1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Lahan Pertanian di Bagian Timur Jerman

Michael Scaturro19 Desember 2013

Petani muda di bagian timur Jerman bersusah payah mencari lahan untuk memenuhi permintaan produk organik yang terus meningkat. Mereka juga harus bersaing dengan perusahaan multinasional.

https://p.dw.com/p/1Abqg
Foto: picture-alliance/dpa

Permintaan terhadap produk-produk regional dan organik mencapai tingkat tertinggi di bagian timur Jerman seraya para koki dan toko di Berlin beralih ke penyuplai lokal dan regional.

Namun para petani muda mengatakan mereka tergeser dari lahan mereka di wilayah pedesaan seputar bagian timur Jerman. Mereka bersaing dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang berbasis di Jerman, yang dengan cepat mencaplok lahan untuk bertani.

Ini berakibat pada meroketnya harga lahan, ucap Beate Thomsen dari kelompok petani ABL.

"Harga lahan naik dua kali lipat dan bahkan tiga kali lipat di sejumlah wilayah Brandenburg dalam 5 tahun terakhir," lanjut Thomsen. "Perusahaan-perusahaan pertanian skala besar mendapat insentif untuk bercocok tanam jagung, antara lain untuk menghasilkan bahan bakar nabati."

Erz juga beternak ayam untuk menjual telur organik
Erz juga beternak ayam untuk menjual telur organikFoto: DW/M. Scaturro

Mimpi pertanian organik

Di desa pertanian Seelow - hanya 30 menit dari perbatasan Polandia - Johannes Erz yang berusia 28 tahun tengah membangun apa yang ia sebut sebagai pertanian organik terintegrasi, yang diharapkan selesai dalam 5 tahun ke depan.

Ia telah bertani selama setahun. Lahannya tergolong kecil untuk standar mana pun - hanya 0,3 hektar - namun mewujudkan upayanya untuk menerobos bisnis pertanian organik.

Menurutnya Brandenburg membutuhkan lebih banyak pertanian skala kecil untuk menghasilkan produk-produk organik yang diminati warga kota Berlin, Hamburg, dan lainnya.

"Hanya ada 60 atau 70 pertanian yang dikelola secara profesional di sini," ungkap Erz. "Itu sedikit apabila dibandingkan dengan negara bagian Baden-Württemberg."

Erz hanya mampu mendapatkan lahan kecil atau berbukit untuk bertani di bagian timur Jerman
Erz hanya mampu mendapatkan lahan kecil atau berbukit untuk bertani di bagian timur JermanFoto: DW/M. Scaturro

Booming bahan bakar bio

Perbedaan lain dengan pertanian di Baden-Würtemburg, dan Bayern - atau Perancis - adalah pertanian di bagian timur Jerman memiliki lahan besar. Ini ada sejarahnya, dulu pemerintah Jerman Timur mendorong kolektivisasi lahan-lahan pertanian. Lahan seluas 2.500 hektar cukup umum dijumpai.

Namun kini, lahan menjadi komoditas panas di Jerman. Investor dari berbagai penjuru dunia ingin membeli - terutama perusahaan penghasil biofuel.

Salah satu pemain besar dalam industri biofuel Jerman adalah KTG Agrar, penghasil gandum dan jagung asal Hamburg. KTG dilaporkan memiliki lebih dari 40.000 hektar lahan pertanian di Brandenburg.

Perusahaan seperti KTG Agrar bersedia membayar dua atau tiga kali lipat dari harga jual tanah. Suku bunga yang rendah dan harga tanah yang tergolong rendah menjadi insentif bagi perusahaan multinasional yang bisnisnya sama sekali tidak berhubungan untuk terjun ke pertanian di bagian timur Jerman.

"Contohnya, perusahaan mebel Steinhoff punya sedikitnya 7.000 hektar lahan di bagian timur Jerman," Beate Thomsen menjelaskan. "Rata-rata pertanian skala kecil di Jerman butuh 50 hektar."

Fasilitas biogas menumbuhkan biji rapa atau jagung untuk dijadikan metana dalam produksi panas atau listrik
Fasilitas biogas menumbuhkan biji rapa atau jagung untuk dijadikan metana dalam produksi panas atau listrikFoto: LianeM/Fotolia

Mencari dana untuk modal

Erz bersikeras tidak mau bekerjasama dengan perusahaan besar. Petani seperti Erz ingin tetap independen, dengan konsekuensi apa pun.

Dan Willi Lehnert dari kelompok lobi petani muda 'Meine Landwirschaft' mengatakan apabila keinginan untuk bermitra muncul di kedua belah pihak, angka di atas kertas tidak akan pernah nyambung.

"Saya rasa kalau ada investor yang ingin bekerjasama dengan petani muda, kami bisa mengakomodasinya," kata Lehnert. Namun investor akan "balik modal lebih cepat apabila kerjasama dengan pertanian skala besar di bagian timur Jerman," tambahnya.

Menurut Erz solusinya mudah: Uni Eropa harus memberikan bantuan dana bagi petani muda untuk mulai berbisnis.

"Bantuan dana bisa dihubungkan dengan target yang spesifik," catat Erz, seperti pertanian organik atau sepakat untuk terus bertani selama minimum 10 tahun. "Tapi kami sangat butuh dana untuk mulai bertani!" tegas Erz.

Erz dan rekan-rekannya yang baru menjajal dunia pertanian ingin mendapatkan antara 25.000 hingga 50.000 Euro. Mereka tengah melobi politisi di Berlin dan Brussel, dan berharap sistem subsidi dapat mulai berjalan tahun 2014.