak terdapat kuman dan jadi susah ereksi."

Pesta sunat diadakan secara besar-besaran. Sapi disembelih, musik, dan minum bir tanpa batas. Benar-benar suasana meriah. Namun, bagi para pria dewasa ini bukan waktu untuk berpesta, melainkan waktu untuk melarikan diri.

Setidaknya ada 12 pria dari suku selain Bukusu yang menjalani sunat paksa sejak awal musim sunat tahun ini di bulan Agustus. Demikian menurut pihak kepolisian dan pemerintah lokal. Mereka yang berhasil lolos, mencari perlindungan di kantor polisi. Banyak juga pria yang bersembunyi di ladang jagung selama berhari-hari.

Belum ada pihak yang ditangkap karena praktik sunat paksa ini, ujar Okumu perwakilan pemerintah daerah. Tapi ia juga memperingatkan, mereka yang meneruskan praktik sunat paksa akan dituntut.

Alasan para pria melarikan diri, antara lain karena cara tradisional suku Bukusu melakukan sunat. Mereka hanya menggunakan peralatan sederhana dan tanpa obat bius.Bagi kelompok suku tersebut, anak laki-laki atau pria yang disunat secara tradisional dan tidak melakukannya di rumah sakit akan dianggap sebagai pahlawan suku.

vlz/yf (ap)