1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Malaysia Berkutat Dengan Masyarakat Yang Majemuk

Najad Abdullahi18 Juli 2013

Pekan lalu Malaysia membatalkan undang-undang yang mengizinkan konversi agama seorang anak oleh hanya satu pihak orang tuanya. Hal ini menjadi tantangan dalam menjaga keharmonisan antara agama.

https://p.dw.com/p/19AIe
Foto: Reuters

Enam puluh persen penduduk Malaysia yang berjumlah sekitar 29 juta orang adalah keturunan etnis Melayu dan beragama Islam. Di Malaysia, setiap orang Melayu secara otomatis dicatat sebagai pemeluk agama Islam. Agama merupakan isu sensitif di Negara yang berpenduduk majemuk dan memiliki komunitas Cina dan India yang cukup besar itu. Sekitar 9 % warga Malaysia beragama Kristen, 850,000 orang di antaranya adalah umat Katholik.

Flash-Galerie Religion und Essen Fasten Buddismus
Pengikut Buddha sembahyang di kuil Maha Vihara, Kuala LumpurFoto: AP

Selama 22 tahun masa pemerintahan Perdana Menteri Mahathir Mohamad, partai Barisan Nasional (BN) yang memerintah menjalankan politik Bumi Putera, yang mengutamakan hak etnis Melayu dalam pollitik dan masyarakat sipil. Tak heran bila kalangan aktivis dan masyarakat sipil melaporkan, bahwa kelompok etnis dan agama minoritas di Malaysia harus berjuang keras agar suaranya didengar.

T. Vigneswaran, keturunan India dan memeluk agama Hindu. Kepada Deutsche Welle karyawan toko ini bercerita bahwa meski ekonomi Malaysia maju pesat, bidang sosial dan politik tertatih- tatih. "Saya bagian dari minoritas Negara ini, kelompok minoritas termiskin. Seringkali saya merasa bahwa hak-hak kami tidak dihargai." Lanjutnya, "Untuk berhadapan dengan birokrasi, seringkali kita harus memiliki teman-teman Melayu di sini. Seharusnya tidak begitu. Saya warga Malaysia, setara dengan orang lain.”

Konversi Agama Anak

Baik pemerintah lama maupun sekarang mengaku bahwa tidak mudah menjaga kemajemukan yang harmonis.

Dulu, undang-undang yang mengatur konversi agama seorang anak dengan persetujuan dari hanya satu pihak orang tuanya pernah akan dicabut. Namun terjadi protes luas dan akhirnya pencabutannya dibatalkan oleh wakil Perdana Menteri Malaysia.

Kasus S. Deepa memberi gambaran dari dampak undang-undang itu. Perempuan Hindu berusia 29 tahun itu mengeluh bahwa tanpa sepengetahuan dia, anak-anaknya dikonversikan ke agama Islam oleh mantan suaminya, setelah mereka bercerai.

Batalnya pencabutan undang-undang itu juga diprotes oleh sejumlah pakar hukum terkenal. Merujuk konstitusi federal Malaysia, Ketua Dewan Pengacara Christopher Leong menegaskan, bahwa tidak boleh mengkonversi agama seorang anak di bawah umur tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.

Malaysia Islam Mädchen in Kuala Lumpur
Agama anak ditentukan kedua orang tuaFoto: Reuters

"Konversi agama seorang anak di bawah umur ke agama apapun, bila tanpa sepengetahuan dan persetujuan kedua orang tuanya akan memnyebabkan ketidak adilan sosial, melanggar hak orang tua yang dikesampingkan dan bertolak belakang dengan konstitusi,“ begitu dinyatakankannya.

Perbedaan Ras dan Agama

Ketegangan rasial juga mengemuka dalam kasus-kasus yang disebut “pencurian badan”. Kekisruhan sering terjadi antara pihak berwenang dengan anggota keluarga yang ingin memakamkan saudara yang tidak pasti agamanya.

Apalagi Undang-undang Malaysia memberikan hak mengurus anak kepada pihak orang tua yang beragama Islam, dan dalam perceraian pihak orang tua non-Islam cenderung kehilangan hak tersebut. Ini salah satu isu yang diprotes oleh kelompok-kelompok agama minoritas.

Di pihak lain, kelompok konservatif Malaysia terus mengompori kaum Muslim untuk “membela agamanya” dan mendukung pengukuhan Undang-undang itu. Isunya masih terus diperdebatkan.

Sementara itu, banyak warga merasa bahwa pengotakan etnis dan agama merupakan kenyataan hidup. Pun mantan PM Mahathir Mohamad beranggapan serupa, bahkan dalam sebuah artikel ia menulis bahwa pergesekan antara berbagai etnis dan agama semakin mengemuka.