1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Listrik Murah Terangi Pelosok Afrika

Sabine Kinkartz16 April 2014

Mobisol yang bermarkas di Berlin menyediakan listrik di lokasi-lokasi yang sebelumnya tidak terjangkau. Dengan menggabungkan teknologi ponsel dan generator tenaga surya, startup ini punya target besar.

https://p.dw.com/p/1BjJf
Foto: Mobisol

Produk-produk Mobisol tidak diproduksi di Berlin. Bengkel di ibukota Jerman hanya dipakai untuk menguji coba ide-ide baru. Seluruh panel surya dan baterai dibeli di Cina dan dikirim langsung ke Afrika. Produk terpenting Mobisol dibuat oleh perusahaan Schwedt di negara bagian Brandenburg, yakni sebuah kotak plastik kuning seukuran kotak sepatu.

Di dalam kotak terdapat fasilitas pengontrol sistem tenaga surya dan sebuah kartu SIM ponsel yang menghubungkan kotak itu dengan Berlin. Satu-satunya syarat agar teknolohi ini berfungsi adalah jaringan ponsel yang memadai, seperti yang sudah umum dijumpai di Tanzania, Kenya dan Rwanda. 85 persen warga negara-negara tadi memiliki ponsel, namun tidak semuanya punya akses listrik. Banyak di antara mereka yang mengisi ulang baterai ponsel dengan memanfaatkan genset. "Sistem tenaga surya kami memungkinkan orang untuk pertama kalinya memproduksi daya listrik di rumah sendiri," kata Thomas Duveau, salah seorang perencana strategis Mobisol.

Kotak daya Mobisol yang sederhana dan tahan lama
Kotak daya Mobisol yang sederhana dan tahan lamaFoto: Mobisol

Teknologi ramai permintaan

Perangkat Mobisol yang paling kecil mampu menghasilkan daya 30 watt. Hanya dalam waktu satu jam alat ini dapat dipasang di atap rumah dan mulai memberi daya bagi tiga buah lampu, sebuah radio dan mengisi ulang baterai sebuah ponsel. Perangkat terbesar bisa memproduksi 200 watt dan menyalakan kulkas, sebuah unit stereo, sebuah televisi serta menerangi beberapa kamar.

Di Jerman, sebuah keluarga beranggotakan empat orang rata-rata menggunakan 3.500 kilowatt jam listrik per tahun. Di Tanzania, sebuah keluarga hanya memakai sepersepuluh jumlah tersebut.

Melalui kartu SIM yang diinstal ke sistem, sinyal diterima setiap jam di Berlin mengindikasikan apakah sistem menghasilkan listrik. "Kalau tidak kami akan mengirimkan pesan teks kepada salah satu mitra lokal kami, dengan alamat konsumen, sehingga bisa segera didatangi dan dicek statusnya," ungkap Thomas Duveau kepada DW.

"Ini berarti terkadang kami tahu lebih dulu daripada konsumen bahwa ada masalah dengan sistem yang harus diperbaiki. Tingkat layanan semacam ini cukup langka di Afrika Timur."

Mobisol punya 220 pekerja di Afrika Timur, semuanya dilatih oleh teknisi-teknisi Jerman
Mobisol punya 220 pekerja di Afrika Timur, semuanya dilatih oleh teknisi-teknisi JermanFoto: Mobisol

Layanan konsumen termasuk saluran telepon bebas pulsa dalam bahasa lokal dan jaminan bahwa sistem yang rusak akan kembali menghasilkan listrik dalam waktu 72 jam. Ada 220 pegawai yang bekerja untuk Mobisol di Afrika Timur, sebagian besar di Tanzania. Semuanya dilatih di negara masing-masing oleh para teknisi Jerman.

Satu elemen terpenting bagi konsumen Afrika adalah pendanaan mikro. Konsumen punya waktu tiga tahun untuk melunasi alat, dan pada akhirnya memiliki alat tersebut. Tergantung ukuran sistem tenaga suryanya, mereka harus bayar antara 7 hingga 33 Euro per bulan. Ini umumnya jauh di bawah jumlah yang harus dikeluarkan untuk membayar lampu kerosin atau genset.

Rencana besar untuk Rwanda

Mobisol berharap mendapatkan 10.000 konsumen pada akhir tahun 2014
Mobisol berharap mendapatkan 10.000 konsumen pada akhir tahun 2014Foto: Mobisol

Hanya tiga tahun lalu, prototipe pertama sistem tenaga surya dikembangkan oleh tiga insinyur di sebuah garasi di Berlin. Mobisol kemudian memulai proyek percontohan di Tanzania dan Kenya tahun 2012. April 2013, perusahaan ini melakukan penjualan resmi pertama.

Kini Mobisol memiliki 3.000 konsumen dan menargetkan total 10.000 pada akhir tahun 2014. Thomas Duveau yakin Mobisol akan menjadi penyulai energi terbesar di Afrika pada tahun 2020.

Perusahaan ini juga tengah bernegosiasi dengan pemerintah Rwanda yang menginginkan 70 persen warganya mendapatkan suplai listrik pada tahun 2017. Hingga awal tahun 2014, jumlahnya baru mencapai 17 persen.

Waktunya mendesak - Mobisol juga baru saja menerima permintaan dari Bank Dunia yang menanyakan apakah mereka mampu mewujudkan produksi berskala besar.